Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Berita Tempo Plus

Terinspirasi Semangat Atlet Difabel

Kembali menjadi atlet setelah kecelakaan, Leani Ratri Oktila terinspirasi semangat para atlet difabel. Atlet Indonesia pertama yang meraih dua medali emas Paralimpiade Tokyo 2020.

11 September 2021 | 00.00 WIB

Leani Ratri Oktila saat melawan Hefang Cheng dari China dalam perbutan medali tunggal putri, di Stadion Nasional Yoyogi, Tokyo, Jepang,  5 September 2021/REUTERS/Athit Perawongmetha
Perbesar
Leani Ratri Oktila saat melawan Hefang Cheng dari China dalam perbutan medali tunggal putri, di Stadion Nasional Yoyogi, Tokyo, Jepang, 5 September 2021/REUTERS/Athit Perawongmetha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Leani Ratri Oktila menjadi atlet Indonesia pertama yang meraih dua medali emas dan satu perak.

  • Kecelakaan sepeda motor pada 2011 membuat kaki kirinya patah.

  • Terinspirasi semangat para atlet difabel.

LEANI RATRI OKTILA tergolek lemah seusai pertandingan para-badminton nomor tunggal putri SL4 Paralimpiade Tokyo 2020. Pebulu tangkis Indonesia ini memperoleh medali perak setelah dikalahkan wakil Cina, Cheng Hefang, pada partai final. Berlaga di Yoyogi National Stadium, Ahad pagi, 5 September lalu, Leani menyerah setelah menjalani pertarungan tiga set selama 50 menit. "Itu benar-benar event yang membuat kaki sampai gemetar karena kelelahan," kata Leani saat dihubungi, Kamis, 9 September lalu.

Kelelahan itu, Leani menambahkan, disebabkan oleh mepetnya jadwal pertandingan cabang olahraga yang baru pertama kali digelar dalam Paralimipade tersebut. Sehari sebelumnya, Leani berlaga pada partai final ganda putri SL3-SU5 dan berhasil meraih medali emas pertama untuk kontingen Merah Putih. Ia berpasangan dengan Khalimatus Sadiyah, 22 tahun. Mereka mengalahkan pasangan Cina, Cheng Hefang/Ma Huihui. Tim Indonesia mendapatkan kemenangan itu dengan skor 21-18, 21-12.

Seusai laga final ganda putri itu, Leani harus menjalani tes doping hingga pukul 12 malam. Ia baru kembali ke Wisma Atlet Tokyo sekitar pukul 1 dinihari. Itu pun Leani masih harus menjalani pemulihan fisik melalui fisioterapi. "Tidur baru bisa jam 2. Sekitar jam 6 harus sudah bangun karena mesti berangkat ke venue jam 7," ujarnya. "Saya betul-betul tidak bisa mengontrol badan ini, betul-betul capek.”

Tiada waktu untuk bersendu. Leani masih harus menjalani laga final di sektor ganda campuran SL3-SU5 pada sorenya. Leani, yang berpasangan dengan Hary Susanto, menghadapi pasangan Prancis, Lucas Mazur/Noel Faustine. "Pas di mixed-double kelihatan (kelelahan), (baru) empat-lima lima kali pukul bola sudah mau habis (tenaga). Yang membuat saya bangkit lagi, saya kasihan dengan Pak Hary," tutur lajang kelahiran Bangkinang, Riau, 6 Mei 1991, tersebut. Pasangan itu akhirnya menang dan menyumbangkan medali emas kedua.

Leani tak ingin mengecewakan Hary, yang bermimpi meraih medali emas pada usia yang telah menginjak 46 tahun. Menurut Leani, kompatriotnya itu telah berlatih keras untuk bisa mencapai final Paralimpiade. "Saya tak mau kecewain dia. Saya harus menang, harus mati-matian di lapangan," ucapnya. Sewaktu bertanding di nomor tunggal putri, Leani mengungkapkan, fokusnya sempat terbagi untuk tetap menyimpan stamina buat laga berikutnya. "Jangan mengeksploitasi seluruh tenaga.”

Dalam Paralimpiade Tokyo 2020, Leani adalah pemegang peringkat pertama dunia di tiga nomor. Ia satu-satunya atlet Indonesia dan yang pertama meraih dua medali emas, plus satu medali perak. Publik Indonesia pun menggelarinya “Ratu Para-badminton”. "Ini Paralimpiade pertama saya. Saya selalu ingin menunjukkan penampilan terbaik dan maksimal untuk Indonesia," ujar peraih gelar Atlet Para-badminton Putri Terbaik dari Federasi Badminton Dunia (BWF) pada 2018 dan 2019 itu.

Leani berkenalan dengan para-badminton setelah ia mengalami kecelakaan sepeda motor pada 2011. Kecelakaan itu membuat kaki kirinya patah dan menjadi lebih pendek 7 sentimeter daripada kaki kanannya lantaran tidak dioperasi. Akibat kecelakaan lalu lintas itu, lengan kanan Leani yang patah pun tidak bisa dilipat sempurna sehingga tangannya tak dapat menyentuh pundaknya. Menurut Leani, kebanyakan orang kerap tidak mengira bahwa dia atlet difabel.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus