Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bisnis bola sepak bola mulai diperdagangkan...

Kompetisi galatama selalu banjir penonton, tapi uang masuk penyelenggara belum memadai. seorang pelatih & kolumnis sepak bola optimis dengan adanya galatama. beberapa pemain senior memberikan tanggapannya. (or)

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI-PAGI dua orang petugas pajak sudah menunggu di kantor PT Tempo, Jalan Kebun Sirih. "Untuk memeriksa recette pertandingan kemarin barangkali," ujar Kostaman, bendahara klub Tunas Inti yang pekan lalu bertanding melawan Niac Mitra di Stadion Menteng. Tunas Inti di bawah asuhan Sinyo Aliandu membuat kejutan hebat. Ia berhasil mengimbangi Niac Mitra dengan permainan bersemangat dan berdisiplin tinggi, meski akhirnya kalah 0-1. Tak pernah sebelumnya publik Menteng yang terkenal cerewet itu terpukau dari awal sampai peluit terakhir berbunyi. Taksiran orang tak kurang dari 8000 penonton hadir. Karcis VIP dijual Rp 2000, tribun kanan-kiri Rp 1500 dan berdiri di timur dan belakang gawang rata-rata Rp 500. Tapi dari secarik kertas yang terketik rapi, Kostaman membaca bahwa yang terjual cuma 3296 lembar karcis dari berbagai kelas. Tidak ada separuh dari 8000 helai yang diedarkan. Hasil bruto menunjuk angka Rp 2.866.000. Dari pendapatan kotor itu dipotong pajak tontonan 10%. Kemudian biaya sewa lapangan Rp 10.000. Karena hasil bruto itu melebihi satu juta rupiah, menurut ketentuan Persija yang empunya stadion, penyelenggara dikenakan ekstra 10% lagi. Setelah itu masih dipotong biaya keamanan Rp 200.000 dan tentu saja biaya siluman lainnya. Jadi dugaan orang bahwa Tunas Inti ketiban rejeki besar, impian belaka. Konon Niac Mitra kurang percaya dengan recette itu. Apalagi jawatan pajak, tentunya. Pertandingan pertama Galatama bagi Beniardi, Ketua Tunas Inti, berarti juga awal dari bisnis bola yang sebenarnya. Dia memperhitungkan harga cetak karcis Rp 8 selembar yang pencetakannya harus dilakukan oleh pihak pajak pula. Menjelang pertandingan dia pasang iklan di Berita Buana dan Pos Kota. Sedang di daerah Menteng dia sebarkan pamflet pertandingan. Pajak tontonan dia panjar lebih dulu Rp 750.000 untuk jumlah 8000 lembar yang diperkirakan laku terjual. Tiga hari menjelang pertandingan, tim Tunas Inti dia pindahkan dari kompleks Ragunan ke Hotel Orchid Palace di Slipi. "Masa lawan tinggal di Hotel Sari Pacific, anak-anak kita di Ragunan. Psikologis tidak baik, bukan?" ujar Beniardi yang sehari-hari Managing Director PT Tempo. Dari seberang sana di Stadion Utama Senayan, Jakarta Arseto menjadi penyelenggara pertandingan pembukaan. Ada drumband, ada olkes tiup ABRI dan ada tendangan kehormatan oleh Menteri Kesra Surono. Diperkirakan yang hadir di malam pertama (17 Maret), tak kurang dari 45.000 penonton. Sedang di hari kedua yang dibasuh hujan jumlah penonton anjlog sampai sekitar 12.000. Karcis VIP Barat Rp 5.000, VIP Timur 3000, kelas I Rp 2.000, II Rp 1.000, III Rp 300 dan anak-anak Rp 100. Berapa recettenya? Hari pertama terjual 33.415 lembar dengan hasil bruto Rp 17.506.400. Sedang di hari kedua hanya 8.159 lembar dengan Rp 3.694. 200. Untuk total 41.5i4 lembar yang terjual dari berbagai kelas diperoleh omzet Rp 21.200.600. Sewa lapangan di Stadion Utama Senayan, berkapasitas 100.000 orang, lebih berbelit. Untuk sewa lapangan berlaku tarif 10% dari omzet setelah dipotong pajak tontonan. Tapi ada tarif minimumnya. misalnya, untuk pertandingan nasional 1 kali pemakaian maksimum 2 jam, Rp 500.000. Untuk pertandingan internasional 1 kali pemakaian Rp 650.000. Untuk sekali latihan tanpa lampu, maksimum 2 jam, berlaku tarif Rp 25.000. Dengan lampu 2 jam tambah Rp 47.500. Jadi berapa hasil bersih Arseto? Sampai akhir pekan lalu belum ada pengumuman resmi ataupun tidak resmi dari pihak Arseto. Tapi ada kabar, bahwa Arseto memperoleh laba sedikit (?). Pengeluarannya total meliputi Rp 18 juta. Tapi ada pula yang mengatakan, "Arseto tidak untung, juga tidak rugi" alias kit. Dari Bogor, pertandingan Perkesa 78 lawan Pardedetex (20 Maret) membawa cerita lain. Stadion Pajajaran yang punya daya tampung 2.000 orang duduk, 13.000 berdiri kebobolan beberapa pintunya. Pertandingan itu paling banyak mendapat kunjungan penonton sepanjang sejarah persepakbolaan Bogor. Panitia mencatat lebih dari 15.000 penonton. Bagaimana panitia berhasil menjaring demikian banyak penonton? Ketua III Panitia Penyelenggara pertandingan Galatama Bogor, Wiryadi SH mengatakan ada 3 hal yang mensukseskan kompetisi Galatama di Bogor. Pertama, sepakbola Galatama soal baru. Kedua, promosi kuat. Ketiga, Perkesa 78 sudah melekat di hati orang Bogor. Dalam hal promosi Perkesa 78 sungguh beruntung. Kebetulan Ketua Panitia setempat adalah Kepala Staf Korem. Maka para Danramil pun aktif membantu mempromosikan kompetisi Galatama ini. Tapi ketika diminta recette yang konkrit, Wiryadi hanya mengatakan bahwa "karcis yang terjual hanya 40%." Karcis VIP atau duduk Rp 1.500, berdiri Rp 400. Data selanjutnya masih dalam proses administrasi agaknya. Sewa lapangan dan pengelolaannya oleh klub yang menjadi tuan rumah atau panitia penyelenggara merupakan masalah tersendiri. Di daerah, konon tarif sewa naik mendadak. Pendapatan dari kareis umumnya tidak sesuai dengan jumlah penonton yang hadir. Sulit bagi tim tamu yang hanya kebagian 25% dari hasil netto menerima kenyataan ini. "Start sudah baik, tapi kita perlu terbuka," kata Ketua Pelaksana Galatama Syarnubi Said. "Saya tidak keberatan semua pemasukan dan pengeluaran diumumkan kepada masyarakat untuk langsung dinilai." Tapi apa pula yang mau dinilai bila di depan mata Ali Sadikin sendiri, satu kampung orang menerobos masuk pintu VIP. "Sangat menjengkelkan," komentar Ali Sadikin mengenai penjagaan pintu masuk. "PSSI seolah sebuah usaha sosial yang padat karya, menghidupi orang lain saja. Karena itu saya persilakan klub mengatur penyelenggaraan sendiri. Saya harap mereka dapat memberi pelajaran untuk perbaikan di dalam tubuh PSSI." PSSI sendiri mencukai 10% dari hasil kotor pertandingan Galatama setelah dikurangi pajak tontonan. Apa reaksi klub-klub yang telah bertanding mengenai Yecette di beberapa tempat, belum resmi diumumkan. Tapi untuk menghindarkan saling curiga, Benny Mulyono dari Warna.Agung menyaran supaya pada stadion yang bakal menampung kegiatan Galatama dilengkapi dengan "pintu bernomor" (turn stile). Pintu kerangka besi itu berputar dengan angka setiap kali didorong orang masuk. "Jadi kita mendekati angka yang objektif dalam hal jumlah penonton. Dan rasa saling curiga dapat kita hindarkan," kata Benny. Tapi bagi Wenas, pimpinan Niac Mitra Surabaya, bisnis bola tidak dikaji ketat seperti Beniardi dari Tunas Inti. "Hanya hobi kok. Tak pernah terpikir bola untuk bisnis. Tiga tahun lalu kami sudah mendirikan Yayasan Mitra yang bergerak di bidang olahraga," kata pengusaha hiburan yang berkumis tebal ini. Bersama Ketua Persebaya, Joko Sutopo yang juga menjadi penasehat klub Niac Mitra, Wenas toh sedang memperjuangkan pembangunan stadion bola di Surabaya. Kapasitasnya setengah dari Stadion 10 Nopember 20.000 penonton saja. Tentu Wenas kini mulai melihat potensi Niac Mitra makin tinggi untuk bisnis Galatama. Kesebelasannya kini memimpin putaran pertama kompetisi Galatama. Dalam jangka panjang, stadion milik sendiri akan lumayan menguntungkan. Apalagi, menurut Wenas, simpatisan Niac Mitra tersebar di Jawa Timur. "Kami tinggal di (hotel) Sari Pacific (Jakarta berkat sponsor simpatisan kami juga." Dari 14 klub yang ikut kompetisi Galatama, tak satu pun yang memiliki stadion sendiri. Namun beruntung sekali, misalnya, klub Tidar Sakti yang berafiliasi pada pemerintah daerah Magelang. Ketuanya, dr Moch. Subroto yang kebetulan Walikota Magelang. Dialah juga pimpinan PT Tidar Sakti -- perusahaan Pemda -- yang mensponsori klub Tidar Sakti. Dalam putaran pertama saja Tidar Sakti dengan Stadion Abu Bakrin Magelang akan bertindak sebagai tuan rumah 9 kali. Bagaimana dengan yang lain? Dengan membubungnya tarif sewa stadion, siapa lagi kalau bukan pimpinan PSSI sendiri turun tangan dan mencari jalan keluar bersama pemerintah daerah yang menguasai lapangan bola?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus