Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kapolsek yang makan tanaman

Kapolsek slamet a.c. di hanau, hulu sungai seruyan, kal-teng, bersama untung leon dan ibas, ditangkap polisi. diduga mereka terlibat perampokan di rumah h.samanhudi. lima pelaku lainnya buron.

8 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang kapolsek ditangkap anak buahnya, diduga memimpin perampokan. Dua orang tewas dalam perampokan itu. INI baru cerita tentang pagar makan tanaman. Seorang kepala Polisi Sektor (Polsek) Sersan Kepala Slamet A.C. di Hanau, kecamatan di Hulu Sungai Seruyan, Kalimantan Tengah, kini ditangkap polisi bersama seorang anak buahnya, Kopral Satu Untung Leon, dan seorang sipil karena terlibat perampokan di daerahnya sendiri, sementara lima pelaku lain masih buron. Menariknya, komplotan itu, digulung anak buah Slamet sendiri. "Kami akan mengusut tuntas kasus yang mencoreng citra kepolisian ini," kata Kapolres Sampit, Letnan Kolonel Suryo Sadewo. Menurut polisi, perampokan pada Jumat dini hari, dua pekan lalu, itu dengan matang direncanakan oleh Kapolsek Slamet bersama komplotannya. Sebelum beraksi, Slamet sengaja memutuskan jalur komunikasi dengan membawa radio SSB Polsek ke Sampit. Dan tiga hari menjelang perampokan, di rumah seorang anggota komplotan itu, Chong, mereka rapat menyusun rencana perampokan itu. Ketika itu mereka menetapkan sasaran rumah Haji Samanhudi, yang dikenal sebagai saudagar emas terkaya di Pembuang Hulu. Mereka pun berbagi tugas. Slamet, Untung dan Chong siap di speedboat, sedangkan lima orang lainnya, dipimpin Ibas, menjarah rumah Haji Samanhudi. Pagi-pagi, mereka dengan speedboat carteran dari Sampit menyusuri Sungai Seruyan. Sekitar tengah malam mereka tiba di Pembuang Hulu, yang berjarak 130 kilometer di utara Sampit. Ketika para perampok itu sampai di sana, Haji Samanhudi, yang dikenal dermawan, kebetulan, sedang berada di Banjarmasin. Seorang sepupu Samanhudi, Masrifah, malam itu terjaga begitu mendengar suara kaca jendela dicongkel. Ia lalu membangunkan adiknya, Anang Syahrani. Anang, segera mengambil senter dan senapan angin dan memeriksa sekeliling ruangan. Tiba-tiba ia melihat kelebatan bayangan orang dari balik kaca nako. Senter ia sorotkan. Tapi malang, ia disambut dua kali salakan pistol, sebuah peluru menghunjam pinggangnya hingga tembus ke perut. Dalam waktu singkat rumah itu dikuasai rampok. Biarpun dian cam, tak satu pun korban yang buka mulut. "Katakan di mana tempat penyimpanan emas dan uang ayahmu!" bentak si perampok sambil mengalungkan celuritnya di leher anak Samanhudi, Arbain. Anak itu tetap bungkam biarpun tubuhnya dibanting-bantingkan perampok ke lantai. Karena jengkel, perampok mengobrak-abrik seisi rumah. Tapi kosong semua. Akhirnya, mereka hanya bisa merenggut kalung dan perhiasan yang melekat di tubuh Masrifah. Setelah itu, para perampok bergegas lari menuju tempat speedboat siap tancap gas. Namun, aksi mereka sudah diketahui polisi. Sebab, Anang -- sebelum meninggal -- masih mampu menyeret tubuhnya menuju rumah sekretaris wilayah kecamatan setempat, Alhadi, yang kemudian melaporkan kejadian itu ke Polsek Hanau. Petugas Polsek segera bergerak. Mereka dengan cepat memergoki gerombolan perampok itu ketika baru kabur sejauh 700 meter dari rumah Samanhudi. Segera saja kedua pihak terlibat baku tembak jarak dekat di malam gulita, sampai akhirnya peluru mereka sama-sama habis. Tapi pergumulan terus berlanjut. Lama-lama pihak perampok yang terdesak. Ibas kena popor pada wajahnya. Dari tangannya, polisi mendapatkan revolver 38 spesial, yang mereka kenal sebagai senjata dinas Kapolsek. Ibas sendiri, konon, di tengah sekaratnya menyebut-nyebut nama Slamet. Kapolres Suryo yakin, Slamet dan Untung Leon terlibat dalam perampokan itu. "Cuma, sampai sejauh mana kadar keterlibatannya, apakah sebagai dalangnya, sebagai peserta, ataukah yang membekingi saja, itu masih dalam penelitian," ujar Suryo. Slamet baru setahun ini menjadi Kapolsek Hanau. Rencananya, 30 Mei lalu Slamet dipromosikan ke Polres Sampit. Bahkan, surat keputusan mutasinya pun sudah turun. Tapi, "Begitu ia ketahuan merampok, ya, dicopotlah. Buat apa dilindungi," kata Suryo tandas. Almin Hatta (Banjarmasin) dan Ardian Taufik Gesuri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus