Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi kebanyakan orang, mengangkat tubuh sembari melawan tarikan gravitasi saat memanjat dinding jelas sebuah pekerjaan berat. Namun Aries Susanti Rahayu membuatnya tampak mudah saat berlomba dalam Piala Dunia Panjat Tebing kategori speed (memanjat cepat) di Chongqing, Cina, awal Mei lalu. Menggenggam dan menjejak tumpuan yang tertanam di dinding, Aries cuma memerlukan 7,51 detik untuk memanjat dinding setinggi 15 meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak tanda balapan dibunyikan, Aries sudah memanjat lebih cepat daripada Elena Timofeeva, rivalnya dari Rusia. Jika dirata-rata, Aries cuma membutuhkan 1,9 detik untuk setiap meter tinggi dinding yang dipanjatnya. Adapun Timofeeva mencatatkan waktu 9,01 detik setelah sempat terpeleset di tengah jalur memanjat. Kombinasi antara kecepatan, kekuatan genggaman, dan ketepatan pijakan membawa Aries menjuarai seri kedua Piala Dunia Panjat Tebing untuk nomor memanjat cepat dan meraih medali emas pertamanya tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena mampu memanjat dengan cepat, Aries mendapat julukan spider-woman-merujuk pada karakter fiksi komik yang memiliki keahlian memanjat bak laba-laba. Aries merasa tak terganggu oleh julukan itu dan tetap berfokus dalam latihan. "Ada lebih banyak spider-woman di tim saya," katanya saat ditemui Tempo, Senin pekan lalu.
Dalam tiga seri piala dunia tahun ini, tim Indonesia sudah mengumpulkan satu medali emas, tiga perak, dan tiga perunggu. Hasil ini turut mendongkrak posisi Indonesia di peta persaingan global nomor memanjat cepat. Dalam daftar yang dirilis Federasi Panjat Tebing Internasional (IFSC), Indonesia berada di peringkat pertama, menggeser Rusia yang merajai nomor tersebut sejak kompetisi ini digelar 20 tahun silam.
Atlet Indonesia juga menunjukkan tajinya di nomor bouldering-memanjat rute pendek dan tanpa tali pengaman. Tim Indonesia, yang beranggotakan Seto, Kiromal Katibin, Widia Fujiyanti, dan Ndona Nasugian, menuai sukses dalam Zero Gravity Bouldering Competition di Filipina, 19-20 Mei lalu. Dua medali emas diboyong Seto dan Widia. Sedangkan Ndona menyumbangkan sekeping perak. Adapun Kiromal berada di peringkat keempat.
Berbagai keberhasilan itu membuat pamor cabang panjat tebing di Tanah Air meningkat. Peluang tim nasional panjat tebing yang dipersiapkan untuk Asian Games XVIII, 18 Agustus-2 September mendatang, pun terbuka lebar. Saat ini, 22 atlet menjalani pemusatan latihan nasional di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Di arena pelatnas itu, ada empat struktur dinding yang digunakan untuk berlatih nomor speed, bouldering, dan lead (memanjat dengan memasang peralatan pengaman).
Tahun ini, untuk pertama kalinya panjat tebing dilombakan dalam Asian Games. Panjat tebing masuk daftar cabang olahraga yang diandalkan Indonesia untuk mendulang emas. Sebagai tuan rumah, pemerintah Indonesia menargetkan posisi 10 besar negara terbaik. Menurut Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, ada 14 cabang olahraga yang diproyeksikan meraih medali emas dalam Asian Games tahun ini.
Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) mengincar dua medali emas di nomor speed beregu putra-putri. Menurut Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus Pusat FPTI Caly Setiawan, target itu dipasang sesuai dengan kemampuan tim yang memiliki spesialisasi di nomor speed. "Kami optimistis dengan target dua medali emas," ucap Caly. "Kalau bisa menambah lagi, lebih baik."
Meski menuai sukses di tingkat dunia, Indonesia belum bisa lepas dari bayang-bayang para pesaing terkuat di tingkat Asia. Dalam Asian Games, menurut Caly, Cina menjadi pesaing terberat meski di atas kertas prestasinya tertinggal oleh Indonesia. "Mereka punya atlet putra dan putri yang sama tangguhnya di kategori speed," katanya.
Di kelompok putra, beberapa pesaing baru muncul setelah penyelenggaraan tiga seri kejuaraan dunia di Rusia dan Cina. Para atlet dari Kazakstan dan Singapura tampil bagus dalam kejuaraan itu meski akhirnya kalah oleh Indonesia. Caly menyatakan Indonesia tidak bisa meremehkan mereka. "Siapa yang tahu, menjelang Asian Games, Singapura dan Kazakstan pelatihannya bagus."
Iran memiliki Reza Alipourshenazandifar, pemegang rekor memanjat cepat di dunia. Atlet yang dijuluki "Cheetah Asia" itu membukukan waktu 5,48 detik dalam kejuaraan dunia di Nanjing, Cina, pada April tahun lalu. Reza saat ini menempati peringkat kelima dalam klasemen pemanjat cepat dunia.
Di bagian putri, rekor dunia dipegang atlet Rusia, Yulia Kaplina, dengan catatan waktu 7,32 detik. Dalam seri kejuaraan dunia di Rusia pada April lalu, Aries pernah membukukan waktu 7,39 detik. Aries bertekad memperbaiki kemampuannya dan memecahkan rekor dunia itu. "Tidak bisa puas hanya dengan pencapaian saat ini, kami harus mengejar prestasi lain," katanya.
Faktor keberuntungan juga sangat menentukan hasil akhir perlombaan. Berbeda dengan atlet bouldering dan lead, yang mengandalkan strategi dan ketenangan, para atlet nomor speed dituntut memanjat secepat mungkin. Kerap terjadi kesalahan, seperti keliru menggenggam tumpuan atau terpeleset, yang berujung fatal karena menghambat laju memanjat. "Peta persaingan ketat ini belum berubah," ujar Caly, yang menjadi pelatih kepala tim nasional.
Para atlet Indonesia dikenal lebih piawai di kategori speed. Di dunia panjat tebing, orang yang bertubuh tinggi dengan kekuatan besar memiliki keuntungan untuk mengangkat tubuhnya dan berpindah dari satu titik ke titik lainnya. Namun kekuatan besar itu bisa berimbas pada entakan yang mempengaruhi kecepatan memanjat.
Pada 2000, Agung Etty Hendrawati menggemparkan dunia panjat tebing setelah menjuarai kompetisi ESPN X Games yang digelar di Amerika Serikat. Dia menjadi satu-satunya wakil wilayah Asia-Australia dalam kompetisi itu. Etty membutuhkan 17,39 detik untuk memanjat dinding setinggi 18 meter.
Postur tubuh yang kecil dan liat menjadi kunci keberhasilan atlet Indonesia dalam lomba memanjat cepat. Menurut Caly, atlet Indonesia mengandalkan akurasi dalam memegang atau menjejak tumpuan di dinding. Kelincahan bergerak juga terbukti efektif membantu mempercepat durasi memanjat. "Atlet Indonesia tidak tinggi dan gempal, tapi saat memanjat tidak perlu mengentak penuh sehingga menghemat waktu."
Menurut Aries Susanti, seluruh otot tubuh, kaki, tangan, dan perut terpakai saat memanjat. Selama ini, para atlet dilatih agar bisa dengan mudah mengangkat tubuh sendiri. Postur atlet panjat tebing juga terlihat lebih ramping karena memakai teknik berbeda dari cabang olahraga lain. "Atlet angkat besi berlatih pakai beban berat sehingga otot tangannya relatif jadi lebih besar."
Gabriel Wahyu Titiyoga, Pribadi Wicaksono (yogyakarta)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo