KENING Iswadi Idris berkerut. Betapa tidak, Stadion Mandala Krida Yogyakarta yang berkapasitas 25.000 penonton itu, Rabu pekan lalu, cuma berisi 1.000 orang. Padahal, yang bertanding adalah klub asuhan Iswadi, Perkesa Mataram, melawan Bandung Raya, klub Galatama dari Kota Kembang. Padahal, nama klub yang semula bermarkas di Sidoarjo itu sudah diembel-embeli Mataram di belakangnya, untuk memancing "rasa memiliki" penduduk Yogya yang mulai musim kompetisi ini jadi markas baru Perkesa. Nasib yang sama diterima klub Bandung Raya ketika bertanding melawan Lampung Putra, 3 Oktober lalu, di kandangnya sendiri. Bayangkan saja, Stadion Siliwangi yang berdaya tampung 25.000 penonton -- dan selalu luber oleh penonton setiap klub perserikatan Persib tampil di sana -- sore itu hanya berisi 2.000 penonton. Rupanya, klub Galatama masih sulit meraih hati penonton. Masa manis, yang sempat dikecap Galatama begitu pertama muncul dan mencapai puncaknya ketika sejumlah klub memakai pemain asing seperti Fandi Ahmad, David Lee, dan Jairo Matos, sulit kembali. Karena itu, munculnya enam klub baru Galatama PSSI untuk musim kompetisi tahun ini mengherankan. Bagaimana tidak. Dalam keadaan ekonomi yang sulit ada saja sponsor yang bersedia menginvestasikan modal untuk klub baru dengan risiko rugi yang besar. Ini tentu menggembirakan Acub Zainal, Administrator Galatama. "Semua ini berkat partisipasi para sponsor guna menopang kehidupan klub ini," tuturnya. Klub baru itu adalah Medan Jaya (Medan), Lampung Putra (Bandar Lampung), Pusri Palembang (Palembang), Palu Putra (Palu), Bandung Raya (Bandung), dan Arema Malang (Malang). Sekarang jumlah klub Galatama yang berkompetisi menjadi 14, setelah di musim ini Tunas Inti milik PT Tempo, distributor obat itu, mundur. Uang untuk mengongkosi klub memang tak sedikit. Sekali bertanding di kandang lawan, menurut Acub, sebuah klub bisa mengeluarkan sampai Rp 5 juta untuk biaya transportasi. Belum dihitung akomodasi. Ongkos rutin tentu tak pula kecil, misalnya, untuk membayar gaji dan bonus pemain. Sebegitu jauh, satu-satunya klub yang tak rugi selama ini cuma Pelita Jaya. Klub milik Bakrie Brothers itu juga didukung perusahaan susu Indomilk dan perusahaan penerbangan Garuda selaku sponsor. Pola sponsor Pelita Jaya konon akan ditiru oleh klub seperti Arema Malang dan Medan Jaya. Arema dipimpin oleh Soegijono, bekas wali kota Malang yang belum berapa lama berhenti sebagai wakil gubernur Irian Jaya. Dengan sponsor sejumlah perusahaan "Arek-Arek Malang" (singkatan Arema) menyediakan anggaran Rp 120 juta setahun. Sedangkan Medan Jaya, yang dipimpin Amru Daulay, staf Kantor Gubernur Sumatera Utara, disponsori antara lain oleh kelompok Bakrie juga. Belum jelas apakah empat klub lainnya juga memakai model sponsor. Untuk penampilan awal, klub seperti Arema masih belum memperlihatkan taringnya. Padahal, klub itu memakai Sinyo Aliandoe, bekas pelatih PSSI Pra-Piala Dunia, sebagai pelatih. Klub itu merekrut sejumlah pemain Persipura yang sedang mempersiapkan diri menghadapi kompetisi Divisi Utama PSSI, mulai pekan depan. Mereka adalah Panus Korwa, Domingus Nowenik, Mekky Tata, Edmond A.P., dan Cornelis Djasman. Rata-rata mereka dibayar Rp 225 ribu sebulan ditambah bonus 40% dari hasil penjualan karcis. Kepindahan mereka, di antaranya secara diam-diam, sempat menggusarkan pimpinan Persipura. "Mengganggu persiapan tim, apalagi waktu kompetisi sudah mepet," tutur Kosos Urbinas, Ketua Bidang Pembinaan Persipura. "Tak ada yang melarang mereka pindah, asal jangan pergi diam-diam," ujar Boentaran, Ketua Komda PSSI Irian Jaya. Rupanya, para pemain itu sudah membawa rekomendasi dari klub asal mereka, Mandala Jayapura. Sebenarnya, kepindahan para pemain itu tak mengherankan, karena Soegijono sangat aktif mengurus Persipura dan terkenal dekat dengan para pemain. Lebih penting lagi, seperti dikatakan Acub Zainal, yang juga pengurus teras Arema Malang, "Adalah salah bila pemain ditahan-tahan di daerah hanya untuk kepentingan daerah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini