Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Oedipus dari Turki

Novel terbaru Orhan Pamuk tentang dunia Islam yang kompleks. Singkat, padat, menegangkan.

27 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Novel terbaru Orhan Pamuk tentang dunia Islam yang kompleks. Singkat, padat, menegangkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORHAN Pamuk selalu memukau karena ia mengadon cerita yang seolah-olah tak penting menjadi kisah yang membetot untuk terus-menerus dibaca. Plot novel peraih Nobel Sastra 2006 berkat Salju ini seperti kurva genta: melangut di awal, naik pelan-pelan dengan pelbagai peristiwa penting dan genting, kemudian memuncak pada klimaks yang tak diduga-duga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam novel terbarunya ini, Kýrmýzý saçlý kadýn (diterjemahkan ke dalam Inggris akhir 2017 menjadi The Red-Haired Woman oleh Ekin Oklap), Pamuk mengolah mitologi Yunani dan Asia ke dalam kisah anak kecil yang memanfaatkan hari libur sekolah menjadi penggali sumur di Öngören, kota fiktif di luar Istanbul. Cem Çelik berusia 16 tahun pada 1986, yang menjadi setting waktu pembukaan cerita ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia anak yang ditinggalkan ayahnya, yang ditahan pemerintah karena aktif di partai kiri, lalu menghilang sekeluar dari bui. Karena ingin bersekolah, Cem melamar menjadi penggali sumur yang akan mengerjakan proyek stasiun di Öngören. Di sana Cem bertemu dengan Gulcihan, perempuan yang 15 tahun lebih tua, pemain teater, dan istri seorang suami bekas kakak iparnya. Gulcihan menikahi kakak suaminya terdahulu yang meninggal.

Sebagai pemuda akil-balig, Cem kesengsem pada kecantikan dan kepandaian Gulcihan saat bermain teater. Mereka berselingkuh sebentar. Sampai di sini, sampai di bagian pertama, cerita seolah-olah tak berhubungan, dan tak penting. Pamuk berfokus mengurai hubungan Cem-Gulcihan-Mahmut, tukang gali sumur itu, sebagai hubungan ayah dan anak, yang berkonflik karena keduanya berbeda pandangan memaknai mitos Raja Oedipus yang ditulis Sopochles setelah dimainkan kelompok teater Gulcihan.

Cerita Perempuan Berambut Merah menjadi menarik ketika Pamuk menggabungkan mitos Oedipus itu dengan babad Shahnameh, kisah panjang Persia dari abad ke-10. Dari 60 ribu puisi dalam babad ini, terceritakan riwayat Rustam dan Sohrab. Rustam seorang pangeran Persia yang punya anak dari perempuan Turki dari percintaan yang selintas sewaktu berburu.

Sohrab, anak mereka, menjadi pangeran perkasa dan menyerbu Iran agar ayahnya segera menjadi raja. Dalam peperangan itu, keduanya bertemu dan bergelut tanpa tahu satu-sama-lain. Rustam menang dan orang Turki berduka begitu tahu pangeran mereka dibunuh ayahnya sendiri.

Shahnameh menjadi kebalikan dari cerita Oedipus. Pamuk mengolah mitos ini untuk menggambarkan Turki yang selalu ada dalam tarik-menarik Asia dan Eropa itu. Sejarah Turki adalah sejarah kebimbangan di antara dua budaya, selain karena wilayahnya ada di dua benua ini. Dalam novel ini, Rustam adalah prototipe Cem dengan nasib seperti Raja Laius, ayah Oedipus.

Setelah meninggalkan Öngören, ia berkuliah di jurusan geologi, lalu menikah, dan menjadi pengembang yang sukses. Kekayaannya membuat ia terkenal di Turki. Cem mewakili generasi baru Turki yang sekuler dan kapitalis tapi bersimpati pada gerakan politik kiri. Di tengah kesuksesannya itu, Cem menerima aduan dari warga Öngören karena perusahaannya, Sohrab, menyerobot tanah seorang penduduk di sana.

Kunjungan nostalgia ke kota kecil itu kelak menjadi malapetaka baginya. Di sana sudah menunggu Evren, anak Gulcihan, yang mendendam kepadanya karena meninggalkan ibunya yang sedang hamil. Evren adalah hasil perselingkuhan mereka 30 tahun lalu. Ia sudah bolak-balik menulis surat kepada Cem, tapi tak pernah dibalas.

Pamuk mengatur plot sedemikian rupa tentang pertemuan ayah dan anak ini, di antara bayang-bayang dendam juga ahli waris perusahaan jika Cem mati, menurut hukum Turki. Evren menyamar jadi pemandu Cem untuk merencanakan pembunuhan terhadap ayahnya. Dalam kilas balik ini juga terungkap bahwa ayah Cem ternyata bersembunyi di Öngören setelah keluar dari bui dan berpacaran dengan Gulcihan!

Ada banyak lapisan cerita dalam novel yang pendek ini. Melalui mitos dua benua itu, Pamuk memotret Turki modern yang bimbang antara sekularisme dan agama. Evren digambarkan mewakili orang Turki yang fanatik, yang curiga pada orang sekuler dan ateis semacam Cem, yang punya pikiran terlalu Eropa. Tapi Cem juga seorang Asia karena ia menjadi Rustam yang berkonflik dengan anaknya, yang jadi fanatik karena dendam masa lalu.

Pamuk berhasil menggambarkan Turki, atau wilayah Islam di Asia, yang kompleks itu lewat dua mitos yang bertentangan dengan cerita modern yang asyik dan banyak kejutan.

Bagja Hidayat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Jakarta Jurnalis Award dan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita. Sejak 2023 menjabat wakil pemimpin redaksi

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus