BOY Bolang, yang baru aktif lagi jadi promotor, rupanya sulit menghindari cekcok. Tiga tahun lalu, ketika akan mendatangkan Saoul Mamby, juara tinju dunia versi WBC (World Boxing Commission) ke Jakarta, ia bertikai dengan partner-nya, Herman Sarens Sudiro. Dan Selasa pekan lalu, Boy, 35, kembali berselisih dengan rekan-rekannya di PT Arena Coliseum (AC), perusahaan penyelenggara tinju pro yang baru didirikannya lima bulan lalu. Percekcokan muncul ketika Boy merencanakan pertarungan perebutan gelar antara Ellias Pical, juara tinju OPBF (Orient Pacific Boxing Federation) dari Indonesia, dan Joo Doo Chun, juara tinju dunia dari versi IBF (International Boxing Federation), dari Korea Selatan di Jakarta, Januari mendatang. Akibat perselisihan terakhir ini, Boy, yang sudah empat tahun terjun sebagai promotor tinju pro terpaksa mengundurkan diri dari AC. Perusahaan ini didirikannya bersama teman-temannya, antara lain Benny Tengker, pemilik perguruan ASMI (Akademi Sekretaris & Manajemen Indonesia), yang sudah lama dikenal gemar pada tinju. Lewat perusahaan ini, sebenarnya, Boy, yang karena cekcoknya tiga tahun lalu dicabut lisensinya oleh KTI, bermaksud meneruskan cita-citanya membesarkan tinju profesional Indonesia. Lalu, kenapa sekarang dia mundur? Promotor itu mengatakan, kawan-kawannya sukar mengikuti geraknya sebagai promotor profesional. Teman-temannya dinilai masih berpikir dan bertindak amatir, "alon-alon asal kelakon". Dia memberi contoh pola amatir yang disebutkannya itu, seperti harus berkonsultasi dulu dengan pemilik dana sebelum meneken kontrak, perlunya waktu berpikir yang berlarut-larut." Saya tahu, mereka pemilik uang. Tapi. sebasai promotor profesional, saya harus punya wewenang dan independen, dalam menentukan suatu pertandingan atau menetapkan besarnya kontrak," katanya. Karena keinginannya untuk bebas, sebagai promotor ia mendatangkan petinju dari Amerika, menawar petinju amatir Fransisco Lisboa dan Alexander Wassa bayaran masing-masing Rp 10 juta agar mau terjun ke pro. Dan terakhir mengikat petinju Ellias Pical untuk pertandingan besar di Jakarta. Boy, untuk pertarungan ini, sudah menjanjikan Pical bayaran sekitar Rp 36 juta, harga paling tinggi untuk seorang petinju pro di lndonesia selama ini. Sedankan Chun, lawan Pical, akan dibayar sekitar Rp 100 juta. Tapi rencana bayaran yang tinggi inilah yang menjadi sumber keretakan Boy dengan teman-temannya di AC. Kepada TEMPO, Benny Tengker, salah seorang pendukung dana AC, mengatakan bahwa dia meminta Boy menahan diri, dan "jangan melompat sampai ke luar kemampuan." "Bukannya tak ada uang," kata Benny yang mengaku menyiapkan dana sekitar Rp 100 juta buat AC, "tapi harus ada perhitungan." Katanya lagi, dia sudah menghitung minimal total biaya pertarungan Pical itu sebesar Rp 250 juta. Sedangkan setelah dihitung-hitung, pemasukan dari karcis, sponsor, dan lain tak bakal menutup biaya pengeluaran. Karena itu, dia minta waktu berpikir tiga hari pada Boy. Ternyata, mendengar itu, kata Benny, Boy langsung ngambek dan minta bubar."Saya pikir ya, sudah. Dia tak bisa seenak sendiri saja. Kita 'kan kerja sama, jadi harus kompromi." Dia melihat, kecenderungan Boy yang seenaknya sendiri itu bisa merugikan perusahaan. Terutama, "tindakan-tindakan sebagai direktur kadang-kadang mau seenaknya memindahkan uang dari kas dengan nama sendiri." Memang, tambah Benny lagi, Boy belum terbukti menyalahgunakan uang perusahaan. Tapi, Jika cara-caranya itu dibiarkan, wah, bisa hancur." Mengaku akan meneruskan kegiatan AC, Benny sudah memutuskan mengganti Boy, dengan Ferry Moniaga, 34, bekas juara tinju kelas bantam nasional. Boy hanya tertawa ketika ditanya rencananya setelah keluar dari AC. "Tetap jadi promotor dan akan menyelenggarakan perebutan gelar Pical dengan Chun," katanya. Dengan siapa dia akan ber-partner, Boy belum mau menjawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini