MASIH tetap gondrong dan kuru seperti greyhound (anjing
pacuan), Bjotn Borg menjuarai Wimbledon lima kali
berturut-turut. Dalam final ia mengalahkan John McEnroe dari
Amerika Serikat dalam maraton set (1-6, 7-5, 6-3, 6-7 dan 8-6)
yang menghabiskan waktu 3 jam 58 menit.
Koran Sunday Telegraph di London menyebut pertarungan itu
"terbesar sepanjang masa". Jauh lebih menegangkan dibandingkan
partai final Stan Smith (AS) melawan Ilie Nastase (Rumania) di
tahun 1972 yang juga berlangsung dalam lima set.
"Saya kira inilah pertandingan saya yang paling besar," ujar
Borg seusai turnamen akhir pekan lalu. "Saya bahkan masih belum
percaya bahwa kemenangan itu telah saya rebut."
Borg, 24 tahun, di Wimbledon juga mencetak rekor sebagai pemain
yang memenangkan 35 pertandingan berturut-turut: Itu dicapainya
sejak melewati babak penyisihan di tahun 1976 sampai ia
merenggut gelar untuk ke-5 kalinya. Rod Laver dari Australia (32
kemenangan) memegang rekor itu sampai ia dikalahkan oleh pemain
Inggris, Roger Taylor di tahun 1970. Laver adalah juara
Wimbledon 2 kali (1968 dan 1969).
Luar Biasa
Borg, yang mengenal tenis sejak USid lima tahun, memang hebat di
lapangan. Kelemahannya sedikit sekali. Antara lain, memukul
bola mendatar, dan sesekali melakukan drop shot menyilang.
Selebihnya hampir tanpa cela. Ia, menurut pelatih top Vic
Braden, bisa menempatkan bola dengan pengembalian yang cepat dan
pada posisi yang sukar diangkau.
"Dalam melawan Borg bola rasanya begitu banyak dan bermunculan
dengan cepat," komentar Brian Gottfried. "Itu sama halnya dengan
kena tinju berkali-kali. Rasanya sakit dan akhirnya kita menjadi
lelah dibuatnya." Gottfried dari AS, bukan pemain unggulan,
dalam Wimbledon kemarin disisihkan oleh Borg di babak semifinal.
Borg tak cuma trampil dalam soal teknis. Daya tahan fisiknya pun
luar biasa. Denyut nadinya, waktu beristirahat, 38 kali dalam 1
menit--hampir separuh dari angka rata-rata (72 kali) orang
normal. Artinya, kemampuan lorg melebihi umum. "Anda tak akan
pernah tahu Borg sedang lelah atau bukan," kata McEnroe. Atlet
yang juga mempunya denyut hampir sama dengan Borg adalah
kampiun maraton dunia, Bill Rodgers dari AS.
Vitas Gerulaitis dari AS mengungkapkan bahwa Borg--tinggi 180 cm
dan berat 74 kg) bermain hampir tanpa emosi. "Ia bukan tak punya
kelemahan itu," kata Gerulaitis, pemain unggulan ke-4 "Hanya
saja ia bisa menutupinya dengan baik." Borg memang pemain
sportif, dan hampir tak pernah memrotes keputusan wasit. "Ibu
(Margareta Borg) telah mendidik saya bersopansantun dalam
bermain," ujarnya.
Kini dalam setiap pertandingan selalu membawa sekitar 30 raket,
Borg dulu buruk perangai. Sampai suatu hari ia diskors oleh
Persatuan Tenis Swedia dan ibunya. "Lima bulan saya diskors, dan
selama itu pula raket saya digantung ibu di kamar kecil vang
terkunci," kenang Borg. "Sejak itu saya tak pernah membuka mulut
lagi di lapangan."
Sejak melewati masa skorsing itu Porg melonjak cepat. Tahun
19717 ia terpilih memperkuat tim Piala Davis Swedia, dan
sekaligus menjadi pemain termuda yang tampil dalam kompetisi
perebutan lambang supremasi dunia tenis. Tiga musim kemudian ia
menjuarai Turnamen Tenis Terbuka Prancis. Tahun 1976, kembali ia
menjadi pemain termuda (dalam usia 20 tahun) di dunia yang
merajai Wimbledon--kiblat pemain tenis sejagat.
Di luar lapangan, Borg hidup bersama dengan Mariana Simionescu,
pemain tenis putri Rumania. "Saya, menurut pengakuan Borg,
adalah wanita pertama yang diajaknya berkencan," kata
Simionescu. Kedua pasangan mudamudi ini menempati sebuah
apartemen di Monte Carlo. Rupanya Borh menghindari pajak
pendapatan di Swedia ang mencekik lehernya.
Pasangan Borg-Simionescu juga menggaet uang. Borg, misalnya,
menjual hal untuk memotret acara pernikahan mereka di Bukares,
21 Juli, kepada sebuah agen foto di Paris sebesar US$ 125.000
(Rp 78 juta). Belum terhitung persentase pemuatannya di media
masa. Untuk menjaga pencurian pemotretan. emua tamu akan
diminta supaya meninggalkan kamera di pintu masuk.
Kewalahan
Borg sudah mengeduk sekitar US$ 3,1 juta (Rp 2 milyar) dari
lapangan tenis dan arena promosi sejak 1973. Ternyata ia masih
kalah unggul dibanding McEnroe untuk pengumpulan nilai dalam
Grand Prix tenis dunia. Borg menempati urutan kedua dengan
angka 1215--berselisih 134 dengan McEnroe. Karena tahun lalu
Borg gagal menjuarai Turnamen Tenis Terbuka Amerika Serikat,
satu-satunya turnamen besar yang belum pernah dimenangkannya.
Agustus depan, seusai berbulan madu, ia bertekad untuk merebut
gelar kampiun dari AS tersebut.
"Saya ingin menjadi pemain terbesar sepanjang masa. Karena itu
saya pasti akan kembali ke Wimbledon tahun depan untuk mencoba
menjadi juara keenam kalinya," kata Borg. Tekad itu tampaknya
bukan mustahil. Borg yang dilatih Lennart Bergelin disiplin
terhadap diri sendiri. Dalam menghadapi suatu turnamen ia tidur
selama 9 jam sehari. "Agar tetap fit sepanjang kejuaraan,"
lanjutnya.
Tapi seusai menerima piala kejuaraan akhir pekan lalu Borg
berkata: "Saya akan mabuk malam ini." Dan ia merayakan
kemenangkan itu bersama pacarnya, ibunya, dan ayahnya, Rune Borg
bekas atlet tenis menjadi Swedia tahun 1960-an.
Turnamen Wimbledon 1980 juga mengangkat harkat lawannya,
McEnroe, 21 tahun, kampiun Turnamen Tenis Terbuka Amerika
Serikat 1979. McEnroe, pemain kidal dari New York, diramalkan
Borg akan menjadi penggantinya. Ia juga trampil seperti Borg.
Hanya kalah pengalaman bertanding.
"Saya merasa punya peluang bagu untuk menang setelah merebut
set keempat. Tapi ia (Borg) bangkit lagi dan saya kewalahan
melayani permainannya," kata McEnroe.
Kelemahan McEnroe yang menyolok adalah sulit dalam mengembalikan
pukulan lopspin. Dan konsentrasinya mudah pecah akibat teriakan
penonton maupun teguran ofisialnya.
Di bagian putri, Ny. Evonne Goolagong Cawley, 28 tahun, telah
membuyarkan pasaran taruhan. Sebagai unggulan keempat dalam
turnamen Wimbledon 1980, ia semula diperhitungkan bakal
kesandung di semifinal. Ternyata ia mempecundangi unggulan kedua
Tracy Austin dari AS, dan kemudian melaju ke final melalap Ny.
Christ Evert Lloyd. "Saya mengetahui bahwa saya punya peluang
menjadi juara jika bermain agresif," kata Evonne. "Memang itulah
yang saya lakukan untuk menundukkan Christ." Pertarungan final
Evonne-Christ merupakan ulangan perebutan gelar Wimbledon 1976.
Evonne, juara Wimbledon 1971, selama 9 tahun terakhir hanya
sempat 3 kali mencapai final (1972, 1975 dan 1976). "Tentu saja
saya bosan menjadi runner-up," kata Evonne.
Mengalahkan Christ dengan angka 6-1 dan 7-6, Evonne menjadi ibu
pertama sejak tahun 1914 yang mampu merebut gelar jara.
"Sehabis melahirkan Kelly (putri, berusia 3 tahun) saya
berkeinginan untuk kembali ke tenis untuk menguji apakah dua
kehidupan sekaligus dapat saya kerjakan," lanjutnya.
"Dalam final Wimbledon kemarin kalau sampai terjadi rubber-set
mungkin saya akan kalah" katanya lagi. "Saya tak akan tahan,
terutama mental saya."
Evonne yang lahir di Barellan, New South Wales, berdarah
pribumi Australia. Pencari akat Victor A. Edwards menemuinya
pada usia 13 tahun. Evonne cepat melonjak. Tapi Edwards
melepaskannya ke gelanggang pertandingan 6 tahun kemudian, dan
ia menjuarai Turnamen Tenis Terbuka Selandia Baru serta
Tasmania.
Tahun 1971 adalah tahun kejayaannya. Sebelum meratui Wimbledon,
ia menjuarai Turnamen Tenis TerbuLI Prancis. Empat musim
kemudian Evonne Cawley (nama ini diperolehnya setelah menikah
dengan wargnegara Inggris, Roger Cawley) sudh mengantungi
sekitar US$ 500.000 (Rp 300 juta) dari lapangan tenis.
Prestasi Evonne sejak 1971 adalah dua kali juara dan tiga kali
finalis Wimbledon, empat kali juara turnamen tenis Forest Hill,
AS, serta tiga kali kampiun Turnamen Tenis Terbuka Australia.
Christ mengakui kemantapan Evonne kali ini. "Untuk pertama
kalinya ia bermain begitu bagus dan mantap. Biasanya ia hanya
mampu memusatkan konsentrasinya untuk empat atau lima game saja
setelah itu mengendur," kata Christ.
Bagaimana dengan juara bertahan Martina Navratilova ? Pemain
unggulan pertama turnamen Wimbledon 1980 ini anya mampu
mencapai semifinal, dan dikalahkan oleh Christ.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini