KESEBELASAN manakah yang akan memboyong Piala Dunia kali ini? Peta kekuatan tim menunjukkan bahwa peluang masih tetap diperebutkan oleh Eropa dan Amerika Latin. Kendati tim Asia dan Afrika berkembang maju, mereka masih tetap merupakan pelengkap dalam kejuaraan dunia yang paling akbar ini. Sejarah memang menunjukkan kepada kita bahwa tim-tim Eropa belum pernah memenangkan Piala Dunia (mulai dari perebutan Piala Jules Rinet, yang kemudian menjadi milik Brasil, di Montevideo, Uruguay 1930) selama kejuaraan itu berlangsung di Amerika Latin. Tapi, tidak berarti, kali ini, tim Eropa tidak bisa membuat kejutan. Mengapa? Belajar dari pengalaman Piala Dunia 1970, juga di Meksiko, tim Eropa sekarang tampak lebih siap. Kesebelasan Italia misalnya, bahkan menyiapkan pakaian khusus untuk di Meksiko. Selain itu, tim Eropa digarap lebih ilmiah, dan umumnya mereka lebih dingin dan tenang menghadapi situasi apa pun. Sementara itu, tim-tim Amerika Latin lebih mengandalkan kemampuan teknik individu, yang rata-rata lebih baik dari pemain Eropa. Tapi emosi mereka kadang-kadang lebih menonjol dari rasio. Karena kejuaraan kali ini berlangsung di Meksiko lagi, maka tim Brasil disebut-sebut sebagai kesebelasan yang paling punya peluang memenangkan Piala Dunia. Memiliki sejumlah pemain besar, yang bermain di klub-klub Eropa, dan itu membuat mereka mengenal betul gaya permainan lawan utama di Meksiko, Brasil memang pantas dicalonkan sebagai juara. Tapi mampukah Brasil memenuhi itu? Dalam keadaan normal, rasanya ambisi juara itu mungkin dicapai mereka. Namun situasi dan kondisi tim Brasil sampai awal pekan ini masih memprihatinkan. Sejumlah bintang, di antaranya Zico, masih cedera (lihat Di Meksiko, Nasib Ditentukan), dan sebagian lain tersisih di pemusatan latihan. Eder, kiri luar kesebelasan Brasil dalam kejuaraan Piala Dunia di Spanyol, 1982, misalnya, dikeluarkan Pelatih Tele Santana dari pelatnas karena tidak disiplin. Bersama Eder tersingkir pula Renato, bintang klub Sao Paulo. Setelah itu, menyusul pula back kanan Leandro dari Klub Flamengo, yang tidak mau bergabung, karena merasa solider terhadap kawannya, Renato. Tak cuma itu yang memukul kubu Brasil. Cedera yang dialami Cereso, Dirceu (dua nama ini akhirnya tak dipilih Santana, karena cedera mereka tak mungkin sembuh dalam tempo sepekan) serta Mozer juga memusingkan sang pelatih. Cedera yang lebih parah sebetulnya lebih merongrong Zico, kartu as bagi Brasil dan Santana. Sekalipun masih merupakan tanda tanya, apakah ia bisa sembuh dari cederanya dan bisa memperkuat tim, ia dipilih juga. Dari cara yang diperlihatkan Santana, tampak ia sangat mengharapkan Zico sembuh karena Zico, bagi Santana, lebih penting dari pemain lain. Mengapa? Zico merupakan play maker inspirator tim dan pencetak gol. Tapi banyak juga yang pesimistis, Zico bisa memenuhi harapan itu. Soalnya, kendati ia secara fisik bisa sembuh, secara mental ia belum siap untuk bertanding dalam kejuaraan yang paling berat ini. Sebab, Zico tidak mau cedera lagi. Kalau ia cedera lagi, maka hilanglah masa depannya. Zico, 33, salah seorang pemain tertua dalam tim Brasil, tentu tidak mau kehilangan masa depannya dengan mengambil keputusan yang salah. Dalam kondisi seperti sekarang ini, Zico tidak mungkin memberikan segalanya bagi tim sepak bola Brasil. Lalu, siapa yang akan diandalkan Santana? Falcao dan Socrates, bintang lain dalam tim Brasil, bukan lagi pemain dengan kemampuan seperti empat tahun lalu. Gerakan mereka, yang memukau waktu Piala Dunia 1982 sudah tak terlihat lagi. Falcao bahkan sudah mulai duduk di bangku cadangan klub Sao Paulo. Dengan kondisi tim seperti itu rasanya sulit bagi Brasil untuk tampil sebagai juara Selain itu, sepanjang sejarah Piala Dunia, tim yang diunggulkan tak pernah menjadi juara. Entah kenapa. Barangkali, karena mabuk sanjung, mereka jadi lupa diri, lalu meremehkan lawan. Lantaran sejarah juga mencatat, selama turnamen Piala Dunia diselenggarakan di Amerika Latin tak satu pun kesebelasan Eropa yang mampu memboyong lambang supremasi itu, maka, selain Brasil, tim Argentina, Uruguay, dan Meksiko juga diperhitungkan orang. Mengapa Argentina, Uruguay, dan Meksiko? Kehebatan kesebelasan Argentina, juara dunia 1978, yang memiliki Maradona, Daniel Pasarella, dan pemain lainnya, tak diragukan lagi. Kesebelasan ini masih cukup kukuh di segala lini. Apalagi bermain di Meksiko, yang suhunya terkenal menyengat, bukan asing bagi mereka. Prestasi tim Uruguay, terutama dua tahun terakhir, juga cukup memukau. Pada pertengahan 1984, mereka berhasil mengukuhkan diri sebagai juara Amerika Latin setelah menyingkirkan Brasil, Argentina, dan Peru. Juga tiket finalis ke Meksiko mereka raih dengan mudah - saingannya, antara lain tim Cili, nama yang tak asing di kalangan dunia sepak bola. Kelebihan lain, kesebelasan Uruguay, yang punya pemain bintang Enzo Francescoli (sudah ditransfer Prancis dengan bayaran US$ 4 juta sebelum tampil di Meksiko), dikena! sebagai tim Amerika Latin yang mau bermain keras. Sedangkan tim Meksiko, yang punya pemain beken Hugo Sanchez, diuntungkan oleh faktor sebagai tuan rumah. Mengenai kualitas permainan, mereka masih kalah dibandingkan Brasil, Argentina, maupun Uruguay. Toh, bola bundar. Siapa tahu Dewi Fortuna menolong mereka. Dari Eropa, yang disebut-sebut punya peluang terutama tim-tim Eropa Barat: Italia, Jerman Barat, Prancis, Inggris, dan Spanyol - kesebelasan-kesebelasan tangguh kelas dunia. Yang menjadi musuh utama mereka di Meksiko adalah faktor suhu. Selebihnya tak ada yang diragukan, baik kualitas teknis perorangan maupun secara tim. Dua puluh empat tim finalis Piala Dunia kali ini boleh dikatakan telah menyelesaikan persiapan akhir. Siapa yang melewati masa krisis dari cedera pemain merupakan langkah awal yang menguntungkan. Sebab, secara kualitas, mereka setara. Kecuali finalis dari Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Persiapan tim yang hebat itu tidak terlepas dari pembinaan kompetisi, yang merupakan landasan kukuh untuk berbicara dalam kejuaraan dunia. Di Brasil, misalnya, klub Flamengo rata-rata bermain 70 kali dalam satu tahun. Di sini ada sekitar 400 klub profesional. Dengan persaingan yang ketat itu semua klub harus mengatur pemain mereka agar bisa tampil prima, dan kemudian jadi juara. Tak heran, karena kompetisi begitu ketat, sering terdengar pemain di negeri Latin ini terkena stress, dan kemudian dirawat di rumah sakit. Leandro, misalnya, sempat dirawat di rumah sakit saraf, karena ketegangan yang dialami di klub Flamengo. Hal yang sama juga terjadi di Eropa, terutama Eropa Barat. Di Inggris, misalnya, rata-rata pemain sebuah klub harus bertanding 60 kali setahun. Banyaknya pertandingan yang harus diikuti itu menyebabkan pemain jadi cepat matang dalam permainan. Tetapi, kalau kita mau melihat ke Asia, Afrika, Amerika Utara, maka perbedaan kualitas dan kuantitas pemain cukup mencolok. Dengan demikian, tim Asia (Irak dan Korea Selatan), Afrika (Aljazair dan Marokko), dan Amerika Utara (Kanada) akan sulit memperlihatkan kebolehan dalam kejuaraan dunia kali ini. Betapa tidak. Kor-Sel, misalnya, hanya mempunyai enam klub pro, sehingga kompetisi mereka pun terbatas. Irak, yang masih dalam keadaan perang, juga hanya mengandalkan beberapa klub pro. Demikian pula Aljazair, Marokko, dan Kanada. Kurang berkualitasnya kompetisi di Asia, Afrika, dan Amerika Utara akan membuat tim-tim ini akan tersingkir di babak permulaan. Bagaimana dengan wakil-wakil Eropa Timur? Kendati negara-negara Eropa Timur mempunyai kompetisi teratur, kelas mereka tidak sekeras di Eropa Barat. Di antara finalis asal Eropa Timur, hanya tim Hungaria kemungkinan yang bisa menjadi "kuda hitam". Sementara itu, tim Skotlandia, Irlandia Utara, Denmark, dan Belgia juga bisa menjadi batu sandungan karena banyak pemain dari negara ini bermain untuk klub-klub pro Inggris dan negara Eropa Barat lainnya. Dengan sistem kompetisi yang padat dan berkualitas tinggi, maka pembinaan tim nasional cukup melalui klub-klub. Pelatih nasional tinggal memantau perkembangan pemain dari pelatih klub. Lihat saja tim Inggris dan Jerman Barat, misalnya, yang baru menyelesaikan kompetisi beberapa saat sebelum ke Meksiko, tetap diunggulkan, sekalipun pemusatan latihan tim nasional mereka tidak berlangsung lama. Dengan demikian, menurut saya, yang akan bersaing ketat memboyong Piala Dunia adalah Italia, Jerman Barat, Prancis, Spanyol, Argentina, Brasil, dan Uruguay. Tapi tidak berarti kuda hitam tidak akan muncul setiap saat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini