DIAM-diam Afrika menjadi pemasok pemain bola terbesar ke klub-klub sepak bola di Eropa. Dalam musim kompetisi 1991 -1992, yang mulai digelar awal Agustus lalu, sekitar 260 pemain dari benua hitam ini memperkuat klub-klub terkenal di 12 negara Eropa, seperti, Prancis, Belgia, Jerman, Portugal, Inggris, dan Belanda. Melonjaknya jumlah pemain asal Afrika yang hijrah ke Eropa tak terlepas dari prestasi kesebelasan Kamerun, yang lolos ke putaran ketiga Piala Dunia 1990 di Italia, serta sukses Nigeria menjuarai kejuaraan Piala Dunia Junior 1987 dan kejuaraan dunia di bawah usia 17 tahun. Prestasi itu membuat pemilik klub di Eropa mulai mengakui Afrika sebagai gudang pemain berbakat. Setidaknya data-data itulah yang diungkapkan oleh majalah sepakbola Inggris terkenal, World Soccer, edisi Juli 1991. Sebenarnya, debut pemain bola Afrika di Eropa sudah dimulai sejak 1950-an. Prancis dan Portugallah yang memperkenalkan pemain dari benua hitam itu kepada penggemar sepak bola di Eropa dengan mendatangkan pemain bola dari koloni-koloni mereka di Afrika. Sepuluh tahun kemudian, kehadiran pemain asal Mozambique, Eusebio, yang memperkuat klub Benfica, Portugal, memberi warna tersendiri akan mutu pemain asal Afrika. Paling tidak, berkat kemampuannya di lapangan hijau, Benfica mampu menjuarai kompetisi di negaranya, dan merebut Piala Champions -- kejuaraan antarklub juara kompetisi paling bergengsi di Eropa -- dua kali, 1961 dan 1962. Keberhasilan Eusebio membawa angin segar bagi pemain-pemain sepak bola asal Afrika. Awal 1980-an, misalnya, Jean Tigana, kelahiran Mali, melanjutkan keperkasaan pemain Afrika di daratan Eropa. Bersama Michel Platini, sekarang pelatih tim nasional Prancis, Tigana mengantarkan Prancis melaju ke babak semifinal Piala Dunia 1982 di Spanyol. Dominasi pemain-pemain Afrika di Prancis pun sekarang terus meningkat. Kehadiran pemain tengah Abedi Pele asal Ghana di klub Marseille, Prancis, membuat klub milik jutawan Bernard Tapie ini makin disegani. Padahal, sembilan tahun silam, sewaktu tampil memperkuat Ghana di Piala Afrika, nama Pele belum begitu dikenal. "Pele Afrika" ini semakin berkibar namanya setelah pelatih Marseille, Raymond Goethals, memadukannya dengan pemain tengah asal Inggris, Chris Waddle. Sayangnya, Marseille gagal merebut Piala Champions 1991 karena kalah adu penalti dari klub Red Star Beograd, Yugoslavia. Namun, Persatuan Sepak Bola Ghana masih berharap, Pele mampu membawa negaranya lolos ke putaran final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Pada musim kompetisi sekarang, Prancis mengimpor paling banyak pemain Afrika, diperkirakan ada 110 pemain. Tiga puluh lima di antaranya bermain di klub divisi satu dan sisanya di divisi dua. Posisi kedua ditempati Belgia sebanyak 56 pemain. Tahun lalu hanya 20 pemain. Peningkatan itu disebabkan keberhasilan Stephen Keshi (Nigeria) dan Charles Musonda (Zambia) mengantarkan klub Anderlecht menjadi finalis Piala Winners tahun lalu. Portugal, yang dikenal memiliki paling banyak koloni di Afrika, menempati urutan ketiga dengan mendatangkan 48 pemain. Jerman memakai 14 pemain Afrika. Tak semua pemain Afrika lancar menyeberang ke Eropa. Nii Lamptey Odartey, pemain muda dari Ghana, mengalami kesulitan. Ia diincar klub-klub besar seperti Rangers (Skotlandia), Vasco da Gama (Brasil), dan Anderlecht (Belgia). Itu setelah ia tampil sukses di kejuaraan dunia junior di Skotlandia, 1989. Padahal, usianya waktu itu masih 14 tahun. Federasi Sepak Bola Ghana tak mengizinkan Lamptey pindah. Lamptey kemudian menempuh berbagai cara agar bisa bermain di luar negeri. Berkat bantuan seorang sopir bus, Lamptey berhasil menyeberang ke Nigeria. Dengan adanya uluran tangan dari Stephen Keshi, kapten tim Anderlecht, Lamptey bisa bermain bersama-sama Keshi di Belgia. Itu pun setelah Anderlecht membayar ganti rugi ke PSSI-nya Ghana dan klub yang membesarkan Lamptey, Cornerstone. Bagi Lamptey sepak bola merupakan segalanya. "Saya sering bolos sekolah hanya untuk bermain bola," ujarnya. Seperti halnya maestro sepak bola Brasil, Pele, Lamptey mengawali kariernya dari bermain di jalanan. Kini, selama bergabung dengan Anderlecht, ia selalu berlatih keras karena targetnya bisa bermain di klub besar di Prancis, Spanyol, atau Italia. Bernard Tapie, bos Marseille, sudah mengincarnya untuk berpasangan dengan Abedi Pele. Ada pula pemain Afrika yang pindah warga negara sehingga mereka bisa memperkuat tim nasional di tempat mereka bermain sekarang. Misalnya, yang dilakukan Eusebio, Jean Tigana, dan John Salako, pemain berbakat asal Nigeria yang kini bermain pada klub Crystal Palace dan bergabung dengan tim nasional Inggris. Dari 28 negara Afrika pengekspor pemain sepak bola, Nigeria menempati urutan teratas dengan 35 pemain. Selanjutnya Zaire (33), Senegal (29), Aljazair (24), Maroko (23). Kamerun, yang membuat kejutan di Piala Dunia Italia 1990, hanya mengekspor 18 pemainnya. Dalam hal ekspor pemain, Afrika tampaknya bersaing dengan negara dari Amerika Latin, seperti Brasil, Argentina, dan Uruguay. Sayangnya, pemain Afrika belum berhasil menembus bursa pemain profesional di Italia, yang masih didominasi pemain dari Brasil, Argentina, dan Uruguay. Dalam dekade terakhir ini, baru nama Francois Zahoui (Pantai Gading), yang terdaftar pada klub Ascoli pada 1980. Itu pun hanya bermain untuk 10 pertandingan sebelum dijual ke klub Toulon, Prancis. Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini