BUNYI denyit mengilukan terdengar ketika mesin pemotong di
pabrik PT Intalan Works (IW) di daerah Ancol Barat, Jakarta,
menggilas tumpukan batang logam berwarna perak. Hanya dalam
beberapa detik batangan aluminium itu terpotong dan dua
karyawan dengan sigap mengumpulkannya.
Itulah aluminium ekstrusi, logam yang kini banyak dipergunakan
untuk kusen pintu, jendela, penyekat ruangan, pelindung
matahari, langit-langit dan aneka ragam keperluan arsitektur
bangunan rumah dan kantor. Perusahaan pertama yang merintis
usaha ini (1971) PT IW, 4 Mei lalu mensponsori sebuah seminar
yang membahas masa depan aluminium ekstrusi.
Sambutan terhadap seminar datang dari para pengusaha dan
pejabat-pejabat pemerintah. Antara lain, Menmud Urusan Perumahan
Rakyat, dan Dirjen Aneka Industri, Departemen Perindustrian.
"Penggunaan aluminium dalam industri perumahan nampaknya makin
berkembang dan prospeknya cerah," kata - Ir. Kusudiarso
Hadinoto, Dirjen Aneka Industri dalam seminar tersebut.
Ucapan itu dibenarkan oleh para pengusaha aluminium. "Setiap
tahun kami menghasilkan 18.000 ton, dilempar ke pengolah dan
proyek-proyek bangunan yang kami tangani," kata Iwan Valiant
Joesoef, wakil direktur utama PT IW. Dalam jumlah itu pula
perusahaan yang mempunyai karyawan 220 orang itu mengimpor bahan
baku dari Kaiser Aluminium di Oakland, California.
Ia mengatakan logam ekstrusi kini semakin menarik karena sudah
bisa dibuat aneka warna terutama cokelat dan hitam. Logam ini,
katanya, kini sudah digunakan di sekitar 50 proyek yang mereka
tangani seperti Hotel Hilton di Jakarta. Begitu pula beberapa
departemen dan proyek perumahan.
Apakah aluminium ini akan menggeser kayu? "Untuk sekarang belum.
Tetapi, mungkin 10 atau 20 tahun lagi," kata S. Rifni SH,
Manajer PT Alcan Indonesia, perusahaan patungan Kanada-Pemda
DKI, yang juga bergerak di bidang pembuatan aluminium ekstrusi.
Menurut Rifani yang sudah jelas "diambil" oleh aluminium adalah
bangunan yang menggunakan teknologi tinggi.
Tiap tahun memproduksi sekitar 6900 ton aluminium ekstrusi dan
untuk atap rumah perusahaan yang berdiri sejak 1973 ini juga
masih mengimpor bahan baku. Mereka banyak menangani
proyek-proyek bangunan dan perumahan yang ditangani secara
khusus oleh PT Jaya Aluminium, anak perusahaan PT Pembangunan
Jaya.
Rifani mengatakan prospek bisnis aluminium memang teramat cerah.
Yang kini sedang melonjak adalah di bidang transportasi dan
telekomunikasi. "Bakbak truk dan badan mobil lebih efisien pakai
aluminium," ujarnya. "Belum lagi kabel-kabel telekomunikasi."
Karena itu Rifani menyarankan agar para pengusaha kayu mulai
bersiap-siap mengupayakan jenis usaha lain, terutama nanti
setelah proyek PT Inalum di Asahan mulai berproduksi pertengaban
tahun depan. "Bisa diupayakan usaha lain yang punya nilai tambah
yang lebih tinggi, misalnya mebel," ucapnya.
Kayu Vs Aluminium
Tetapi, saran itu ditanggapi dengan tenang oleh para pengusaha
kayu. "Kami memang kehilangan porsi dari kantor-kantor. Untuk
perumahan belum. Aluminium kan untuk yang mewah-mewah dan
harganya mahal. Harga kayu tetap tak akan bisa mereka lawan,"
ujar Andang Suryono, Sekjen Asosiasi Podusen Hasil Kayu
Indonesia (APHKI).
Ia tak khawatir aluminium akan bisa menggeser peranan kayu di
bidang perumahan. Tapi para pembuat kusen di daerah Manggarai
Utara nampaknya takut pada serbuan aluminium ini. "Sekarang
memang belum terlihat, karena tak semua aluminium bisa dibentuk
atau diukir. Kalau mereka nanti punya alat cetak seperti itu,
kami akan kelabakan," kata M. Thohir, 33 tahun, pemilik PD
Ichtiar, perusahaan kusen kayu di Jalan Manggarai Utara,
Jakarta.
Pengusaha muda itu mengatakan salah satu kelebihan kayu,
terutama jati, adalah keaslian dan keindahannya kalau diukir.
Sekitar 20 pembuat kusen bekerja di situ dan mereka semua masih
satu keluarga. "Kami ingin juga punya asosiasi, tapi susah
karena semua mau maju sendiri," ucapnya.
Harga kusen dari bahan aluminium dan kayu jati memang berbeda.
Harga kayu jati permeter sekitar Rp 5500. Sedangkan aluminium Rp
4000. Tapi kebanyakan konsumen lebih banyak menggunakan kayu
jenis lain sepert meranti dan borneo yang harganya sepertiga
kali lebih murah dibandingkan aluminium.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini