Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dunia sedang dilanda demam Olimpiade. Kota Athena di Yunani, tempat kelahiran Olimpiade, kini menjadi pusat perhatian. Atlet tingkat dunia berkumpul di sini untuk mengadu keterampilan tanpa lagi peduli dengan urusan politik. Bahkan selebriti dunia ramai-ramai datang ke kota ini untuk ikut mencuri perhatian.
Tapi demam Olimpiade itu tak terjadi di Indonesia. Orang banyak yang tidak tahu kapan persisnya Olimpiade dibuka. Bagaimana gemerlap acara pembukaan juga tak bisa ditonton dengan leluasa. Padahal pesta olahraga lain seperti Piala Dunia Sepak Bola jauh-jauh hari sudah dikenal sampai di pelosok-pelosok. Bahkan kejuaraan sepak bola yang bersifat regional seperti Euro 2004kejuaraan sepak bola Piala Eropaberhari-hari menjadi tontonan yang menarik di negeri ini. Berbagai kuis digelar di sejumlah televisi dan nonton bareng diadakan di kafe-kafe.
Kenapa televisi swasta enggan membeli hak siar Olimpiade Athena? Mungkin karena harganya yang mahal, sekitar US$ 900 ribu. Dibandingkan dengan hak siar Piala Dunia, hak penayangan Olimpiade masih lebih murah, apalagi sudah diberikan diskon oleh Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU), pemegang hak siar untuk kawasan Asia Pasifik. Masalahnya adalah ada anggapan di kalangan pengelola televisi bahwa pesta olahraga ini tidak banyak menarik penonton. Kalau penontonnya sedikit, rating berada di bawah, pemasang iklan tidak berminat. Itu yang membuat harga hak siarnya tetap saja terasa mahal meski bisa lebih murah daripada hak siar Piala Dunia.
Tentang rating rendah, ada benarnya. Olimpiade mempertandingkan berbagai cabang olahraga. Tak semua cabang itu populer di sini. Sepak bola, yang paling populer, memang dipertandingkan juga di Athena. Tapi, dari segi kelas, pertandingan itu kalah bergengsi dengan Piala Dunia. Atlet Indonesia pun tak begitu menonjol, kecuali mungkin di cabang bulu tangkis. Dengan fokus perhatian yang terpecah-pecah pada berbagai pertandingan dan tidak banyaknya atlet Indonesia yang bisa unjuk gigi, daya tarik Olimpiade diperkirakan kecil dari segi penonton dan membuat demam Olimpiade jadi sulit diciptakan.
Namun pertimbangan itu lebih banyak dari sudut bisnis. Padahal Olimpiade membuka celah lain, tidak saja untuk mengetahui peta kekuatan olahraga di tiap-tiap negara, tapi juga bisa menambah wawasan mengenai hal lain di luar olahraga. Jika kita tidak membuka informasi yang seluas-luasnya pada kegiatan penting di luar negeri, masyarakat bisa "kurang wawasan", ibarat pepatah lama "bagai katak di bawah tempurung". Karena itulah, jika pertimbangan bisnis sedikit diabaikan, pemerintah sebenarnya dapat turun tangan dengan memberikan subsidi kepada TVRI untuk bisa membeli hak siar Olimpiade Athena. Sebagai media milik pemerintah, TVRI harus diberdayakan dan diberi peran lebih banyak untuk mencerdaskan bangsa, bukannya ikut larut pada tayangan mistik dan hura-hura yang hanya mengejar rating.
Meski tidak semua pertandingan bisa disiarkan, setidaknya acara pembukaan, penutupan, dan pertandingan yang diikuti atlet kita dapat diprioritaskan untuk disiarkan secara langsung. Ini mendorong atlet kita bertanding dengan semangat yang lebih karena ada yang melihat mereka berlaga.
Saat ini diperkirakan ada 21 ribu perwakilan media massa di Athena dan 16 ribu di antaranya dari media elektronik. Sayang, kita hanya bisa menonton Olimpiade dalam sekilas berita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo