Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Perginya wasit kehormatan

Herbert scheele, 76, wasit kehormatan ibf, meninggal dunia pada tgl 29 maret 1981 pada saat pertandingan all england 1981 sedang berlangsung. ia pernah berkunjung ke indonesia. (or)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA tua bertongkat yang sudah mengabdi hampir setengah abad di dunia bulutangkis itu tak kelihatan selama turnamen All England ke-71 pekan lalu. Ini bukan kebiasaannya. Sebagai Honorary Referee, Herbert Scheele biasanya selalu hadir. Ke manakah Scheele? Orang berusia 76 tahun itu ternyata terbaring di suatu rumah sakit Kent -- kawasan Selatan London. Scheele yang gemar merokok dan minum kopi itu mengidap kanker paru-paru dan tulang punggung. Menjelang pertandingan final (29 Maret) Ketua Bidang Luar Negeri PBSI Suharso Suhandinata mendapat kabar dari Ny. Betty Scheele bahwa suaminya dalam keadaan comma. "Betty menangis sewaktu memberi kabar itu," cerita Suharso. Sekitar pukul 14.00, hari Minggu itu, bersamaan dengan pertandingan final tunggal putri, Sun Ai Hwang melawan Lene Koppen, maut menjemput Scheele. Ia tak sempat menyaksikan lahirnya seorang kampiun baru. Sering Scheele punya pengamatan jeli terhadap seorang juara. Ia pertama kali memberikan julukan maestro untuk Rudy Hartono, dan meramalkan juara All England 1977 Fleming Delfs dari Denmark tak akan bertahan lama. Scheele ternyata benar. Berita Scheele diumumkan Ketua persatuan Bulutangkis Inggris, Stuart Wyatt, di Stadion Wembley --seusai Sun Ai Hwang dari Korea Selatan mengalahkan Lene Koppen dari Denmark. "Turnamen tahun ini akan selalu diingat sebagai suatu kehilangan besar bagi dunia bulutangkis," kata Wyatt. "Scheele meninggal." Semua orang menundukkan kepala. Scheele dikenal betul di Indonesia, terutama sejak pertandingan final Piala Thomas 1967. Waktu itu Indonesia melawan Malaysia di Istora Senayan, Jakarta. Scheele menghentikan pertandingan setelah sikap penonton dianggapnya keterlaluan merugikan Malaysia. Dalam peristiwa yang dikenal sebagai "tragedi Senayan" itu pasangan Mulyadi/Agus Susanto berhasil mengalahkan Tan Yee Khan/Ng Boon Bee dari Malaysia. Kedudukan berubah menjadi 4-4. Scheele lalu menghentikan pertandingan, karena ia menganggap kemenangan pasangan Indonesia tadi dimungkinkan oleh "campur tangan" penonton. Sebagai Honorary Referee, ia memang berwenang menyetop pertandingan itu. Citra Indonesia jadi rusak. Hampir empat tahun Indonesia tak diberikan kesempatan menyelenggarakan kejuaraan penting yang direstui IBF. "Diplomasi gula" dari Suharso konon menyejukkan hati Scheele. Ceritanya: Menjelang penyelenggaraan Piala Thomas 1973, Suharso yang akan mengikuti sidang IBF mendengar gula pasir lagi seret dan mahal di Inggris. Maka ia membawa oleh-oleh empat kilogram gula pasir. "Oleh-oleh yang berkesan sekali bagi kami," kenang Betty. Sejak itu Scheele akrab sekali dengan Indonesia -- terutama dengan tokoh PBSI Sudirman dan Suharso. Mereka ini aktivis di IBF. Sidang tahunan IBF di Bangkok, 1976, mengangkat Scheele menjadi wakil Presiden Kehormatan IBF seumur hidup, karena jasanya. Semula Scheele menjabat Sekjen IBF selama 38 tahun sampai sidang Bangkok itu. Scheele dan nyonya muncul lagi di Jakarta, ketika perebutan Piala Thomas 1979. Penonton tak lagi mengingat kisah Scheele di Istora Senayan 1967. "Herbert," bisik Betty yang mendampingi suaminya di meja wasit kehormatan, "publik tampak sudah memaafkanmu." Betty mengatakan itu lantaran penonton tak lagi berteriak mengejek setiap Scheele muncul di lapangan seperti tahun 1973. Keduanya riang sekali. Kepada Suharso dikatakannya ia sangat menyukai Indonesia. "Kapan-kapan saya dan Betty ingin datang lagi," katanya. Ia ingin menikmati cerahnya matahari. Scheele jarang bercanda, tapi bisa menertawakan diri sendiri. Kartunis Australia Cedric Baxter melukiskan Scheele sebagai Gulliver yang ditambat kaum Liliput. Gambar ini sebagai tandamata sesudah 38 tahun ia jadi Sekjen IBF. "Betty, lho, yang menambat saya. Bukan kaum Liliput," katanya tertawa. Scheele, veteran Perang Dunia II, ketemu Betty tahun 1941 di sebuah lubang perlindungan. Mereka sama-sama menyelamatkan diri dari serangan bom Jerman. Mereka menikah lima tahun kemudian. Pasangan ini tinggal di Bromley, bagian selatan London tidak punya anak. Tapi, kami tetap rukun," kau Betty, yang kini tingga sendirian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus