TEWASNYA Knut Jensen di Olimpiade Roma pada 1960 boleh dikatakan menguak misteri doping. Ketika pembalap sepeda Denmark itu tersungkur, dan di dalam darahnya ditemukan amfetamin dan asam nikotinat berlebihan, barulah Komite Olimpiade Internasional (IOC) mencium adanya kasus-kasus mendongkrak prestasi lewat bantuan obat tertentu. Padahal, tahun 1950-an pemakaian obat perangsang sudah jadi kecenderungan di kalangan atlet. Di kamar ganti Olimpiade Helsinki (1952) berserakan alat suntik dan ampul obat perangsang. Jauh sebelum itu, di Olimpiade modern pertama di Athena (1906), seorang atlet balap sepeda mati gara-gara kebanyakan menenggak sejenis minuman yang ternyata mengandung striknin, zat perangsang. Umur doping diperkirakan sudah 2.000 tahun. Kata itu berasal dari nama sejenis brendi yang dibuat dari kulit anggur oleh kaum Boer di Afrika. Minuman itu diberi nama dop. Para gladiator di zaman Romawi kuno pun menyantap ramu-ramuan sebelum berlaga melawan singa untuk menambah kekuatan dan mengurangi rasa sakit. IOC baru membentuk komisi kesehatan untuk meneliti doping pada 1967. Sejak itu pengawasan dilakukan. Di Olimpiade Montreal, 1976, IOC memeriksa 18.00 sampel perangsang sederhana dan 275 sampel anabolic steroid. Hasilnya: tiga persen sampel positif. Namun, di Olimpiade Moskow 1980, tak satu sampel pun positif. Para pakar kesehatan mencurigai Moskow menyembunyikan "sesuatu" mengingat Blok Timur sudah lama jadi sorotan soal pemakaian obat terlarang ini. Daftar obat terlarang terbaru yang dipunyai IOC dikeluarkan pada Mei 1989. Dalam daftar itu, ada enam golongan obat yang diharamkan ditenggak atlet. Kelompok pertama, zat perangsang seperti amfetamin, fencafamin, dan kokain. Kedua, jenis narkotik, misalnya kodein dan morfin. Ketiga, anabolic steroid, contohnya stanozolol (yang dipakai pelari Ben Johnson), dan testosteron. Kelompok keempat adalah beta-blocker, umpamanya acebutolol, aprenolol. Kelompok keenam adalah hormon dan zat analognya, meliputi human chorionic Gonadotrophin (HCG) dan adenocorticotropic hormone (ACTH). Nah, obat dengan nama dagang reaktifan yang ditelan Minarti Timur mengandung zat fencafamin yang tergolong doping karena berfungsi sebagai antidepresan. Fencafamin dalam daftar IOC termasuk kelompok pertama. Dan untuk perangsang yang tergolong aktif ini, si atlet akan dihukum dua tahun kalau terbukti positif. Dan hukuman seumur hidup kalau dua kali kena jaring tes doping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini