JIKA petinju naik ring dan pulang dengan muka lebam, itu hal
yang jamak. Tapi Sugiarto dari Sasana Orang Tua, Jawa Tengah,
memperoleh lain dari kejuaraan Sarung Tinju Emas (STE) V. Ia
pulang dari Medan dengan cupang (bekas gigitan) di leher pekan
lalu.
Adalah Yong Tara dari Sasana Tiger, Medan, yang mempertontonkan
gaya Dracula itu. Ceritanya begini: ketika memasuki ronde
keempat, Tara sebetulnya sudah kehabisan napas. Apa akal?
Bernafsu untuk menang, ia tiba-tiba menggelayut di tubuh lawan,
dan dengan cepat mendaratkan giginya di leher Sugiarto. "Bikin
malu Medan saja," cemooh penonton. Tara akhirnya dinyatakan
kalah RSC (Referee Stop Contest).
Umumnya peserta -- 131 petinju dari 34 sasana -- memang tak
memperlihatkan teknik pertandingan yang baik. STE semula
dimaksudkan sebagai arena prestasi bagi petinju pilihan, malah
diharapkan lebih baik dari kejuaraan nasional. Ternyata ia
bergeser jauh dari ide semula. "Melihat mutu petinju STE kali
ini saya kecewa sekali," komentar kampiun tinju nasional,
Syamsul Anwar.
Merosotnya mutu STE, menurut Pieter Gedoan dari Pengurus Besar
Pertina, juga dikarenakan faktor duit. "Banyak sasana tak mampu
mengirimkan petinju lantaran tak ada biaya," katanya. Ia memberi
contoh atlet nasional Ronny Sarimolle dari Sasana Maluku Jaya,
Jakarta, yang absen gara-gara tak ada ongkos.
Sumatera Utara justru menggunakan STE di Medan ini untuk
menurunkan atlet sebanyak mungkin. Sekalipun ketrampilan mereka
belum dapat diandalkan. Berkata Haji M.Y. Effendi Nasution,
Ketua Pertina Sum-Ut: "Target kami memang memperbanyak jumlah
dulu, setelah itu baru mutu." Dari 49 petinju asal 11 sasana,
medali emas yang diraih Sum-Ut cuma tiga -- atas nama
olahragawan nasional Ucok Tanamal, Erwinsyah, dan Krismanto.
Beberapa sasana memalsukan umur petinju untuk bisa diturunkan.
Wah Murja dari Sasana Pemuda Pancasila Medan, misalnya.
Sekalipun baru berusia 16 tahun, dan dalam kategori junior, ia
diturunkan juga oleh ayahnya Murja. Akibatnya? Wah menjadi
bulan-bulanan petinju nasional Charles Yerisetouw dari Sasana
Cenderawasih, Irian Jaya.
Dari STE V terbetik pula berita main suap. M. Arif Pohan, Ketua
Komisi Teknik Pertina Sumatera Barat, mencurigai A dari Sasana
KNPI, Bukittinggi. A, yang mentargetkan medali perak, sering
memukul KO lawan. Kemudian ia terlibat dalam pembicaraan serius
dengan seorang petinju Sumatera Utara. Selanjutnya tanpa diduga,
ia dipukul roboh oleh musuhnya pada ronde kedua. A mengatakan
tangannya cedera dan tidak berada dalam kondisi yang baik.
"Padahal sebelum pertandingan dokter menyatakan kondisinya fit,"
kata Pohan. Di ronde pertama A sempat unggul angka 20 - 18.
Kasusnya akan diusut oleh Pertina Sumatera Barat.
Kejutan prestasi dalam STE V hanya terjadi di kelas terbang.
Arief dari Sasana Bina Satria, Jawa Timur, berhasil
menyingkirkan finalis Rahman Mone, bekas petinju nasional yang
mewakili Sumatera Barat. Sedang 10 juara lain adalah kampiun
nasional semua. "STE ini memang sudah perlu dirombak," komentar
ketua Komisi Teknik Pertina, Benny Tandiono, akhirnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini