APA jang sedang berlangsung di Training Center Persatuan
Bulu-tangkis Seluruh Indonesia di Senajan memang berbeda dengan
adegan-adegan jang terdjadi di Taman Ismail Marzuki.
Digelanggang Bulutangkis bisa sadja sebuah "komedi" (TEMPO, 1
Mei 1971) berachir dengan kesedihan, setidaknja bagi
pemain-pemain Mintarja, Jumarto dan Budiman jang ketiganja
kebetulan dari PBSI Djaya. Dan apa jang selandjutnja akan
terdjadi mendjelang hari- hari penentuan Team PBSI jang akan
diturunkan dalam kedjuaraan Asia III di Djakarta dalam bulan
Agustus jang akan datang, mungkin sadja merupakan "tragedi" bagi
Indra Gunawan, Nara, Iie atau Kristian barangkali.
Setelah Seleksi bulan April usai, maka semua matapun disorotkan
pada TC PBSI untuk Kedjuaraan ABC nanti. Jang usil mempunjai
alasan untuk bertanja, mengapa Theresia Widiastuti, pemain
single puteri dari Djawa Tengah, jang tidak mengikuti Seleksi
dimasukkan pula dalam TC, pada hal sebelumnja ada ketentuan,
bahwa ketjuali pemain-pemain tertentu seperti Rudy dan Muljadi,
jang lainnja harus mengikuti Seleksi? Ketika pertanjaan itu
menjinggung telinga Sudirman, Ketua Umum PBSI itu tjepat
reaksinja: "Itu akibat kesalah-pahaman antara orang tua Tuti dan
Pengurus Besar". Dan demi keadilan, agar akibat kesalah-pahaman
itu tidak mendjadi beban pemain harapan Tuti, Pengurus Besar
kemudian mengikut-sertakannja dalam TC. Tetapi sudah barang
tentu dengan tjatatan kepada orang tua Tuti jang berpangkat
Kapten Angkatan Darat: "Lain kali undangan seleksi tetap melalui
Pengda (Pengurus Daerah), tidak melalui ajah pemain". Konon
urgensi persiapan untuk Kedjuaraan ABC III dirasakan lebih
mendesak dari persiapan "Uber Cup", sehingga persoalan dengan
pemain-pemain puteri dapat ditangguhkan sementara. Namun
demikian "permainan kebidjaksanaan" terhadap Tuti diteruskan
oleh Pengda Djaya. Tati Sumirah, pemain Djaya jang tersisih dari
Seleksi atas desakan Pengda Djaya achirnja berhasil dimasukkan
kedalam TC pula, dengan backing "protes keras" dari Pengda Djaya
ten-t unja .
Bungsu. Sjahdan Pengurus Besar PBSI maklum benar akan bahaja
"Permainan Kebidjaksanaan" itu. Maka mendjelang Testing Tahap I
diantara pemain-pemain TC (ketjuali Ruy dan Muljadi), Sudirman
bersama Stanley Gouw (Koordinator team pelatih) menjusun sebuah
ketentuan jang terkenal denganli. "Peraturan pertandingan
Testing" tanggal 24 sampai dengan tanggal 29 Mei 1971 antara
lain dikemukakan bahwa dari hasil Testing Ini (tanggal 24 s/d 29
Mei 71) akan diambil untuk TC Tahap II dari Single202 pemain dan
double 3 pasang untuk memperdjelas siapa-siapa sadja pemain
ter-sebut dalam pasal selandjutnja ditegaskan bahwa "Dua pemain
Single jang akan diambil adalah mereka jang menempati kedudukan
ranking I dan II untuk double jang menempati ranking I dan II
langsung masuk TC phase II, sedangkan satu pasang lagi akan
ditentukan berdasarkan hasil penilaian komisi tehnik Tiada
seorangpun meragukan kelantjaran jang berlangsung selama 4 malam
itu (lihat box). Tetapi setelah press release PBSI jang
menjatakan bahwa berdasarkan penilaian prestasi para pemain TC,
Mintarja, Budiman (pemain-pemain double) dan Juniarto
tersisihkan untuk mengikuti TC tahap kedua. Mengapa tidak
langsung ke Sumirat dan Kristian yang terpilih sesuai dengan
"Peraturan Testing" dan "ada apa" dengan Darmawan jang tetap
tinggal di TC setelah ia tjuma berprestasi sebagai ranker ke III
kadang-kadang memang djalan pikiran rasionil dibutuhkan menjadi
Kristian lebih berpotensi untuk bermain double, misalnja bersama
Ade Chandra atau Tatat seperti kemudian jang diusulkan oleh
Stanley Gouw. Meskipun pertanjaan selandjutmja perlu ditjatat
bahwa mengapa tidak dari semula. Kristian ditjoba untuk double
bersama dengan pemain-pemain tersebut. Dan mengapa pula Kristian
diikutsertakan dalam Testing partai single?
Gundah. Berbahagialah mereka jang kuat ingatannja. Karena
mendjelang saat-saat penjusunan Team Bulutangkis Indonesia ke
Asian Games VI di Bangkok peristiwa jang serupa pernah terdjadi.
Konon dalam pemilihan siapa jang berhak mendjadi pemain kc-9,
anggota "bungsu" Team Indonesia diperebutkan pula oleh Kristian
dan Darmawan, meskipun dalam "Seleksi Terachir" pemain muda dari
Djabar, Kristian, lebih unggul dari Darmawan. Namun berdasarkan
perimbangan "tehnis dan lain sebagainja" seperti jang dikatakan
oleh para pengasuh TC PBSI waktu itu, suatu "Seleksi Terachir
jang paling terachir" perlu diadakan keesokan harinja chusus
untuk memilih diantara kedua pemain tersebut. Alhasil Darmawan
berhasil memudahkan Kristian dalam Rubber-set dan tersusunlah
Team Bulutangkis Indonesia ke Asian Games VI '70. Bagaimana
perasaan Kristian pada waktu itu memang dalam "Seleksi Resmi",
tapi kalah dalam "Seleksi Ulangan". "Biarlah, Saja toh tidak
dapat berbuat apa-apa!" Tidak dapat berbuat apa-apa terhadap
Pengurus ketika itu bukan berarti mematikan semanatnja untuk
mengalahkan rivalnja digelanggang permainan. Untuk kesekian
kalinja Kristian jang muda usia membulatkan tekad untuk mendapat
kedudukan terhormat dalam Seleksi ABC. Kini gundahlah mereka
jang kuat ingatannja Mohammad Irsan, Coach PBSI ketika itu,
sempat menjatakan tekadnja bahwa "setelah Asian Games VI beres,
akan saja sikat semua "permainan" dilingkungan elite PBSI".
Pesan serupa bukan tidak singgah dikuping Stanley. Tetapi jang
belakangan ini bisa berbuat apa andai kata dia harus berhadapan
dengan Rudy Hartono atau Minarni misalnja. Dan paling banter ia
mendjelaskan duduknja perkara sebagai hasil "konsultasi bersama
Pudjianto dan Willy Budiman" jang "kemudian dirapatkan dan
diputuskan oleb PB". Harapan orang dengan masuknja Stanley Gouw
bekas Coach Atletik Malaysia jang mentjatat reputasi
interna-sional, menggantikan Almarhum Irsan tinggal mendjadi
harapan jang kosong. Patut dalam suatu pembitjaraan "dari
hati-kehati" dengan TEMPO, Stanley menjinggung pertemuanja
dengan Mohammad Sarengat. "Sprinter Indonesia ini menggugah hati
saja untuk kembali kegelanggang atletik".
Invalid. Pasangan Nara/Indra dan Tatat/Tjun-tjun jang keluar
sebagai ranking I dan II memang tak perlu komentar lagi,
meskipun orang berhak bertanja apa sebab pasangan jang kokoh
seper-ti20Rudy/Indra ditjeraikan. Dalam hal ini seorang jang tak
bidjakpun dapat menemukan djawab jang tepat: "Itu 'kan hanja
orang untuk berpartner dan bertjerai". Namun menjinggung pemain
double Atik jang diusulkan Stanley untuk ditjoba bersama Ade
Tjandra mengundang, jang bertanja selandjutnja. Adakah Atik
lebih baik dari Mintardja. Apakah Mintardja ex-pemain Thomas Cup
Indonesia jang telah serasi dengan Muljadi Indratno. Djaliteng,
Juniarto dan Ade Tjandril (dan bersama jang disebut terachir ini
dia berhasil memdjadi Djuara Nasional Pebruari 1971 di Jogja)
kini sudah invalid'?
Maka, kata sementara orang, kala Pimpinan PBSI berkeras hendak
main "bongkar pasang" dalam partai double itu ibaratnja hendak
menjusun kartu jang sebenarnja sudah terbuka bagi orang jang
tidak buta. Dalam presoalan ini coach Willy Budiman dan pemilih
Kristian memberi keterangannja kepada TEMPO (lihat box)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini