Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Awas, Giginya

Mutu petinju yang jelek dan masalah duit hingga banyak klub yang tak mengirimkan petinju tangguh. kejuaraan sarung tinju emas v medan.

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA petinju naik ring dan pulang dengan muka lebam, itu hal yang jamak. Tapi Sugiarto dari Sasana Orang Tua, Jawa Tengah, memperoleh lain dari kejuaraan Sarung Tinju Emas (STE) V. Ia pulang dari Medan dengan cupang (bekas gigitan) di leher pekan lalu. Adalah Yong Tara dari Sasana Tiger, Medan, yang mempertontonkan gaya Dracula itu. Ceritanya begini: ketika memasuki ronde keempat, Tara sebetulnya sudah kehabisan napas. Apa akal? Bernafsu untuk menang, ia tiba-tiba menggelayut di tubuh lawan, dan dengan cepat mendaratkan giginya di leher Sugiarto. "Bikin malu Medan saja," cemooh penonton. Tara akhirnya dinyatakan kalah RSC (Referee Stop Contest). Umumnya peserta -- 131 petinju dari 34 sasana -- memang tak memperlihatkan teknik pertandingan yang baik. STE semula dimaksudkan sebagai arena prestasi bagi petinju pilihan, malah diharapkan lebih baik dari kejuaraan nasional. Ternyata ia bergeser jauh dari ide semula. "Melihat mutu petinju STE kali ini saya kecewa sekali," komentar kampiun tinju nasional, Syamsul Anwar. Merosotnya mutu STE, menurut Pieter Gedoan dari Pengurus Besar Pertina, juga dikarenakan faktor duit. "Banyak sasana tak mampu mengirimkan petinju lantaran tak ada biaya," katanya. Ia memberi contoh atlet nasional Ronny Sarimolle dari Sasana Maluku Jaya, Jakarta, yang absen gara-gara tak ada ongkos. Sumatera Utara justru menggunakan STE di Medan ini untuk menurunkan atlet sebanyak mungkin. Sekalipun ketrampilan mereka belum dapat diandalkan. Berkata Haji M.Y. Effendi Nasution, Ketua Pertina Sum-Ut: "Target kami memang memperbanyak jumlah dulu, setelah itu baru mutu." Dari 49 petinju asal 11 sasana, medali emas yang diraih Sum-Ut cuma tiga -- atas nama olahragawan nasional Ucok Tanamal, Erwinsyah, dan Krismanto. Beberapa sasana memalsukan umur petinju untuk bisa diturunkan. Wah Murja dari Sasana Pemuda Pancasila Medan, misalnya. Sekalipun baru berusia 16 tahun, dan dalam kategori junior, ia diturunkan juga oleh ayahnya Murja. Akibatnya? Wah menjadi bulan-bulanan petinju nasional Charles Yerisetouw dari Sasana Cenderawasih, Irian Jaya. Dari STE V terbetik pula berita main suap. M. Arif Pohan, Ketua Komisi Teknik Pertina Sumatera Barat, mencurigai A dari Sasana KNPI, Bukittinggi. A, yang mentargetkan medali perak, sering memukul KO lawan. Kemudian ia terlibat dalam pembicaraan serius dengan seorang petinju Sumatera Utara. Selanjutnya tanpa diduga, ia dipukul roboh oleh musuhnya pada ronde kedua. A mengatakan tangannya cedera dan tidak berada dalam kondisi yang baik. "Padahal sebelum pertandingan dokter menyatakan kondisinya fit," kata Pohan. Di ronde pertama A sempat unggul angka 20 - 18. Kasusnya akan diusut oleh Pertina Sumatera Barat. Kejutan prestasi dalam STE V hanya terjadi di kelas terbang. Arief dari Sasana Bina Satria, Jawa Timur, berhasil menyingkirkan finalis Rahman Mone, bekas petinju nasional yang mewakili Sumatera Barat. Sedang 10 juara lain adalah kampiun nasional semua. "STE ini memang sudah perlu dirombak," komentar ketua Komisi Teknik Pertina, Benny Tandiono, akhirnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus