KEHIDUPAN pemain tenis nasional kini tampaknya bertambah cerah.
Petenis muda Tintus A. Wibowo (23 tahun) kini beruang banyak.
"Ia sudah mau membeli mobil," kata Soejono, Ketua I Pelti
(Persatuan Lawn Tenis Indonesia). Pekan lalu Tintus menambahkan
Rp 2 juta untuk tabungannya karena menang dalam kejuaraan tenis
Sirkuit Green Sands Shandy 1982. Pada final di ronde pertama
(Semarang, 29 Agustus) dan ronde kedua (Jakarta, 5 September) ia
mengalahkan bintang tenis nasional yang kini bermobil Honda
Accord, Yustedjo Tarik.
"Tintus cuma memikirkan 1 nomor, sedangkan saya masih memikirkan
pertandingan partai ganda putra dan campuran," komentar Yustedjo
(29 tahun) atas kekalahannya dari Tintus. Yustedjo, ayah seorang
anak yang berdomisili di Jakarta ini, menjuarai ganda putra
bersama Hadiman dan di ganda campuran bersama Lita Sugiarto.
Ambisinya di tunggal putra kandas di raket Tintus.
Perebutan hadiah terbesar di partai tunggal putra itu
berlangsung seru di mata 800 penonton di Senayan Minggu pagi
lalu. Dengan pukulan servis keras dan keahlian permainan net,
Yustedjo mampu merebut set pertama (7-5. Setelah melepaskan set
kedua (3-6), ambisinya terbayang setelah memimpin di set ketiga
dengan 5-2. Tapi Tintus bukan lagi pemain yang mempunyai pukulan
polos. Berkat asuhan sebulan dari Bill Tim di Alabama (AS) belum
lama ini, kini ia memiliki senjata servis keras pukulan
memelintir (spin) terarah dengan forehand maupun backband.
Dengan senjata-senjata itu, di samping ketahanan stamina bermain
di panas matahari yang semakin menyengat ia melumpuhkan Yustedjo
di set ketiga dengan angka tie-break 7-6. Tapi komentarnya tak
banyak. Reaksinya di lapangan pun tidak luar biasa. "Menang
mujur saja," katanya datar. Tapi dengan kemenangan itu, para
pengamat olahraga tenis di Jakarta menilai, Tintus telah
menggantikan dominasi Yustedjo sebagai pemain tenis nasional
utama dengan cukup meyakinkan.
Di partai tunggal putri, Susanna berbagi hadiah juara pertama
Rp 650.000 dengan pasangan gandanya, Utaminingsih. Hadiah
pertama direbut Susanna di Semarang setelah mengalahkan bekas
ratu tenis Asia Tenggara yang telah mulai pudar, Yolanda
Soemarno (34tahun). Di Jakarta, Yolanda kejang kaki di semi
final dan menyerah pada Utaminingsih (21 tahun). Utami sekali
ini di Jakarta menang mudah di final dari Susanna yang bermain
di bawah form.
Sirkuit Tenis Green Sands ini juga bersifat kejuaraan nasional.
Dengan demikian, "juara-juaranya menduduki urutan teratas pemain
nasional," kata Soejono. Ikut sertanya pemain luar negeri, 8
dari Korea Selatan dan 1 dari Filipina, tidak menjadi masalah.
"Wimbledon, French Open dan turnamen lain di luar negeri juga
sebenarnya merupakan kejuaraan nasional yang diikuti pemain
luar," tambah Ketua I Pelti yang dikenal aktif itu. Pemain luar
negeri sengaja diundang dengan harapan pertandingan lebih
bermutu.
"Perangsang hadiah uang cukup menarik. Hadiah kejuaraan ini US$
1.500 sudah sama seperti di Malaysia. Kalau di Bangkok US$
2.000, jadi tak begitu berbeda banyak," tutur coach Kor-Sel,
Chang Hai Soo. Mungkin karena hadiah belum setinggi di Bangkok
pemain Thailand yang diundang juga tidak hadir. Korea juga cuma
mengirim pemain kelas dua (pemain urutan 5-8) putra dan putri.
"Sekedar cari pengalaman," tutur Chang Hai Soo lagi.
Pemain Korea semuanya gugur di babak penyisihan dan
masing-masing merebut hadiah tak sampai Rp 100.000. "Tak cukup
menutup ongkos tiket Seoul-Jakarta, tapi perusahaan Dae Woo
(pabrik kapal No.2 di Kor-Sel) menanggung semua biaya pemain
nasional Korea," tutur Kim Young Hwan, pemain No. 5 Korea.
Bagi pemain nasional lain, hadiah sudah cukup menghibur paling
rendah Rp 40.000. Yustedjo yang meraih Rp 1,8 juta (hadiah
runner up tunggal putra, ditambah hadiah sebagai juara ganda
putra dan ganda campuran) tampak puas. "Kejuaraan ini memberi
hadiah lebih besar dari yang sudah-sudah," katanya.
Kejuaraan nasional yang digabungkan dalam 1 sirkuit seperti ini,
memang terhenti selama beberapa tahun. Dulu ada Sirkuit Jawa,
terakhir tahun 1978, yang dilangsungkan di lapangan rumput
Surabaya, lapangan semen Semarang dan lapangan gravel Jakarta.
Sirkuit ini sempat absen 4 tahun karena Pelti sebagai
penyelenggara tak punya dana.
"Kini Pelti sudah tahu bagaimana mendekati perusahaan agar mau
jadi sponsor," kata Laksamana Soeparno, Ketua Pelti Jaya yang
menjadi Ketua Panitia Sirkuit ini. Beberapa perusahaan memang
sudah berhasil didekati Yelti untuk jadi sponsor, antara lain
Astra dan PT Multi Bintang Indonesia. First option
(penyelenggaraan pertama) diberikan kepada PT Multi Bintang
karena perusahaan bir ini sudah beberapa kali menyelenggarakan
kejuaraan lokal.
Kebetulan kali ini Multi Bintang menyediakan dana besar untuk
mempromosikan minuman bir manis Green Sands Shandy. Minuman
paten dari Swedia ini sudah mulai diproduksi di Surabaya sejak
Juli lalu, dan agaknya karena sudah dikenal di Surabaya, maka
sirkuit diselenggarakan di Semarang dan Jakarta. Untuk itu Multi
Bintang mengeluarkan Rp 5 juta untuk panitia dan Rp 16 juta
untuk hadiah para pemain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini