GAMBARAN orang tentang kehidupan mahasiswa di luar kegiatan
perkuliahan hampir selalu dikaitkan dengan hal yang berbau
politik. Meski perkiraan itu tidak sepenuhnya keliru, juga tak
seluruhnya benar. Di Jakarta, pekan ini (1--10 Juli) mahasiswa
(Indonesia) yang mulai dirisaukan apatis itu kembali naik
panggung yang tak kurang menarik: Biennial Intervarsity
Games. Pentas kegiatan olahraga mahasiswa ini diikuti oleh
University of Hongkong, University of Malaya, University of
Singapore, University of Philippines, dan Universitas Indonesia.
Jika makna suatu pesta olahraga mahasiswa selama ini dikaitkan
masyarakat dengan prestasi, maka titik berat BIG kelihatan pada
partisipasi dan persahabatan antar mahasiswa. Mengingat kadar
kebolehan mahasiswa itu sendiri masih di bawah jangkauan rekor
yang memukau. Tapi, "bagaimana pun BIG ini penting artinya buat
UI", tutur Ketua Umum DM-UI, Dipo Alam. Menurut Dipo Alam
kepentingan itu terletak pada pengujian kemampuan mahasiswa UI
sebagai tuan rumah, dan juga pengukuran ketrampilan mereka di
gelanggang olahraga -- dalam BIG di Singapura ( 1970) dan Kuala
Lumpur (1972), kontingen UI tampil sebagai Juara Umum, dan gelar
itu terlepas di Hongkong (1974) di mana UI menempati kedudukan
juru kunci. "Kegagalan team UI di Hongkong disebabkan oleh
persiapan yang kurang memadai", lanjut Dipo Alam membuka pundi
alasan dengan terjadinya Peristiwa 15 Januari, hingga mengganggu
rencana persiapan team. Tapi, "sekarang ini persiapan kita sudah
lebih baik". Menurut Ketua Organizing Committe BIG,
Soeprijanto, kontingen UI telah dibina sejak 5 bulan lalu.
Keluhan
Adakah kegairahan berolahraga di kalangan mahasiswa UI -- juga
mahasiswa perguruan tinggi lain -- ini dikarenakan mereka telah
mendapat fasilitas latihan yang cukup baik di Gelanggang
Olahraga Mahasiswa Kuningan? Atau hanya lantaran mau bersaing
dalam BIG? Meski unsur terakhir ini juga ada. Tapi Direktur
Olahraga P & K, M.F. Siregar melihat dari kaca mata yang lebih
umum: kegiatan olahraga di lingkungan mahasiswa menunjukkan
tendensi menaik. Pendapat itu ditopang pula oleh Soeprijanto
yang menyebut bahwa Gelanggang Olahraga Mahasiswa Kuningan
sekarang ini sangat padat acara. Sehingga untuk mendapatkan
waktu latihan sudah agak sulit.
Tapi di balik kepadatan acara di Kuningan itu, Soeprijanto
maupun Dipo Alam bukannya tak mengemukakan keluhan: "Biaya
latihan di Kuningan masih terlampau mahal untuk mahasiswa", ujar
Soeprijanto sambil mengemukakan contoh sewa lapangan sepakbola
sebesar Rp 7.500 sekali main. "Kalau di lapangan PTIK malah kita
gratis", sela Dipo Alam.
Terlepas dari kesulitan yang dialami mahasiswa di tempat latihan
Kuningan, dan BIG yang mau diselenggarakan UI agaknya olahraga
memang telah mendapat tempat khusus kembali di kampus. Kendati
untuk berbicara tentang prestasi masih dibutuhkan jangka
pembinaan yang panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini