DIBINA oleh pelatih asing, mondok di Singapura selama dua minggu
menjelang kejuaraan, toh tim Persiraja tak menakutkan lawan
dalam turnamen Piala Marah Halim ke-10 di Stadion Teladan,
Medan.
Tim yang menjuarai kompetisi sepakbola nasional 1980 ini malah
jadi tambang gol bagi kesebelasan yang tergabung di pool B. Dari
empat kali pertandingan Persiraja kebobolan 14 gol tanpa balas.
Masing-masing dari PSP Padang (2), Australia (5), Jepang (3),
dan Korea Selatan (4).
"Kami sedang melakukan peremajaan," kata Ketua Umum Persiraja H.
Dimurthala mengomentari kegagalan timnya dalam turnamen Piala
Mahal ke-10 yang berlangsung dari 24 April sampai 6 Mei.
Tim Persiraja kali ini memang tak banyak memasang pemain tua.
Nama beken seperti Zaim Merdeka, Rani, serta Joharuddin --
tulang punggung kemenangan Persiraja dalam kompetisi nasional
1980 --telah digantikan oleh Sumurung Siregar, Tablawi, serta
Nurdin. Yang masih tersisa tinggal Nasir Gurumud, Rustam Safari,
Bustamam, dan beberapa nama lain. "60% dari pemain Persiraja
sekarang masih duduk di bangku SLTA," lanjut Dimurthala. Dan
"belum berpengalaman."
Tapi masyarakat Aceh di Medan, terutama yang mengikuti Piala
Mahal, tetap penasaran atas kekalahan beruntun dari Persiraja.
Apalagi terbetik berita adanya bandar suap yang menghubungi
pemain dari bond Banda Aceh ini. "Kalau ada biar kami yang
menyelesaikannya," kata perutusan warga Aceh yang menemui
Dimurthala di Hotel Noer begitu Persiraja masuk kotak.
Dimurthala membenarkan timnya memang sering diincar bandar suap.
Tapi, "saya tetap percaya terhadap ketulusan anak asuhan saya
dalam menjunjung nama daerahnya," ujar Dimurthala. Tentang
kemungklnan adanya penyuapan? Dimurthala berkata, "Penelitian
sedang dilakukan."
Kata Dimurthala bahwa Piala Mahal ke-10 bukanlah target
Persiraja. Turnamen ini cuma sasaran antara. "Target kami
menjuarai PON," kata Dimurthala. Ia menambahkan dalam PON X di
Jakarta, September diharapkan 80% dari pemain Persiraja terdiri
atas pemain muda. "Kekalahan kami bukan karena salah latihan
atau kurang persiapan," lanjutnya.
Latihan memang tak kurang, bila sudah sempat ke Singapura
segala. Dan bagi penyerang Persiraja Nasir Gurumud, berlatih di
bawah Andrew Yap dan Yusuf Oharella dari Singapura banyak sekali
manfaatnya. Lewat kedua pelatih asing ini Persiraja digiring ke
dalam pola 4-3-3. Yap dan Oharella juga dinilai mampu
meningkatkan disiplin di kalangan pemain. "Hanya saja
dikarenakan pemain banyak yang muda dan baru maka penerapan pola
itu belum matang," kata Nasir.
Tak semua orang percaya pada dalih yang dikemukakan Nasir dan
Dimurthala. Ketua Penyelenggara Piala Mahal ke 10 A. Wahab Abdy
sangat kecewa terhadap penampilan kesebelasan Aceh itu. "Mereka
mengatakan turnamen Piala Marah Halim ke-10 ini hanya merupakan
pertandingan pemanasan untuk PON?" ujar Wahab Abdy. "Itu alasan
saja. Sebenarnya itulah kemampuan mereka. "
Tapi Wahab Abdy sendiri harus menjawab kenyataan lain. Dari
empat tim dalam negeri yang terjun di Piala Mahal ke-10 tak
hanya Persiraja vang tak mengesankan. Juga tuan rumah PSMS.
Berada di pool A bersama Persija Jakarra, Singapura, Belanda,
dan Muangthai hanya sekali PSMS mencatat seri. Selebihnya kalah.
"Kami kekurangan pemain," kata Wahab Abdy yang juga Ketua PSMS.
Ia menambahkan telah diminta empat pemain Mercu Buana Galatama
yang tergabung dalam regu PON X Sumatera Utara untuk memperkuat
tim. Tapi ditolak oleh Manajer tim Mercu Buana, Kamaruddin
Panggabean. "Akhirnya apa adanya sajalah yang diturunkan,"
lanjut Wahab Abdy.
Penonton Merosot
Peserta dari luar negeri, diakui Wahab Abdy, juga bukan tim yang
baik seperti turnamen sebelumnya. "Singapura yang semula
berjanji akan mengirim tim terbaiknya ternyata entah tim apa
yang mereka kirimkan," kata Wahab Abdy. Ia juga membenarkan tim
Belanda kali ini lebih rendah kualitasnya dibandingkan mereka
yang datang tahun lalu. Yang agak lumayan cuma tim Korea Selatan
yang menyertakan tiga pemain nasionalnya.
Kemerosotan mutu peserta Piala Mahal ke-10 berpengaruh besar
terhadap penonton. Selama babak penyisihan Stadion Teladan yang
berkapasitas 25.000 orang itu hanya diisi oleh 2.000 pecandu
saja. Baru setelah tinggal empat semifinalis yang bertanding -
Korea Selatan, Jepang, Belanda, dan Australia -- penonton
berangsur lagi memadati stadion. "Tak rugi dan tak untung,"
kata Wahab Abdy membeberkan pembiayaan Pala Mahal ke-10 -
yang menelan sekitar Rp 260 juta itu. Dalam turnamen sebelumnya,
dikelola oleh Kamaruddin Panggabean, hampir selalu ada laba.
Kamaruddin menolak memberikan komentar terhadap kemerosotan mutu
Piala Mahal ke-10. Tapi sebelum digeser dari kursi ketua
penyelenggara yang sudah didudukinya selama sembilan tahun, ia
pernah mengatakan akan kembali lagi jika citra Piala Mahal
melorot jatuh. Apalagi turnamen Piala Marah Halim termasuk
turnamen penting: kegiatan yang diakui oleh Federasi Sepakbola
Internasional (FIFA).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini