Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Antara menyerobot dan terjebak

Tjendrawati,55, diadili pn surabaya. ia dituduh menyerobot tanah dan membuat akta jual beli tanah palsu. tjendrawati membantah tuduhan penipuan, dan mengaku sebagai korban mafia tanah.

8 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang wanita pengusaha diadili dengan tuduhan memalsu surat tanah dan menyerobot tanah orang. Tapi wanita itu mengaku menjadi korban mafia tanah. TJENDRAWATI, 55 tahun, pemilik dua perusahaan tambak udang dan sebuah perusahaan real estate di Surabaya, benar-benar apes. Uangnya ratusan juta ludes, sejak Maret lalu ibu satu anak itu harus meringkuk di sel Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kalisosok, Surabaya. Pekan-Pekan ini. ia diseret pula ke Pengadilan Negeri Surabaya dengan tuduhan menyerobot tanah milik orang lain seluas sekitar 57.000 m2 dan membuat akta jual beli tanah palsu. Tanah di daerah Desa Kalisari, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, yang dianggap hasil serobotan Tjendrawati, letaknya memang strategis. Tak jauh dari Pantai Kenjeran, Surabaya, yang selalu dipadati wisatawan. Apalagi di sekitar tanah itu sedang dibangun perluasan kampus Universitas Airlangga. Dalam dakwaan Jaksa M. Nawawi Latief, Tjendrawati bersama anak buahnya, Tjahjadi Susanto -- kini sudah meninggal -- pada September 1984 berusaha membeli tanah tersebut secara tak sah. Mereka, kata jaksa, telah mengelabui kantor Notaris St. Sindhunata, untuk mendapat akta jual beli tanah tambak tersebut. Caranya, begitu tuduhan jaksa, pengusaha wanita keturunan Cina itu menugasi Tjahjadi agar membeli tanah di daerah Pantai Kenjeran di Desa Kalisari. Melalui calo Said Hasan, Tjahjadi membawa orang bernama Sholeh Malik, yang pura-pura memiliki tanah seluas 32.500 m2 di daerah tambak tersebut. Ternyata, tanah yang diakui milik Sholeh itu sebenarnya punya Malik alias Sami'un. Namun, Tjahjadi jalan terus. Dia minta Sholeh datang ke Notaris Sindhunata untuk mengaku sebagai pemilik tanah itu. Di hadapan notaris, Sholeh memalsu tanda tangan Sami'un. Atas "jasa" itu Tjahjadi memberinya bonus Rp 100 ribu. Jaksa juga menuding Tjendrawati telah memalsukan akta jual beli tanah 24.970 m2 yang diakuinya dibeli dari Asiyah. Padahal Asiyah di Desa Kalisari itu hanya memiliki tanah seluas 9.460 m2 dan tak pernah menjual tanahnya kepada Tjahjadi atau Tjendrawati. Dengan licik, menurut jaksa, Tjendrawati dan Tjahjadi, dengan bantuan Said Hasan, membawa wanita bernama Hayati kepada Sindhunata untuk mengaku sebagai Asiyah. Semua identitas Asiyah ketika itu sudah dikantungi Hayati. Di hadapan notaris, wanita lugu itu mampu "bersandiwara" seolah ia adalah Asiyah. Untuk "sandiwara" itu Hayati mendapat Rp 100 ribu. Kasus tersebut terbongkar setelah seorang pengusaha dari Surabaya, Kadjen, 40 tahun, pada 1990 mengklaim bahwa tanah-tanah yang dimiliki Tjendrawati di daerah Kalisari adalah miliknya. Kadjen tak sekadar bicara, tapi dia mampu menunjukkan surat-surat tanah yang asli. Tentu saja Tjendrawati belingsatan. "Saya sangat kaget karena lahan tersebut sudah tiga tahun saya miliki tanpa ada gangguan," kata Tjendrawati, seperti pengaduannya ke Bakorstanas. Kenapa, katanya, ketika dibelinya tak ada yang menyebut tanah itu milik Kadjen. Berdasarkan pengakuan saksi, nampaknya peranan Said Hasan, dalam memalsukan surat-surat tanah itu, besar. Lelaki asal Banyuwangi itulah yang menyuruh orang-orang yang tak berhak agar mengaku sebagai pemilik tanah. Tapi Said Hasan, dalam pengakuannya pada polisi, mengatakan bahwa Tjahjadilah yang memerintahkan membuat surat-surat palsu tersebut. Untuk kemahirannya itu, katanya, dia mendapat imbalan Rp 250 ribu. Sindhunata pun, dalam keterangannya di depan penyidik, mengatakan merasa tertipu oleh Tjendrawati. Namun, Tjendrawati membantah keras tuduhan penipuan itu. "Saya tak pernah menyuruh orang untuk membuat surat-surat palsu," katanya pada TEMPO di ruang sidang Pengadilan Negeri Surabaya. Ia mengaku telah menjadi korban penipuan mafia tanah, yang didalangi anak buahnya sendiri, Tjahjadi, Kadjen, dan Said Hasan. Maka, sebelum masuk penjara, wanita tua itu mengirim surat ke Bakorstanas dengan tembusan ke berbagai instansi penegak hukum. Kadjen, kata Tjendrawati, karena merasa memiliki surat tanah yang asli, pernah "menodong"-nya Rp 375 juta, sambil mengancam akan memasukkan ke sel jika ia tak mau membayar. "Karena takut, saya kemudian memenuhi permintaannya," katanya dalam surat pengaduannya. Belakangan Kadjen, cerita Tjendrawati, mencoba lagi memerasnya dan minta uang Rp 770 juta. Bila ia tak mau membayar, Kadjen akan melaporkan Tjendrawati pada polisi. Kali ini Tjendrawati tak mau menuruti. Maka, ia dilaporkan ke Polda Jawa Timur dan ditahan. Pengacara Tjendrawati, Elza Syarief, menilai tuduhan jaksa kurang kuat. Dan kenapa, katanya, hanya Tjendrawati yang dijadikan terdakwa, sementara Said Hasan sendiri hanya dijadikan saksi. "Padahal, Tjendrawati orang berduit masa mau menipu," ujar Elza. Keterangan saksi yang dipakai sebagai bahan menyusun dakwaan pun, kata Elza, seperti dipaksakan. Di persidangan memang ada berita acara, polisi yang ternyata tak benar. Misalnya keterangan Asiyah. Wanita ini ternyata tak pernah dipanggil dan diperiksa petugas Polda Jawa Timur. Ia hanya mengaku pernah didatangi dua orang suruhan Said Saleh -- seorang calo tanah -- yang minta tanda tangannya, entah untuk apa. Kadjen, yang Senin lalu seharusnya hadir sebagai saksi di sidang, ternyata tak muncul dengan alasan sakit kaki. Ketika dihubungi TEMPO lewat telepon di rumahnya, ia tak peduli pada "nyanyian" Tjendrawati. "Tjendrawati bicara apa, terserah. Keterangan saya yang penting ada di penyidik," katanya. Kasus tanah Kalisari di atas hanyalah salah satu contoh rawannya tanah-tanah strategis dari perkara. Karena lihainya pelaku-pelaku kejahatan, kadang-kadang tak jelas siapa pihak yang benar dan siapa yang berpura-pura benar. Gatot Triyanto dan Kelik M. Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus