USIANYA masih muda, 16 tahun, saat meraih juara tunggal putri Grand Slam Wimbledon Junior yang diadakan pada 8 Juli lalu. Peringkatnya tiba-tiba melejit dari 579 ke 151, setelah menjuarai turnamen tier III Wismilak Open di Nusadua, Bali, 30 September. Kini setelah usianya 17, ia menduduki peringkat 150 dunia. Itulah Angelique Widjaja yang biasa dipanggil Angie, petenis muda berbakat Indonesia kelahiran Bandung, 12 Desember 1984.
Bermain tenis pada usia yang sangat dini, 4 tahun, Angie kecil mengenyam pendidikan tenis di sekolah tenis Fiks, Bandung. Pada usia 7 tahun, gelar juara turnamen pertama kali diraihnya dalam Turnamen Tenis Eldorado yang diadakan di Bandung. Pada Oktober 2000, Angie memperkuat tim Indonesia bersama Novianti Warsono dan Diana Nurfatimah pada kejuaraan dunia NEC World Youth Cup di Hiroshima, Jepang. Walaupun menempati urutan ketujuh, Indonesia sempat mengalahkan Kanada 2-1.
Puncak prestasi juniornya adalah meraih juara Grand Slam Wimbledon Junior. Sayangnya, putri pasangan Rico Widjaja dan Hanita Erwin--pemilik hotel dan pengusaha tekstil ini--belum pernah diperhatikan dan dibiayai oleh Pengurus Besar Persatuan Tenis Lapangan Indonesia. Semua keikutsertaan Angie dibiayai sendiri oleh keluarga.
Menurut Beny Mailili, pengamat tenis, Angie tipikal pemain abad 21, yaitu power game, dengan pukulan stroke yang sangat kuat. Dengan mental bertanding yang bagus, Angie tidak mudah menyerah. "Kemunculan Angie sangat fenomenal," kata Beny Mailili. Angie merupakan orang Asia Tenggara pertama--orang Asia ketiga--yang jadi juara Wimbledon Junior. "Saya menduga Angie bakal jadi pemain bagus," ujar Beny.
Anak kelas dua SMU Taruna Bakti, Bandung, ini dalam hidupnya bercita-cita menjajaki tenis dunia. Menjadi juara satu? "Ya," kata Angie. Siapa tahu.
Ardi Bramantyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini