SEBAGAI tuan rumah Asian Games tahun 1982 (19 November-4
Desember) India tak berharap menjadi juara umum. Sebab negara
itu rupanya sudah cukup puas dengan prestasinya sekarang, yakni
"rekor 18 bulan" mempersiapkan segala kebutuhan untuk pesta
olahraga Asia yang akan dibuka tepat pada HUT ke-65 PM India,
Indira Gandhi.
Sudah sejak 1978, India menyatakan diri siap sebagai
penyelenggara AG 1982. Tapi sewaktu Indira Gandhi kalah di
gelanggang politik (1979), penggantinya, Charan Singh, mencoret
anggaran AG dari proyek negara. Beruntung Indira Gandhi kembali
menerima tampuk pimpinan pemerintahan India, Januari 1981.
Kemudian bagaikan dalam dongeng, terus menerus ia menggosok
lampu wasiat Aladin supaya proyeknya itu tidak mati.
Sebelum AG 1982 resmi diadakan di India, Indira harus menghadapi
lawan-lawan politiknya. Serangan terbesar tertuju pada anggaran
penyelenggaraan pesta olahraga itu. Anggaran resmi 3,6 milyar
rupee (@ Rp 70), dianggap satu pemborosan luar biasa bagi negara
berpenduduk lebih dari 600 juta jiwa yang masih sering dilanda
penyakit menular, banjir, kekurangan makan, kekurangan air
minum, kekurangan sekolah dan sebagainya. Belum lagi anggaran
yang dikeluarkan pihak swasta, khususnya perhotelan.
Sebuah majalah dari kalangan oposisi antara lain menulis "biaya
pembangunan kolam renang sebetulnya cukup untuk membangun 12.500
sekolah dasar di kampung-kampung. Pembuatan 6 jalan layang
(flyover) baru (sudah ada 3) untuk arena balap sepeda dan
maraton di New Delhi lebih baik membuat sarana air minum bagi
penduduk di wilayah yang tinggi angka kematian bayinya atau di
Uttar Pradesh."
India sendiri tahun 1981-82 dalam keadaan kekurangan bahan
bangunan, terutama semen dan baja. Sedangkan dengan adanya
proyek AG ini beberapa pejabat antara lain Menteri Ketua
Maharashtra, Abdul Rahman Antula, diketahui membuat skandal
besar. Ia memerintahkan pejabat-pejabat urusan izin pembelian
semen untuk hanya melayani distributor-distributor yang ia
dirikan. Selain skandal dan korupsi pejabat, terjadi pula
pemerasan terhadap kaum buruh yang bekerja di proyek-proyek AG.
Di luar itu timbul juga masalah kesalahan konstruksi. Stadion
utama beratap (indoor stadium) dengan kapasitas 25.000 kursi dan
disebut-sebut sebagai "terbesar di Asia" harus dibongkar lagi.
Sebab ternyata tiang-tiangnya tak mampu menyangga atap. Stadion
renang pun bernasib serupa. Setelah tiang-tiangnya ditegakkan,
para teknisinya menemukan kenyataan tiang-tiang itu bisa ambruk
karena beratnya atap. Akhirnya terpaksa tanpa atap.
Stadion (Dalam) Indraprastha yang megah dengan "atap kubah nomor
3 Besar di dunia," sebagaimana pernah disiarkan Radio BBC --
cukup membanggakan. Ini satu bangunan baru melengkapi Stadion
Jawaharlal Nehru (tempat AG pertama/1951). Di sekitar Stadion
Nehru yang berkapasitas 75.000 kursi itu kini dikembangkan
"paru-paru kota" yang pertama dibuat untuk New Delhi. Lapangan
atletiknya pun sudah ditingkatkan setaraf standar Olympiade.
Kebisingan lalu-lintas segelintir orang kaya bagi masyarakat
jelata India juga akan berkurang dengan adanya 6 jalan layang
baru sepanjang 290 km. Adanya sarana baru kolam renang, lapangan
atletik, diharapkan masyarakat pencinta olahraga India akan
lebih berkembang.
Komite Olahraga India pun kini diperkaya dengan alat-alat
komputer untuk kolam renang dan atletik. Belum lagi alat-alat
pemroses data dengan sistem komputer untuk pers dan media massa
lainnya. Kalau dulu dengan Asian Games (1962) di Jakarta
melahirkan pemancar televisi untuk Indonesia kini India dengan
penyelenggaraan AG 1892 ini akan memperkenalkan siaran televisi
berwarna dan sistem telepon PABX.
Catatan baru bagi sejarah AG juga akan dilahirkan di India,
yakni perlombaan cabang olahraga baru untuk AG: bolatangan,
golf, berkuda, dan mendayung. Dengan tambahan 4 cabang olahraga
baru ini, untuk pertama kali di AG dipertandingkan 21 cabang
olahraga. Jumlah negara pesertanya pun naik dari 25 negara di AG
Bangkok 1978 menjadi 30 negara di New Delhi. Atlet yang akan
bertanding lebih dari 5.000 orang, dengan kontingen besar antara
lain India sendiri (493) menyusul Jepang (470), Kor-Sel (441)
dan Cina (400).
Indonesia sudah mencatatkan akan ikut di 19 cabang olahraga
dengan jumlah atlet sebanyak 131. Beberapa cabang yang dipilih
KONI Pusat cukup berdasar. Cabang bulutangkis adalah regu
terbesar (14 atlet), merupakan cabang yang diprioritaskan untuk
memulihkan pamor Indonesia setelah kalah dari RRC di Thomas Cup
yang baru lalu. Regu volley juga mendapat prioritas, karena
prestasi regu itu (putr-a-putri) di SEA Games Manila 1981,
walaupun lawan yang harus dihadapi adalah tim-tim juara dunia,
RRC dan Jepang.
Renang (11 atlet) mendapat porsi cukup besar karena di cabang
ini kans lndonesia cukup besar, paling tidak untuk merebut
medali perunggu sebagaimana di AG Bangkok.
Angkat besi (8 atlet) merupakan cabang yang memberikan harapan
medali emas. "Hercules-Hercules" yang sudah dibina sejak
Januari 1981 oleh pelatih dari Polandia, Waldemar Bazanowski,
memberi harapan antara lain dari Warino Lestanto (kelas 67,5 kg)
dan Sorienda Nasution (kelas 60 kg). Warino di pelatnas pernah
dengan angkatan clean & jerknya (155 kg), menyamai rekor Asia.
Di luar emas dari angkat besi juga diharapkan dari cabang
panahan, khususnya dari si pembidik dengan touch emas, Donald
Pandiangan. "Asal saja konsentrasi lagi baik, kenapa tidak,"
kata Pandiangan karyawan (Humas) Angkasa Pnra yang kini juga
gemar membidik dengan lensa kamera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini