PRIA tua bertongkat yang sudah mengabdi hampir setengah abad di
dunia bulutangkis itu tak kelihatan selama turnamen All England
ke-71 pekan lalu. Ini bukan kebiasaannya. Sebagai Honorary
Referee, Herbert Scheele biasanya selalu hadir.
Ke manakah Scheele? Orang berusia 76 tahun itu ternyata
terbaring di suatu rumah sakit Kent -- kawasan Selatan London.
Scheele yang gemar merokok dan minum kopi itu mengidap kanker
paru-paru dan tulang punggung. Menjelang pertandingan final (29
Maret) Ketua Bidang Luar Negeri PBSI Suharso Suhandinata
mendapat kabar dari Ny. Betty Scheele bahwa suaminya dalam
keadaan comma. "Betty menangis sewaktu memberi kabar itu,"
cerita Suharso.
Sekitar pukul 14.00, hari Minggu itu, bersamaan dengan
pertandingan final tunggal putri, Sun Ai Hwang melawan Lene
Koppen, maut menjemput Scheele. Ia tak sempat menyaksikan
lahirnya seorang kampiun baru. Sering Scheele punya pengamatan
jeli terhadap seorang juara. Ia pertama kali memberikan julukan
maestro untuk Rudy Hartono, dan meramalkan juara All England
1977 Fleming Delfs dari Denmark tak akan bertahan lama. Scheele
ternyata benar.
Berita Scheele diumumkan Ketua persatuan Bulutangkis Inggris,
Stuart Wyatt, di Stadion Wembley --seusai Sun Ai Hwang dari
Korea Selatan mengalahkan Lene Koppen dari Denmark. "Turnamen
tahun ini akan selalu diingat sebagai suatu kehilangan besar
bagi dunia bulutangkis," kata Wyatt. "Scheele meninggal." Semua
orang menundukkan kepala.
Scheele dikenal betul di Indonesia, terutama sejak pertandingan
final Piala Thomas 1967. Waktu itu Indonesia melawan Malaysia di
Istora Senayan, Jakarta. Scheele menghentikan pertandingan
setelah sikap penonton dianggapnya keterlaluan merugikan
Malaysia.
Dalam peristiwa yang dikenal sebagai "tragedi Senayan" itu
pasangan Mulyadi/Agus Susanto berhasil mengalahkan Tan Yee
Khan/Ng Boon Bee dari Malaysia. Kedudukan berubah menjadi 4-4.
Scheele lalu menghentikan pertandingan, karena ia menganggap
kemenangan pasangan Indonesia tadi dimungkinkan oleh "campur
tangan" penonton.
Sebagai Honorary Referee, ia memang berwenang menyetop
pertandingan itu. Citra Indonesia jadi rusak. Hampir empat tahun
Indonesia tak diberikan kesempatan menyelenggarakan kejuaraan
penting yang direstui IBF.
"Diplomasi gula" dari Suharso konon menyejukkan hati Scheele.
Ceritanya: Menjelang penyelenggaraan Piala Thomas 1973, Suharso
yang akan mengikuti sidang IBF mendengar gula pasir lagi seret
dan mahal di Inggris. Maka ia membawa oleh-oleh empat kilogram
gula pasir. "Oleh-oleh yang berkesan sekali bagi kami," kenang
Betty.
Sejak itu Scheele akrab sekali dengan Indonesia -- terutama
dengan tokoh PBSI Sudirman dan Suharso. Mereka ini aktivis di
IBF.
Sidang tahunan IBF di Bangkok, 1976, mengangkat Scheele menjadi
wakil Presiden Kehormatan IBF seumur hidup, karena jasanya.
Semula Scheele menjabat Sekjen IBF selama 38 tahun sampai sidang
Bangkok itu.
Scheele dan nyonya muncul lagi di Jakarta, ketika perebutan
Piala Thomas 1979. Penonton tak lagi mengingat kisah Scheele di
Istora Senayan 1967. "Herbert," bisik Betty yang mendampingi
suaminya di meja wasit kehormatan, "publik tampak sudah
memaafkanmu." Betty mengatakan itu lantaran penonton tak lagi
berteriak mengejek setiap Scheele muncul di lapangan seperti
tahun 1973. Keduanya riang sekali.
Kepada Suharso dikatakannya ia sangat menyukai Indonesia.
"Kapan-kapan saya dan Betty ingin datang lagi," katanya. Ia
ingin menikmati cerahnya matahari.
Scheele jarang bercanda, tapi bisa menertawakan diri sendiri.
Kartunis Australia Cedric Baxter melukiskan Scheele sebagai
Gulliver yang ditambat kaum Liliput. Gambar ini sebagai
tandamata sesudah 38 tahun ia jadi Sekjen IBF. "Betty, lho, yang
menambat saya. Bukan kaum Liliput," katanya tertawa.
Scheele, veteran Perang Dunia II, ketemu Betty tahun 1941 di
sebuah lubang perlindungan. Mereka sama-sama menyelamatkan diri
dari serangan bom Jerman. Mereka menikah lima tahun kemudian.
Pasangan ini tinggal di Bromley, bagian selatan London tidak
punya anak. Tapi, kami tetap rukun," kau Betty, yang kini tingga
sendirian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini