Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bir manis bagi petenis

Kejuaraan tenis sirkuit green sands shandy 1982 di senayan, tintus arianto wibowo berhasil merebut hadiah pertama dalam partai tunggal putra dan susanna untuk partai tunggal putri.(or)

11 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEHIDUPAN pemain tenis nasional kini tampaknya bertambah cerah. Petenis muda Tintus A. Wibowo (23 tahun) kini beruang banyak. "Ia sudah mau membeli mobil," kata Soejono, Ketua I Pelti (Persatuan Lawn Tenis Indonesia). Pekan lalu Tintus menambahkan Rp 2 juta untuk tabungannya karena menang dalam kejuaraan tenis Sirkuit Green Sands Shandy 1982. Pada final di ronde pertama (Semarang, 29 Agustus) dan ronde kedua (Jakarta, 5 September) ia mengalahkan bintang tenis nasional yang kini bermobil Honda Accord, Yustedjo Tarik. "Tintus cuma memikirkan 1 nomor, sedangkan saya masih memikirkan pertandingan partai ganda putra dan campuran," komentar Yustedjo (29 tahun) atas kekalahannya dari Tintus. Yustedjo, ayah seorang anak yang berdomisili di Jakarta ini, menjuarai ganda putra bersama Hadiman dan di ganda campuran bersama Lita Sugiarto. Ambisinya di tunggal putra kandas di raket Tintus. Perebutan hadiah terbesar di partai tunggal putra itu berlangsung seru di mata 800 penonton di Senayan Minggu pagi lalu. Dengan pukulan servis keras dan keahlian permainan net, Yustedjo mampu merebut set pertama (7-5. Setelah melepaskan set kedua (3-6), ambisinya terbayang setelah memimpin di set ketiga dengan 5-2. Tapi Tintus bukan lagi pemain yang mempunyai pukulan polos. Berkat asuhan sebulan dari Bill Tim di Alabama (AS) belum lama ini, kini ia memiliki senjata servis keras pukulan memelintir (spin) terarah dengan forehand maupun backband. Dengan senjata-senjata itu, di samping ketahanan stamina bermain di panas matahari yang semakin menyengat ia melumpuhkan Yustedjo di set ketiga dengan angka tie-break 7-6. Tapi komentarnya tak banyak. Reaksinya di lapangan pun tidak luar biasa. "Menang mujur saja," katanya datar. Tapi dengan kemenangan itu, para pengamat olahraga tenis di Jakarta menilai, Tintus telah menggantikan dominasi Yustedjo sebagai pemain tenis nasional utama dengan cukup meyakinkan. Di partai tunggal putri, Susanna berbagi hadiah juara pertama Rp 650.000 dengan pasangan gandanya, Utaminingsih. Hadiah pertama direbut Susanna di Semarang setelah mengalahkan bekas ratu tenis Asia Tenggara yang telah mulai pudar, Yolanda Soemarno (34tahun). Di Jakarta, Yolanda kejang kaki di semi final dan menyerah pada Utaminingsih (21 tahun). Utami sekali ini di Jakarta menang mudah di final dari Susanna yang bermain di bawah form. Sirkuit Tenis Green Sands ini juga bersifat kejuaraan nasional. Dengan demikian, "juara-juaranya menduduki urutan teratas pemain nasional," kata Soejono. Ikut sertanya pemain luar negeri, 8 dari Korea Selatan dan 1 dari Filipina, tidak menjadi masalah. "Wimbledon, French Open dan turnamen lain di luar negeri juga sebenarnya merupakan kejuaraan nasional yang diikuti pemain luar," tambah Ketua I Pelti yang dikenal aktif itu. Pemain luar negeri sengaja diundang dengan harapan pertandingan lebih bermutu. "Perangsang hadiah uang cukup menarik. Hadiah kejuaraan ini US$ 1.500 sudah sama seperti di Malaysia. Kalau di Bangkok US$ 2.000, jadi tak begitu berbeda banyak," tutur coach Kor-Sel, Chang Hai Soo. Mungkin karena hadiah belum setinggi di Bangkok pemain Thailand yang diundang juga tidak hadir. Korea juga cuma mengirim pemain kelas dua (pemain urutan 5-8) putra dan putri. "Sekedar cari pengalaman," tutur Chang Hai Soo lagi. Pemain Korea semuanya gugur di babak penyisihan dan masing-masing merebut hadiah tak sampai Rp 100.000. "Tak cukup menutup ongkos tiket Seoul-Jakarta, tapi perusahaan Dae Woo (pabrik kapal No.2 di Kor-Sel) menanggung semua biaya pemain nasional Korea," tutur Kim Young Hwan, pemain No. 5 Korea. Bagi pemain nasional lain, hadiah sudah cukup menghibur paling rendah Rp 40.000. Yustedjo yang meraih Rp 1,8 juta (hadiah runner up tunggal putra, ditambah hadiah sebagai juara ganda putra dan ganda campuran) tampak puas. "Kejuaraan ini memberi hadiah lebih besar dari yang sudah-sudah," katanya. Kejuaraan nasional yang digabungkan dalam 1 sirkuit seperti ini, memang terhenti selama beberapa tahun. Dulu ada Sirkuit Jawa, terakhir tahun 1978, yang dilangsungkan di lapangan rumput Surabaya, lapangan semen Semarang dan lapangan gravel Jakarta. Sirkuit ini sempat absen 4 tahun karena Pelti sebagai penyelenggara tak punya dana. "Kini Pelti sudah tahu bagaimana mendekati perusahaan agar mau jadi sponsor," kata Laksamana Soeparno, Ketua Pelti Jaya yang menjadi Ketua Panitia Sirkuit ini. Beberapa perusahaan memang sudah berhasil didekati Yelti untuk jadi sponsor, antara lain Astra dan PT Multi Bintang Indonesia. First option (penyelenggaraan pertama) diberikan kepada PT Multi Bintang karena perusahaan bir ini sudah beberapa kali menyelenggarakan kejuaraan lokal. Kebetulan kali ini Multi Bintang menyediakan dana besar untuk mempromosikan minuman bir manis Green Sands Shandy. Minuman paten dari Swedia ini sudah mulai diproduksi di Surabaya sejak Juli lalu, dan agaknya karena sudah dikenal di Surabaya, maka sirkuit diselenggarakan di Semarang dan Jakarta. Untuk itu Multi Bintang mengeluarkan Rp 5 juta untuk panitia dan Rp 16 juta untuk hadiah para pemain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus