Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di meksiko, nasib ditentukan

Beberapa profil pemain piala dunia yang siap menjadi bintang. mereka: paolo rossi, italia, zico, brasil, karl-heinz rummenigge, jerbar, diego arnando maradona, arrentina, dan michel platini, prancis.(or)

31 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari 500 pernain sepak bola pilihan dari 24 negara akan unjuk kebolehan selama 23 hari, mulai 31 Mei, di Meksiko. Mereka akan bertanding di 12 stadion di delapan kota Amerika Tengah itu. Perebutan Piala Dunia, yang dimulai dengan Piala Jules Rimet, lebih dari setengah abad lalu, merupakan pertarungan penting. Tak bisa disangkal, ajang pertandingan yang empat tahun sekali itu adalah saat yang ditunggu-tunggu para pemain untuk mengorbitkan nama, dan kemudian jadi jutawan, seperti pengalaman pemain legendaris Pele, Johan Cruyff, Frans Bakenbaeur. Beberapa di antara bintang Piala Dunia 1982 tahun ini masih mau membuktikan apakah mereka masih jadi idola publik penggemar bola atau tidak. Berikut ini cuplikan upaya sebagian bintang itu sebelum turun bertanding di Meksiko. PAOLO ROSSI Empat tahun lalu, dalam putaran final Piala Dunia di Madrid, Spanyol, dialah bintang pujaan penggemar sepak bola. Ialah sebagai salah satu penentu sukses tim Italia (setelah menundukkan Jerman Barat di final, 3-1) sebagai juara dunia baru - yang ketiga sejak mereka ikut perebutan Piala Dunia pada 1930. Itulah Paolo Rossi, 29, yang ketika itu mencetak gol pertama bagi kemenangan tim Italia. Sukses Rossi pada Piala Dunia 1982 melambungkan namanya. Ia kemudian bahkan dianugerahi bintang kehormatan Comendatore, yang disampaikan langsung oleh Presiden Sandro Pertini. Majalah World Soccer juga tak ragu-ragu menobatkan Rossi, yang punya naluri mencetak gol yang kuat itu, sebagai pemain sepak bola terbaik dunia 1982, padahal, dua tahun sebelumnya, Rossi pernah diskors Persatuan Sepak Bola Italia, karena dituduh terlibat suap. Tiga tahun setelah jadi pemain pujaan, misalnya, prestasinya terus memudar. Dan ini menurunkan tarifnya. Pada 1985, ketika ditarik Verona dari Juventus, uang transfer Rossi sekitar US$ 4 juta. Tapi, bulan lalu, ia cuma dibeli AC Milan dari Verona dengan uang pindah sekitar US$ 2,6 juta. Pada perebutan Piala Dunia kali ini, Rossi tetap diikutkan Pelatih Enzo Bearzot. "Bagaimanapun saya memerlukan pencetak gol. Karena kami mau menang," kata Bearzot. Pelatih ini memang menyisipkan beberapa pemain muda di antara 22 pemain terpilih. Tapi, sebagian besar di antaranya adalah pemain tim Piala Dunia 1982. Rossi ketika ditanya wartawan menyatakan dirinya "siap" membuat debut baru di Meksiko. "Tim kami berada dalam kondisi paling baik. Saya yakin saya bisa berbuat banyak nanti," katanya. Kendati banyak yang meragukan kemampuannya, dari serangkaian uji coba, Bearzot menilai Rossi perlu dipertahankan. "Ada beberapa kemajuan yang dibuat Rossi," katanya. Bearzot, kini 59, tampaknya ingin mengulang kejadian empat tahun lalu, ketika merehabilitasikan nama Rossi agar bisa bermain dalam tim nasional. Padahal, saat itu, tak satu suara pun mengusulkan hal tersebut. Rossi memulai kariernya di lapangan hijau-sejak usia 15 tahun. Ia tahu bola dari ayahnya, yang dikenal pecandu sepak bola yang fanatik. Mula-mula Rossi bergabung dengan klub Juventus. Tapi, karena cedera ia kemudian dipinjamkan ke klub Como, lalu dipindahkan lagi ke klub Divisi II Lanerossi Vicenza. Di sinilah Rossi bertemu dengan Pelatih Gian Battista Fabbri, yang kemudian menganjurkan dia main sebagai pemain tengah. Ternyata, hasilnya memuaskan. Rossi tampil sebagai pencetak gol terbanyak dan berhasil menaikkan Lanerossi ke Divisi I - setingkat di bawah Juventus. Sejak itu, Rossi kemudian mulai jadi rebutan. Dan pemain yang lapar gol ini kemudian dipinjamkan lagi oleh Lanerossi ke klub Perugia. Sampai 1980, beberapa kali Rossi dipindahtangankan. Ia kemudian diskors karena dituduh terlibat suap sewaktu klubnya, Perugia, bermain seri dengan Avelino 2-2. Kali ini Rossi dicoba lagi. Ini adalah untuk ketiga kalinya ia ikut tim Piala Dunia Italia. Adakah pasang Rossi kali ini lagi naik ? ZICO Keandalannya belum pudar pada usianya yang ke-33. Zico, yang dijuluki Pele putih, masih menjadi sanjungan pecandu sepak bola di Brasil. Betapa tidak, tahun lalu, Zico menyumbang 83 gol buat klub Flamingo - 30 gol lebih banyak dari rekannya Socrates, yang juga pemain Piala Dunia. Maka, cukup beralasan bila Tele Santana, pelatih tim Brasil, merekrut Zico ke dalam tim Piala Dunia 1986. Tapi, kini, Santana cukup ketar-ketir dibuat Zico. Soalnya, Zico, yang telah menyumbang 700 gol bagi Flamingo, mengalami cedera berat pada lutut kiri akibat sabetan pemain kesebelasan nasional Cili awal bulan ini. Sehari sebelum Santana menetapkan 22 pemain terpilih, nasib Zico masih teka-teki. Diduga ia tak akan terpilih. Andai kata Zico tetap dipertahankan toh veteran Piala Dunia 1978 dan 1982 ini tak mungkin dipasang selama pertandingan penyisihan. Cedera pada lutut kiri bukan kali ini saja merongrong Zico. Setahun terakhir, tiga kali cedera serupa dialaminya. Tapi, "Tidak seburuk yang terakhir ini," ujarnya sambil mengelus-elus lututnya yang memar. Mestinya, Zico dioperasi. Tapi, kalau bedah dengkul itu dilakukan, "Dia tak akan fit pada saat pertandingan pertama nanti," ujar Neylor Lasmar, dokter kesebelasan Brasil. Maka, Zico hanya menjalani perawatan ringan. "Kalau dia tak pulih seratus persen, dia tak akan memperkuat kesebelasan Brasil," ujar Santana. Dan, bila itu terjadi, Zico akan memilih pulang kampung saja, nonton Piala Dunia di rumah lewat pesawat TV. "Saya akan sangat menderita berada di Meksiko hanya sebagai penonton," tutur Zico sedih. Tim Brasil, sekalipun diunggulkan akan menjuarai Piala Dunia 1986, tanpa Zico tampak memerlukan perjuangan ekstraberat di grup D. Lawan-lawan yang akan menghadang Brasil adalah Aljazair, Spanyol, dan Irlandia Utara. Mengapa Zico begitu penting bagi tim Brasil? Sekalipun ada Dirceu, Socrates, dan Toninho, Zico tetap merupakan pemain tengah terbaik di negerinya. Ia, yang lahir dengan nama Artur Antunes Coimbra, dikenal sebagai pemain yang rajin menjelajahi lapangan. Ia mampu bermain di lini pertahanan seperti seorang back, mencetak gol sama hebatnya sepertl pemain ujung tombak kesebelasan, sebagai pemain-pemain penghubung jangan dikata lagi. Inisiatifnya membuka serangan dan intuisinya mencetak gol diakui dunia. Kelebihannya yang lain adalah perkara tendangan lengkung. Tendangan Zico dengan mudah melewati tembok pertahanan lawan dan mengecoh kiper, walau diambilnya jauh dari kotak penalti. Tak heran bila soal tendangan bebas sering dipercayakan tim pada Zico. Zico memang seperti ditakdirkan menjadi bintang. Ia lahir di tengah keluarga pemain sepak bola profesional, tapi tak begitu menonjol. Maka, ketika Zico diperkenalkan ayahnya pada si kulit bundar pada usia kanak-kanak, orangtuanya berharap anaknya akan melebihi dirinya. Ternyata, terkabul. Pada usia 15, Zico sudah bergabung dalam klub Rio's Flamengo. Tapi, ketika itu, pelatihnya tak terlalu yakin Zico bakal tumbuh menjadi pemain andal. Maklum tubuhnya terlalu ceking: pada usia remaja itu, berat badannya hanya 37 kilogram. Tapi, dengan program pengaturan kalori makanan dan latihan yang berat, ternyata tak hanya kemahiran Zico mengolah bola yang meningkat, tapi juga badannya makin kekar. KARL-HEINZ RUMMENIGGE Tanpa Karl-Heinz Rummenigge, 30, kesebelasan nasional Jerman Barat seperti kehilangan gebrakan. Tak ada kapten dan tak ada pemain yang lapar gol. Karena itu Pelatih Franz Beckenbauer, diam-diam, sering berdoa untuk Kalle - demikian Rummenigge dipanggil sehari-hari. Tapi, karena cedera lutut yang dideritanya cukup berat, ada kemungkinan Kalle hanya duduk di bangku cadangan selama Piala Dunia 1986. Tapi Kalle tetap dipertahankan rekan-rekannya karena ia merupakan inspirator bagi tim. Ibarat sebuah orkestra, Rummenie memang dirigen. Boleh dikata dalam setiap penampilannya, baik selama bergabung dengan klub Bayern Muenchen, maupun terakhir di klub Inter-Milan, Kalle selalu menjadi panutan setiap pemain. Kelincahannya menggiring bola, atau tendangan kilatnya (ia hanya memerlukan waktu sangat singkat untuk mengambil keputusan buat sebuah operan bola) adalah keistimewaan yang jarang ditemui. Bahkan pemain legendaris Pele menyatakan kekagumannya ketika melihat penampilan Kalle pada Piala Dunia 1982 - sekalipun Jerman Barat gagal di final. Perpaduan kegigihan, kerja keras, dan kecemerlangan otak dalam tempo singkat telah mengangkat diri Kalle ke deretan pemain top dunia. Lelaki berambut pirang yang masih punya darah Italia ini adalah salah satu penyerang berbahaya di dunia. Tak heran kalau ia terpilih sebagai pemain terbaik Eropa berturut-turut pada 1980 dan 1981 - menyamai prestasi bintang "total football" Belanda Johan Cryuff (1974 dan 1975), dan pemain andalan Inggris Kevin Keegan (1978 dan 1979). Kalle memulai karier sepak bolanya di klub Borrusia Lippstadt. Kemudian, pada 1974, ia ditransfer Bayern Muenchen dengan bayaran 4.000 (sekitar Rp 4,6 juta). Sepuluh tahun kemudian dibeli oleh Inter-Milan seharga 2,5 juta (hampir Rp 4,5 milyar). Diperkirakan penghasilan Kalle dari sepak bola Rp 200 juta setahun. Tapi, di samping itu, ia masih menikmati tambahan dari pemunculannya untuk iklan, mulai dari kembang gula sampai pakaian olah raga. "Bola telah memberi segala sesuatu yang saya butuhkan," kata Kalle. Tapi pengorbanannya untuk itu juga tak kecil. Ia telah berlatih keras hampir 15 tahun, dan menjauhi alkohol serta rokok. Minuman yang paling disukainya adalah teh Inggris, dan setiap hari dia menghabiskan 8 gelas. Ciri khas Kalle yang lain, setiap kali tampil, ia sedapat mungkin menghindari kontak badan. Toh, sial tidak bisa diduga. Ketika memperkuat Bayern Muenchen dalam perebutan Piala Eropa 1982, pada perempat final, Kalle tabrakan dengan Kiper Boldici dari klub Universidad Craiova dari Rumania. Dalam upaya menyelamatkan gawang dari serbuan Bayern, Boldici itu menerjang lutut Kalle. Akibatnya, Kalle harus digotong ke luar lapangan, dan istirahat sebulan penuh, sebelum dipasang memperkuat tim Piala Dunia 1982. Kali ini, juga menjelang Piala Dunia, Kalle, kapten kesebelasan yang sudah memperkuat 88 kali tim nasional Jerman Barat, kembali kena musibah. Lututnya, yang masih sering nyeri itu, dihajar lawan lagi sewaktu memperkuat Inter-Milan dalam pertandingan antarklub di Italia 1986. Masih mungkinkah Kalle memperkuat tim Jerman Barat dalam Piala Dunia 1986? Entahlah. "Kami tetap optimistis Kalle bermain cemerlang," kata Beckenbauer. Dari 22 nama pemain terpilih, terdapat tiga pemain inti yang cedera: Pierre Littbarski, Rudi Voeller, dan Rummenigge. DIEGO ARNANDO MARADONA Siapa bintang Piala Dunia 1986? Ada sejumlah calon. Tapi, banyak pengamat sepak bola memperkirakan peluang terbesar ada pada Diego Arnando Maradona, kapten kesebelasan Argentina. "Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya berani menyimpulkan tahun ini adalah tahun Maradona," ujar seorang kolumnis sepak bola kepada Reuter, dua pekan lalu. Ditilik dari faktor usia dan kesegaran jasmani, katanya, Maradona, yang kini berusia 25 tahun, benar-benar berpeluang besar untuk meraih kehormatan itu. Apalagi, kali ini pertandingan dilakukan di Meksiko, negeri yang suhunya tak begitu beda dengan Argentina. Selain itu, ada segi psikologis, yang juga diperhitungkan akan mendorong pemain lapangan tengah itu, dan sama hebatnya bila jadi ujung tombak, untuk main habis-habisan. Yakni ia baru saja diangkat sebagai kapten kesebelasan oleh Pelatih Carlos Bilardo. Dengan mendapat kepercayaan besar itu, Maradona diperhitungkan bakal berusaha memperbaiki citra buruk yang diterimanya di Spanyol. Waktu itu, Maradona diusir ke luar lapangan oleh wasit, karena bermain kasar. Argentina, pada putaran final Piala Dunia ke-12 itu, langsung tersisih, setelah dikalahkan Brasil 1-3. Nama Maradona beberapa bulan setelah itu memang sempat pudar. Setidak-tidaknya terimpit oleh sukses Paolo Rossi, bintang yang membawa Italia merebut mahkota juara. Tapi, dasar pemain berbakat, anak bekas kuli harian di Villa Fiorito, sebuah perkampungan miskin di Buenos Aires ini, cepat bangkit. Dan, mencapai kembali kemasyhurannya ketika dikontrak klub tersohor Spanyol, Barcelona. Akhir 1984, Maradona, pemain yang bertubuh pendek untuk ukuran Eropa ini (tinggi 167 cm dan berat 57 kg), mencatat sensasi besar ketika ditarik klub Napoli, Italia, dengan uang pindah sekitar Rp 8,3 milyar. Jumlah itu rekor bayaran termahal hingga saat ini - Platini atau Rummenigge hanya dibayar separuh dari jumlah itu ketika mereka ditarik klub Juventus dan Inter-Milan, sekitar tiga tahun lalu. Besarnya perbedaan bayaran itu menempatkan Maradona pusat perhatian. Jutaan pecandu sepak bola menunggu Maradona mendemonstrasikan kebolehan kaki kirinya mendrible, kepiawaian mengontrol bola, dan gerakan cepat dari pelbagai posisi serta langsung melepaskan tembakan deras ke gawang lawan. "Rahasia permainan Maradona memang terletak di kaki kirinya. Senjata ini cukup mematikan dan sekaligus menempatkan dia sebagai pemain dengan kontrol bola terbaik di dunia saat ini," puji Rummenigge. Maradona ditemukan secara kebetulan oleh pemandu bakat Francisco Cornejo dari klub Argentina Juniors. Waktu itu, ia baru berusia sembilan tahun. "Saya tak habis pikir, ketika pertama kali melihat dia bermain bola," tutur Cornejo dalam suatu wawancara dengan majalah Argentina Somos. Begitu terpesonanya Cornejo, ia kemudian menemui ayah Maradona dan meminta anak itu. Pelatih ini kemudian menitipkan Maradona pada sebuah keluarga kaya di Buenos Aires. Dan berkat sokongan keluarga ini, Maradona, yang bergabung dengan klub Argentina Juniors, mulai berkembang. Pada usia 16 tahun, ia sudah jadi pemain nasional. Dan setahun kemudian dipilih untuk memperkuat Tim Piala Dunia Argentina 1978. Namun, karena usianya yang dianggap masih terlalu muda, pemain yang di negerinya dijuluki El Pibe de Oro alias Si Anak Emas dari Buenos Aires itu tak dipasang Menotti. Tapi, ia kemudian berhasil meningkatkan kebolehannya, dan menjadi pemain top dunia. Bergaji sedikitnya Rp 1 milyar setahun, belum terhitung bonus, misalnya iklan di pelbagai perusahaan alat olah raga, Maradona kini tumbuh sebagai jutawan muda. Untuk keluarganya di Buenos Aires, ia dirikan sebuah rumah mewah, yang dilengkapi dengan sebuah kolam renang. Dan, Maradona, yang kini juga dijuluki sebagai Il Re di Napoli (Raja dari Napoli) sesekali pulang dengan pesawat jet khusus untuk menjenguk orangtua dan saudara-saudaranya. Maradona memang boleh diperkirakan bakal jadi mahabintang di Meksiko. Asalkan dia, yang bakal dijaga ketat pemain lawan, bisa menahan temperamennya. Sebab, soal yang terakhir ini memang sudah lama dicemaskan banyak penggemarnya, dan merupakan salah satu kelemahannya yang terbesar. Setelah kasus di Spanyol, Maradona sekali lagi dikeluarkan dari lapangan. Akibat peristiwa akhir Desember 1984 itu, ia diskors tak boleh main untuk beberapa pertandingan oleh Dewan Hakim Galatama Italia. Penyebabnya, gara-gara ia memukul kapten kesebelasan Ascoli, tatkala ia sedang memperkuat klubnya, Napoli dalam suatu pertandingan Divisi I Italia. Sekarang Maradona memang sudah jadi idola. Tapi, akan lebih lengkap bila ia terpilih sebagai bintang Piala Dunia 1986. MICHEL PLATINI Yang juga punya peluang jadi bintang Piala Dunia 1986 adalah Michel Platini. Pemain andalan Prancis ini sudah tiga kali memperkuat tim Piala Dunia sejak 1978. Kali ini mungkin penampilannya yang terakhir dalam turnamen yang diimpikan setiap pemain sepak bola. Tak heran kalau bintang lapangan tengah tim Prancis ini dijagokan banyak pengamat bakal menunjukkan seluruh kemampuannya di Meksiko. Platini, 30, dua kali berturut-turut jadi pemain terbaik dunia versi majalah World Soccer (1984 dan 1985). Prestasi Platini, yang lahir di Joef, sebuah kota tambang di Lorraine, Prancis, memang menanjak selama tiga tahun terakhir ini. Yakni, sejak ia dibeli sekitar Rp 3 milyar oleh klub elite Italia, Juventus, yang didukung pemilik industri mobil terkenal Fiat. Prestasi yang dicapai Platini bersama Juventus adalah menjuarai turnamen Winner Cup Eropa 1984 (kejuaraan antardivisi se-Eropa), juara antardivisi satu Eropa, Piala Champions 1985, juara antarklub Eropa-Amerika Latin, Super Cup 1985. Tak hanya itu sukses Platini. Buat negerinya, Platini ikut berperan menjadikan Prancis sebagai juara Eropa 1984, dan kemudian mengantar ke putaran final Piala Dunia 1986. Sejak 1984 itu pula ia dipilih sebagai kapten tim Prancis. Platini, yang jadi pemain nasional sejak 1976, mencetak 37 gol dari 56 pertandingan internasional yang dilakukannya. Mulai main bola sejak usia 10 tahun, tapi baru tujuh tahun kemudian Platini, putra Aldo, seorang guru matematik merangkap sebagai pelatih sepak bola, ini masuk klub. Ia bergabung dengan Nancy-Loraine, klub yang diasuh ayah dan kakeknya. Di klub inilah bakat sepak bolanya diarahkan hingga dia kemudian terpilih untuk memperkuat tim nasional Prancis. Platini bertahan di klub keluarganya selama enam tahun, pada 1978 pindah ke klub Saint Etienne, lalu ke klub Juventus pada 1983. Main di Italia, negeri yang juga merupakan tanah kelahiran kakeknya, Platini pelan-pelan berangkat menjadi jutawan muda. Ia berpenghasilan sekitar Rp 400 juta setahun - di luar bonus iklan dari pelbagai perusahaan. Dengan hasil itulah Platini membeli lima lapangan bola dan 30 lapangan tenis di St. Cyprien, Prancis Selatan. "Jika saya sudah berhenti main bola, proyek itulah yang akan saya usahakan buat menghidupi istri, anak, dan keluarga saya," katanya. Juni ini, kontrak Platini dengan Juventus berakhir. Dikenal sebagai "perancang permainan" terbaik Eropa, Platini tak mau sesumbar ketika ditanya peluang negerinya di Meksiko. "Kami bukan tim terkuat atau kurang kuat dibandingkan tim lain. Semua tim baik. Tapi, seperti biasa, penantang berbahaya harus disingkirkan dulu. Dari Eropa: Inggris, Jerman Barat, dan Italia. Dari Amerika Selatan: Brasil, Argentina, dan tuan rumah Meksiko," katanya. Prancis sendiri belum sekalipun menjuarai Piala Dunia. Malah masuk semifinal saja baru dua kali. Yaitu, pada 1958 dan 1982, ketika mereka tampil sebagai juara keempat. Kembali bersama Platini, pemain yang disebut-sebut paling brilyan dalam dekade terakhir ini, Prancis tampil di Meksiko. Apakah-mereka akan mampu membuat kejutan? Siapa tahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus