Jumpa Anak Tiri Thahir HANYA seorang wanita yang menarik perhatian segenap pengunjung sidang perkara deposito Haji Thahir pekan lalu. Wanita berambut sebahu itu duduk di baris kedua kursi pengunjung. Ia mengenakan gaun merah bermotif kembang dan celana panjang ketat yang berwarna merah mencolok. "Itu Kartika," kata salah seorang pengacara dari Indonesia, dengan suara agak pelan. Keruan saja, wartawan-wartawan Indonesia dan beberapa pengunjung sidang menoleh ke wanita itu. Diperhatikan begitu, wanita yang berusia 30-an itu justru semakin tak acuh. Ia memang bukan Kartika, tapi Farida alias Fay, putri istri Haji Thahir. Wajahnya tak secantik ibunya, tapi kelihatan cerdas. Sayang, matanya yang selalu tertutup kaca mata hitam, dan di ruang sidang selalu menatap kursi Hakim Lai Kew Chai, hampir tak pernah diperlihatkannya. Ia tak sendiri di ruangan itu. Tak jauh darinya, masih di kursi pengunjung, duduk saudara lelakinya, Bing Budiarto. Lelaki berusia 30-an, berkening lebar, dan berambut hitam lurus itu selalu mengenakan setelan jas biru tua. Kedua putra-putri Kartika Ratna, 57 tahun, dilahirkannya dalam perkawinan pertamanya, dengan Herlambang Budiarto. Mereka menikah pada 1950 di Nganjuk, Jawa Timur. Pada 1960-an, keluarga muda itu hijrah ke Singapura. Kedua anak tadi dibawa serta. Waktu itu, mereka masih tercatat sebagai WNI. Pada 1974, Kartika-Herlambang bercerai. Fay, yang sekolah di Swiss, tinggal bersama sang ibu di Swiss (TEMPO, 17 Agustus 1991). Begitu identitas kedua pengunjung sidang itu diketahui, segera saja putra-putri Kartika itu menjadi sasaran segenap wartawan. Namun, baik Bing maupun Fay selalu menjauhi wartawan. Sepanjang persidangan, Bing duduk sendirian di jajaran kedua kursi untuk wartawan lokal, yang selalu kosong, sedangkan Fay tetap di kursi pengunjung. Sesekali Fay kelihatan mencatat, atau tersenyum-senyum menyaksikan akting pengacaranya, Bernard Eder Q.C. Satu-satunya orang Indonesia yang disapa Fay hanyalah saudara tirinya, Ibrahim Thahir. Ketika putra Haji Thahir itu -- dari istri pertamanya -- bersama pengacaranya Rudy Lontoh dan Denny Kailimang berpapasan dengan Fay, yang juga dikawal pengacaranya, wanita itu menegur. "Hai," katanya sambil tersenyum. Mereka pun bersalaman. Namun, setelah itu, tak sepatah kata pun yang diucapkan antara sesama saudara tiri yang kini berseteru itu. Bing malah sempat mengatakan bahwa ia bukan Bing. Jika didesak dan diberondong pertanyaan lain, Bing hanya menjawab, "No comment." Fay juga diam seribu bahasa. Hebatnya pula, Bing mengaku tak bisa berbahasa Indonesia. "I can't speak Indonesian," ujarnya. Fay, kalaupun didesak pertanyaan, hanya mengatakan, "Sori". Maka, semua wartawan hanya bisa mengambil foto, setiap kali mereka keluar ataupun masuk gedung pengadilan. Ternyata, sesungguhnya Bing masih bisa berbahasa Indonesia, konon juga Jawa. Sehari setelah wartawan TEMPO Happy Sulistyadi menyerahkan fotokopi TEMPO edisi Kartika Thahir, 17 Agustus lalu, Bing berucap. "Terima kasih. Bagus." Setelah itu, kendati berkali-kali dihubungi TEMPO, Bing tetap enggan berkomentar. Ia meminta agar segala pertanyaan tentang kasus itu dan dirinya diajukan kepada pengacaranya. Ia hanya membenarkan bahwa Kartika masih hidup. Namun, sepatah pun ia tak menjawab ketika ditanya alamat ibunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini