DIA baru saja mengikuti penataran wasit di Jakarta (4-8
Oktober). Dari hampir 30 wasit yang ditatar, Risardi Iman, 40
tahun, memperoleh nilai paling tinggi: 100. Tetapi seminggu
kemudian, dalam pertandingan antara klub Liga Utama Niac Mitra
lawan Bintang Timur di Surabaya, 13 Oktober, dia terlibat
kericuhan,
Pada menit ke-53 Joko Malis, penyerang Niac Mitra, menerima
bola umpan dengan sisi badannya. Tetapi kontrol bola tersebut
rupanya kurang pas. Diolahnya cepat-cepat pakai dada. Lantas
ditembakkannya ke gawang dan masuk. Wasit Risardi Iman meniup
pluit panjang dan menunjuk titik di tengah lapangan. Angka 2-0
untuk Niac Mitra.
Gol itu kelihatannya bersih. Kedua orang penjaga garis tidak
melambaikan bendera ketika bola masih dikuasai Joko Malis.
Tetapi kemudian para pemain Bintang Timur beramai-ramai
mengerumuni wasit, memprotes. Dan meminta supaya gol itu
dibatalkan. Menurut mereka, Joko Malis lebih dulu menyentuh bola
dengan tangannya. Protes itu langsung diterima Risardi Iman dan
membatalkan gol kedua tersebut. Sedangkan Niac Mitra bersikeras
gol yang diciptakan penyerangnya itu sah.
Ribuan penonton yang mengharapkan tontonan yang menarik,
ternyata hanya melihat para pemain yang bergerombol mengelilingi
wasit. Lama-lama mereka tak sabar. Teriakan dan batu pun
dilayangkan ke arah wasit yang mereka anggap tak tegas. Bahkan
ada penonton yang mau menyerbu para pemain Bintang Timur. Tetapi
tembakan peringatan petugas keamanan mengusir mereka kembali.
Suasana dalam Stadion Gelora 10 November tegang. Beberapa
penonton menyalakan api dengan cara membakar tumpukan sampah di
dua bak sampah di pinggir lapangan. Para pemain, dengan
menumpang bis yang dikawal ketat, berhasil meninggalkan
lapangan. Sedangkan wasit Risardi berhasil menyelamatkan diri
dengan berkedok seragam ABRI sambil membawa megafon. Dan masuk
ke mobil patroli Garnizun yang sengaja datang menjemput dia di
tengah lapangan.
Jadi hakim susah. Jadi wasit juga susah, keluh wasit Risardi
Iman yang sehari-hari adalah hakim di Pengadilan Negeri Malang.
Kepada wartawan TEMPO dia mengatakan bahwa dia mengubah
keputusan karena yakin Joko Malis memang hand ball lebih dulu.
Tetapi mengapa gol itu dia anulir setelah datang protes dari
Bintang Timur? "Inilah sulitnya. Karena situasi," katanya.
Karena tekanan? "No. Tidak. Saya mengambil keputusan tidak
dengan maksud apaapa. Betul-betul kelual dari sini," katanya
sambil menunjuk ke dadanya.
Dalam suasana diprotes kiri-kanan, Risardi memutuskan
menghentikan pertandingan--masalahnya pun dibawa ke PSSI.
Menurut ceritanya, dia sendiri sebenarnya mau meneruskan
pertandingan yang berlangsung 13 Oktober itu sampai selesai.
Cuma gol kedua yang berakibat ricuh itu ditangguhkan dulu. "Demi
kelangsungan pertandingan. Kalau sudah selesai, proteslah ke
PSSI. Kan ada video yang bisa dijadikan bahan mengambil
keputusan," ujarnya.
Tetapi pada saat genting di sore hari itu, manajer Niac Mitra,
M. Basri, menolak pertandingan dilanjutkan dan gol kedua
"digantungkan". Artinya, Niac hanya mau melanjutkan pertandingan
kalau skor dinyatakan 2-0. "Untuk membuktikan Joko Malis hand
ball atau tidak, bisa dilihat kembali melalui video," kata
Basri.
Sampai akhir pekan kemarin PSSI belum berhasil mengambil
keputusan. Tapi kericuhan itu sendiri menjadi warna hitam dalam
musim kompetisi Liga Utama 1982/1983 yang baru berjalan 2 bulan.
Dan penggemar bola dan pemuja Niac Mitra diuji kesetiaannya,
karena harus membayar untuk pertandingan yang tidak selesai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini