Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ancaman Manusia Robot

16 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bayangkan seorang atlet yang dahsyat ala super hero. Bak Arnold Schwarzenegger, dalam film Judgment Day, atlet ini ekstra cepat, kuat, dan tak kenal lelah. Ototnya mungkin terbuat dari kawat, tulangnya dari besi

Atlet sedahsyat itu bukan semata impian kosong. Paling tidak, secara teoritis. Percobaan Lee Sweeney, peneliti dari Universitas Pennsylvania, telah membuka jalan ke arah itu. Uniknya, kekuatan atlet dahsyat ini bukan hasil kerja keras latihan dan bukan pula hasil doping. Istilah "genetic doping" mungkin lebih pas.

Sweeney menjelaskan eksperimennya dalam Journal of Applied Physiology edisi Maret lalu. Ia memakai semacam virus yang telah dijinakkan untuk mengantar gen pemicu hormon penumbuh yang disebut IGF-1. Dengan cara ini, kekuatan otot si pasien meningkat 15-30 persen tanpa latihan. Bila ditambah latihan rutin, kekuatan pasien bakal jauh melampaui batas normal.

Memang, Sweeney baru melakukan percobaan ini pada tikus. Efek negatif juga belum diketahui. Tapi, dia segera diburu para atlet yang ingin kuat dengan jalan pintas. "Ada atlet menawari saya US$ 100 ribu (sekitar Rp 900 juta)," katanya. Padahal, Sweeney sesungguhnya meniatkan hal ini untuk membantu orang sakit atau manula. Seperti diketahui, makin tua kekuatan otot dan tulang manusia menurun dan terus menurun.

Ilmuwan lainnya, Geoffrey Goldspink dari University College Medical School, London, menghasilkan hal serupa dengan metode berbeda. Ia menggelembungkan kekuatan otot tikus dengan menyuntikkan DNA —materi pembawa gen—pembangun otot.

Kelak, bisa jadi kedua teknik tadi digunakan sebagai teknik doping. Suatu hal yang pasti merepotkan karena doping jenis ini tak bakal terdeteksi alat pelacak konvensional. Bukan mustahil pula kedua teknik ini disempurnakan sehingga bisa menggguncang dunia olahraga. Tak ada lagi sportivitas. Itulah bayangan yang paling buruk jika praktek doping yang selalu berkembang tidak selalu diawasi dan diantisipasi.

Awalnya, doping bermula dari kata "dope", yakni sejenis minuman keras suku Kaffern di Afrika Selatan. Kata ini lalu diadopsi ke bahasa Inggris dan kerap diartikan opium atau narkotik. Urusan doping semakin rumit setelah diketemukan senyawa erythropoietin (pemacu produksi sel darah merah), steroid tetrahydrogestrinone (pemacu perkembangan otot), dan human growth hormone (hormon pertumbuhan manusia). Semuanya manjur membuat orang lebih kuat dan lebih cepat.

Sementara itu, Komite Olimpiade Internasional (IOC) selalu telat mengantisipasi jenis-jenis doping baru yang terus bermunculan. Setelah muncul kasus dan diteliti, yang butuh waktu lama, barulah doping tersebut dinyatakan dilarang.

Badan Anti-Doping Dunia (WADA) tak menutup mata terhadap kenyataan itu. Mereka mengaku telah berusaha keras mengantisipasi munculnya jenis doping mutakhir. Tapi, tak ada jaminan bakal selalu ada teknologi yang lihai dan ampuh melacak doping baru. "Tak ada yang tahu apa yang bakal terjadi di dunia olahraga," kata Theodore Friedmann, seorang anggota WADA.

Andy Marhaendra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus