MITHOS 'raksasa RRT' (Tang Hsien Hu dan Hou Chia Chang) tumbang
di tangan Iie Sumirat dalam Invitasi Bulutangkis Asia di
Bangkok, 2 bulan lalu. Dan Rudy Hartono berhasil mematok sejarah
sebagai Juara 8 x All England, setelah menyisihkan Liem Swie
King di final pada waktu yang bersamaan. Kejadian yang membuat
penggemar Bulutangkis menarik nafas lega itu mengantar team
Piala Thomas Indonesia ke arena pertarungan, pekan ini. Tapi
sukses yang menempatkan ketiga pemain tunggal itu dalam
kesejajaran, memusingkan pembina PBSI pula--untuk menetapkan
anggota regu yang akan turun. Sebab dari salah seorang di antara
mereka dituntut kemampuan untuk bermain ganda. Sementara itu
pasangan ganda Christian/Ade Chandra dan Tjuntjun/Johan Wahyudi
juga telah memasang tonggak kebolehan yang meyakinkan.
Mengikut-sertakan kedua pasangan ganda ini dalam keutuhan,
berarti menyebabkan kelebihan 1 pemain dari ketentuan. (Jumlah
maksimal anggota regu yang diperkenankan hanya 6 pemain). "Tak
pernah PBSI sepusing ini menetapkan suatu team untuk perebutan
Piala Thomas", tutur Sudirman kepada TEMPO . "Masing-masing
pemain punya kelebihan sendiri-sendiri".
Memang. Sejak Indonesia pertama kali mengikuti kontes Piala
Thomas dan berhasil menumbangkan supremasi Malaya di Singapura,
1958, sebegitu jauh baru sekali tersandung. Akibat 'skandal
Istora' (1967) yang menghebohkan itu Honorary Referee, Scheele,
menghentikan pertandingan lanjutan final pada kedudukan 4-3 buat
Malaysia--dengan dalih publik sudah tak terkendali. Tetapi
setelah bangkit kemhali merebut simbol supremasi bulutangkis
dunia itu pada 1970 di Kuala Lumpur, kedudukan PBSI agaknya
tidak pernah sekokoh seperti pada persiapan tahun ini. Sebab
bila diukur secara individu, nyaris tak ada gelar juara yang
tersisa buat lawan. Lihatlah: Rudy Hartono, Juara AllEngland.
Liem Swie King Juara Invitasi Dunia. Iie Sumirat, Juara Invitasi
Asia. Christian/Ade Chandra, Juara Ganda Invitasi Asia. Hanya
pasangan Tjuntjun/ Johan Wahyudi saja yang agak bernasib malang
tahun ini, akibat kegagalannya mempertahankan gelar Juara Ganda
All England. Namun mereka tetap pasangan yang ampuh dan boleh
diandalkan.
Namun, supremasi dunia perorangan maupun beregu lengkap sudah di
tangan Indonesia, kebolehan yang diraih itu kelihatan tidak
sepenuhnya melegakan Pengurus Besar. "Segala cara masih akan
kita gunakan untuk mempertahankan Piala Thomas", ujar Sudirman.
Artinya: termasuk upaya pengamanan melalui faktor-faktor "non
teknis". Rasa bimbang Pengurus Besar itu beralasan. Peristiwa
tersisihnya pasangan Nyoo Kim Bie/Tan King Gwan di tahun 1961.
dan meledaknya 'skandal Istora', konon disebabkan oleh unsur
"non teknis" tadi. "Kita tidak ingin kejadian semacam itu
terulang kembali", lanjut Sudirman - seraya mengungkapkan bahwa
untuk team yang sekarang, segala sesuatu yang menyangkut
"warisan nenek-moyang" itu telah dipersiapkan oleh seorang tokoh
bernama M. Terserah pembacalah.
Kerikil-kerikil -- atau kerakal-- di jalan yang terbentang untuk
mempertahankan Piala Thomas, memang agaknya berujud penentuan
nama-nama yang akan dipasang menghadapi Muangthai dan Denmark -
kedua team yang diperhitungkan bakal menjadi lawan Indonesia
pada semi-final dan final. Hari-hari terakhir ini pimpinan dan
tokoh-tokoh bulutangkis tampak terus berunding untuk menyusun
komposisi terbaik. "Pokoknya, sip", elak bekas pemain Piala
Thomas 1958, Eddy Yusuf -- menyelimuti rasa terlalu yakin untuk
menang. Namun, kendati Eddy Yusuf keberatan untuk membeberkan
pilihan yang disepakati, kartu-kartu taruhan telah terkembang
dalam test-trial di Istora Senayan, 14 sampai dengan 16 Mei
lalu. Untuk partai tunggal, Liem Swie King menempati urutan
teratas dalam pengumpulan angka (7) dari 3 kali kemenangannya
atas Rudy Hartono ( 12-15, 15-6, dan 15-5), Iie Sumirat ( 15-8
dan 15-10) dan Tjuntjun (7-15, 15-8, dan 15-9). Di bawahnya
menyusul Rudy Hartono (6) yang mengunci Tjuntjun (15-3 dan 15-5)
dan Iie Sumirat (15 6,14- 15,dan 18-15).Tempat berikutnya
diduduki Tjuntjun (3) yang hanya mencatat 1 kali kemenangan atas
Iie (15-2. 6-15, dan 15-13). Akan Iie, ia hanya mencatat nilai 2
untuk pertarungan rubber-setnya. Angka-angka itu didasarkan atas
penilaian:menang straight-set (3), menang rubberset (2), kalah
rubber-set (1) dan kalah straight-set (O). Tapi,
"pertimbangannya tidak terletak pada angka-angka itu saja.
Faktor-faklor lain juga diperhatikan", kata Sudirman.
Bertolak dari faktor X yang tidak diungkapkan Sudirman itu, dan
berhubungan pula dengan tak mungkin diceraikannya pasangan ganda
yang ada, terdapat kemungkinan kedua team yang akan dihadapkan
kepada Muangthai dan kepada Denmark bakal berbeda. Untuk
Muangthai, kelihatan yang akan diturunkan melayani permainan
Bandid Jaiyen, Preecha dan Pichai, adalah Liem Swie King, Iie
Sumirat dan Tjuntjun. Sementara pasangan gandanya merupakan
tugas Christian/Ade Chandra dan Tjuntjun/Johan Wahyudi -- untuk
menjinakkan Bandid /Pichai (mungkin juga Preecha /Krisda) dan
Jiemsak/Surapong. Dengan demikian Rudy Hartono akan duduk di
bangku cadangan pada pertandingan pertama tersebut.
Buat menghadapi Denmark di final diperhitungkan dengan lebih
dahulu mencegat Malaysia di semi final - akan dihadapkan susunan
yang lain, dengan Iie menempai bangku cadangan. Persoalannya
kini: siapa di antara Liem Swie King dan Rudy Hartono yang akan
bertarung sehagai pemain Tunggal pertama dan kedua - sementara
Tjuntjun tetap sebagai tunggal ketiga? "Kita lihat dulu siapa
saja yang akan diturunkan Denmark ke Bangkok", ucap Eddy Yusuf.
Hanya saja, karena pemain intinya tidak akan lain dari Svend
Pri, Fleming Delf, Elo Hansen dan lainnya dengan kemungkinan Pri
menempati urutan pertama maka pemain yang dinilai cocok untuk
melayani Denmark ini tak lain Liem Swie King. Ini didasarkan
pada keberhasilan King mengendailikan Pri di All England (1976).
Sementara Rudy Hartono dipusatkan untuk meraih angka dari
Flemming Delf pada malam pertama itu. "Maunya kita memang
begitu", kata Eddy Yusuf.
Digesernya Rudy ke tempat kedua kecuali kalau Denmark memakai
strategi lain - bukan tak berdasar Sejak ia dikalahkan Svend Pri
di final Piala Thomas ( 1973) dan All England ( 1975),
psikologis Rudy dihinggapi beban mental yang berat
menghadapinya. Harus diingat pula Pri memiliki teknik permainan
yang baik, gampang menyesuaikan diri di segala cuaca, dan tampak
selalu bertekad mengagalkan Rudy di mana saja. Seandainya ini
berkejadian di malam pertama bukan mustahil team Indonesia akan
kehilangan 1 angka kemenangan. "Team Denmark memang berbahaya".
tambah Eddy Yusuf. Tapi. "percayalah regu kita akan mampu
menjinakkan mereka".
Lebih-lebih pasangan ganda Denmark Svend Pri/S. Skoovgard
Sekalipun mereka berhasil melangkah ke final dalam All England
lalu - sementara Tjuntjun/ Johan Wahyudi sudah tersisih
sebelumnya tetapi keampuhan pasangan Tjuntjun/Johan Wahyudi
belakangan ini sudah mulai pulih kembali. Bahkan dalam test
trial, mereka berhasil menundukkan Christian/Ade Chandra dengan
angka cukup meyakinkan: 15-8 dan 15- 9. Rasa kuatir yang masih
menyelimuti PBSI kini, agaknya beranjak dari keinginan mencetak
angka kemenangan: 9-O.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini