Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Apa yang terjadi pada Persiraja ?

Persiraja, bekas juara nasional 1980 merosot jauh di piala marah halim ke-10. turnamennya sendiri kurang bermutu, meski ini cuma pemanasan untuk pon. (or)

16 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIBINA oleh pelatih asing, mondok di Singapura selama dua minggu menjelang kejuaraan, toh tim Persiraja tak menakutkan lawan dalam turnamen Piala Marah Halim ke-10 di Stadion Teladan, Medan. Tim yang menjuarai kompetisi sepakbola nasional 1980 ini malah jadi tambang gol bagi kesebelasan yang tergabung di pool B. Dari empat kali pertandingan Persiraja kebobolan 14 gol tanpa balas. Masing-masing dari PSP Padang (2), Australia (5), Jepang (3), dan Korea Selatan (4). "Kami sedang melakukan peremajaan," kata Ketua Umum Persiraja H. Dimurthala mengomentari kegagalan timnya dalam turnamen Piala Mahal ke-10 yang berlangsung dari 24 April sampai 6 Mei. Tim Persiraja kali ini memang tak banyak memasang pemain tua. Nama beken seperti Zaim Merdeka, Rani, serta Joharuddin -- tulang punggung kemenangan Persiraja dalam kompetisi nasional 1980 --telah digantikan oleh Sumurung Siregar, Tablawi, serta Nurdin. Yang masih tersisa tinggal Nasir Gurumud, Rustam Safari, Bustamam, dan beberapa nama lain. "60% dari pemain Persiraja sekarang masih duduk di bangku SLTA," lanjut Dimurthala. Dan "belum berpengalaman." Tapi masyarakat Aceh di Medan, terutama yang mengikuti Piala Mahal, tetap penasaran atas kekalahan beruntun dari Persiraja. Apalagi terbetik berita adanya bandar suap yang menghubungi pemain dari bond Banda Aceh ini. "Kalau ada biar kami yang menyelesaikannya," kata perutusan warga Aceh yang menemui Dimurthala di Hotel Noer begitu Persiraja masuk kotak. Dimurthala membenarkan timnya memang sering diincar bandar suap. Tapi, "saya tetap percaya terhadap ketulusan anak asuhan saya dalam menjunjung nama daerahnya," ujar Dimurthala. Tentang kemungklnan adanya penyuapan? Dimurthala berkata, "Penelitian sedang dilakukan." Kata Dimurthala bahwa Piala Mahal ke-10 bukanlah target Persiraja. Turnamen ini cuma sasaran antara. "Target kami menjuarai PON," kata Dimurthala. Ia menambahkan dalam PON X di Jakarta, September diharapkan 80% dari pemain Persiraja terdiri atas pemain muda. "Kekalahan kami bukan karena salah latihan atau kurang persiapan," lanjutnya. Latihan memang tak kurang, bila sudah sempat ke Singapura segala. Dan bagi penyerang Persiraja Nasir Gurumud, berlatih di bawah Andrew Yap dan Yusuf Oharella dari Singapura banyak sekali manfaatnya. Lewat kedua pelatih asing ini Persiraja digiring ke dalam pola 4-3-3. Yap dan Oharella juga dinilai mampu meningkatkan disiplin di kalangan pemain. "Hanya saja dikarenakan pemain banyak yang muda dan baru maka penerapan pola itu belum matang," kata Nasir. Tak semua orang percaya pada dalih yang dikemukakan Nasir dan Dimurthala. Ketua Penyelenggara Piala Mahal ke 10 A. Wahab Abdy sangat kecewa terhadap penampilan kesebelasan Aceh itu. "Mereka mengatakan turnamen Piala Marah Halim ke-10 ini hanya merupakan pertandingan pemanasan untuk PON?" ujar Wahab Abdy. "Itu alasan saja. Sebenarnya itulah kemampuan mereka. " Tapi Wahab Abdy sendiri harus menjawab kenyataan lain. Dari empat tim dalam negeri yang terjun di Piala Mahal ke-10 tak hanya Persiraja vang tak mengesankan. Juga tuan rumah PSMS. Berada di pool A bersama Persija Jakarra, Singapura, Belanda, dan Muangthai hanya sekali PSMS mencatat seri. Selebihnya kalah. "Kami kekurangan pemain," kata Wahab Abdy yang juga Ketua PSMS. Ia menambahkan telah diminta empat pemain Mercu Buana Galatama yang tergabung dalam regu PON X Sumatera Utara untuk memperkuat tim. Tapi ditolak oleh Manajer tim Mercu Buana, Kamaruddin Panggabean. "Akhirnya apa adanya sajalah yang diturunkan," lanjut Wahab Abdy. Penonton Merosot Peserta dari luar negeri, diakui Wahab Abdy, juga bukan tim yang baik seperti turnamen sebelumnya. "Singapura yang semula berjanji akan mengirim tim terbaiknya ternyata entah tim apa yang mereka kirimkan," kata Wahab Abdy. Ia juga membenarkan tim Belanda kali ini lebih rendah kualitasnya dibandingkan mereka yang datang tahun lalu. Yang agak lumayan cuma tim Korea Selatan yang menyertakan tiga pemain nasionalnya. Kemerosotan mutu peserta Piala Mahal ke-10 berpengaruh besar terhadap penonton. Selama babak penyisihan Stadion Teladan yang berkapasitas 25.000 orang itu hanya diisi oleh 2.000 pecandu saja. Baru setelah tinggal empat semifinalis yang bertanding - Korea Selatan, Jepang, Belanda, dan Australia -- penonton berangsur lagi memadati stadion. "Tak rugi dan tak untung," kata Wahab Abdy membeberkan pembiayaan Pala Mahal ke-10 - yang menelan sekitar Rp 260 juta itu. Dalam turnamen sebelumnya, dikelola oleh Kamaruddin Panggabean, hampir selalu ada laba. Kamaruddin menolak memberikan komentar terhadap kemerosotan mutu Piala Mahal ke-10. Tapi sebelum digeser dari kursi ketua penyelenggara yang sudah didudukinya selama sembilan tahun, ia pernah mengatakan akan kembali lagi jika citra Piala Mahal melorot jatuh. Apalagi turnamen Piala Marah Halim termasuk turnamen penting: kegiatan yang diakui oleh Federasi Sepakbola Internasional (FIFA).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus