Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN perwira polisi mengikuti seleksi menjadi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sejak akhir April lalu. Sembilan di antaranya berpangkat komisaris besar. Adapun puluhan lainnya berpangkat dari ajun komisaris besar sampai inspektur satu. Mereka yang lolos akan mengisi sejumlah posisi di komisi antikorupsi. "Polri memenuhi apa yang diminta KPK," kata Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 17 April lalu, KPK melayangkan surat kepada Asisten Kepala Kepolisian RI Bidang Sumber Daya Manusia. Surat diteken Deputi Pencegahan merangkap Sekretaris Jenderal KPK, Pahala Nainggolan. Dalam surat itu, KPK meminta Asisten Kapolri Bidang SDM menyiapkan nama-nama pegawainya untuk mengikuti seleksi guna mengisi posisi 60 penyidik muda, 7 ajudan pimpinan, serta 4 spesialis koordinasi dan supervisi bidang penindakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi berpangkat komisaris polisi sampai inspektur satu akan diplot sebagai penyidik muda. Untuk pangkat komisaris besar, KPK akan menempatkan mereka di posisi sebagai spesialis koordinasi dan supervisi bidang penindakan. Sedangkan untuk yang berpangkat komisaris polisi akan mendapat tugas sebagai ajudan pimpinan KPK. Mereka yang terpilih akan bekerja di KPK paling lama 10 tahun sesuai dengan ketentuan yang diatur Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
Tidak sampai dua pekan, Jenderal Tito mengeluarkan surat perintah yang memuat daftar 137 komisaris besar hingga inspektur satu untuk mengikuti seleksi penyidik utama dan spesialis koordinasi di bidang penindakan. Surat itu juga memuat 18 nama yang akan menjalani seleksi sebagai ajudan pimpinan. Menurut Tito, mekanisme penjaringan 155 nama tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Asisten Kapolri Bidang SDM Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto. "Yang memilih Irjen Arief," ujar Tito.
Awal Mei lalu, nama-nama yang terpilih sudah disetor ke KPK, termasuk 60 nama untuk mengisi posisi penyidik muda. Dengan masuknya 60 nama itu, komposisi penyidik komisi antikorupsi bakal didominasi anggota korps baju cokelat. Selama ini ada 97 penyidik yang 41 di antaranya polisi. Adapun 56 penyidik internal lainnya merupakan hasil rekrutmen pegawai internal, termasuk 22 polisi yang beralih status sebagai pegawai tetap KPK. Para penyidik muda ini bakal disebar ke 20 satuan tugas yang selama ini menjadi ujung tombak penanganan kasus korupsi. Paling lambat Juli mereka yang lolos akan berkantor di Gedung Merah-Putih KPK, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dari hasil penelusuran Tempo, nama-nama perwira itu tak ada yang pernah muncul ke publik. Ada di antaranya Kepala Unit Narkoba di Kepolisian Daerah jawa Barat, Kepala Satuan Narkoba di lingkungan Polda Riau, dan Kepala Seksi di Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Sejumlah pegawai KPK mempersoalkan keputusan rekrutmen penyidik dari kepolisian ini. Menurut seorang penegak hukum di KPK, rekrutmen ini bertentangan dengan janji pimpinan era Agus Rahardjo yang bakal memprioritaskan penyidik independen. Dengan adanya tenaga tambahan itu, kata dia, penyidik akan dikuasai polisi. "Seharusnya pimpinan memprioritaskan pegawai internal untuk mengisi posisi penyidik muda," ujar sumber ini.
Kepada media pada awal tahun lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan memprioritaskan pegawai internal untuk mengisi posisi penyidik di lembaganya. Menurut Agus, lembaganya akan menyeleksi 267 pegawai di bidang penindakan, termasuk untuk diplot menjadi penyidik. Tapi rencana ini tak kunjung terwujud karena di lingkup internal justru terjadi gesekan antara penyidik independen dan polisi.
Salah satu pemicunya adalah nota dinas Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Aris Budiman pada 8 Februari 2017. Dalam nota untuk Direktur Sumber Daya Manusia KPK, Aris meminta rekrutmen untuk lima penyidik senior. Mereka akan mengisi posisi ketua satuan tugas yang kosong karena ditinggalkan pejabat yang tengah tugas sekolah.
Penyidik senior Novel Baswedan memprotes langkah Aris ini. Menurut dia, cara Aris itu tak menimbang karier fungsional bagi para penyidik KPK yang bukan polisi. Protes ini berujung pada pemberian surat peringatan dari pimpinan KPK kepada Novel. Karena menuai kritik, pimpinan belakangan mencabut surat peringatan tersebut.
Kegaduhan internal terbaru antara penyidik independen dan polisi terjadi pada April lalu. Pemicunya adalah keputusan pimpinan mengangkat kembali Ajun Komisaris Besar Polisi Muhammad Irhamni yang masa kerjanya telah habis di KPK. Menurut seorang sumber, dalam surat elektronik internal, sebagian penyidik independen mempersoalkan keputusan itu. Sebagian penyidik polisi membela Irhamni. Karena menuai polemik, pimpinan mengkaji pembatalan perpanjangan tersebut.
Pimpinan KPK kemudian meminta masukan tiga ahli hukum. Salah satunya akademikus Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar. "Saya diundang sebagai salah seorang narasumber tentang pola rekrutmen pegawai KPK," ucap Fickar.
Kepada Fickar, salah satu pemimpin menanyakan soal pengangkatan kembali penyidik yang sudah 10 tahun bertugas di KPK. Menurut Fickar, sistem di KPK sudah jelas. Fickar mengatakan rekrutmen Irhamni bisa menunjukkan ketidakmampuan petinggi KPK menegakkan sistem kepegawaian. "Pengangkatan yang melawan sistem tidak sah," ujarnya. Belakangan, KPK membatalkan pengangkatan Irhamni.
Menurut salah seorang pegawai KPK, setelah tak bisa menarik kembali Irhamni, pimpinan justru memutuskan untuk melakukan rekrutmen besar-besaran bagi penyidik polisi. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan rekrutmen ini dilakukan karena lembaganya masih butuh banyak penyidik. "Ada 700 laporan kasus yang masuk setiap tahun," kata Saut.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan rekrutmen penyidik dari Polri itu sudah sesuai dengan aturan. Selain menyeleksi dari Korps Tri Brata, menurut Febri, KPK menjaring pegawai internal yang ingin beralih tugas ke penyidikan. Ihwal kuota untuk polisi, dia belum bisa memastikan jumlahnya karena belum tentu posisi yang diminta itu akan terisi semua. "Kalau dalam tes tidak memenuhi, ya, sudah," ujarnya.
Menurut Febri, rekrutmen penyidik bukan pekerjaan yang mudah. Dia mencontohkan saat rekrutmen penyidik tahun lalu. Komisi hanya berhasil menjaring enam orang dari Polri dan enam lainnya pegawai internal. Meski sudah memenuhi semua kriteria itu, menurut Febri, kandidat harus lulus seleksi yang diadakan tim independen ataupun KPK.
Agus Rahardjo mengatakan saringan dari Polri akan dites lagi oleh KPK. Menurut dia, hasil perekrutan dari Polri ataupun lingkup internal juga tidak pernah banyak. "Yang dites 120, yang masuk selalu di bawah 10 orang," tuturnya.
Agus mengaku tak mematok jumlah kandidat yang lolos. Sebab, menurut dia, berkaca pada pengalaman yang lalu, pihak yang lolos tak pernah memenuhi kuota yang disediakan. Agus juga tak khawatir jika kembali terjadi konflik antara penyidik internal KPK dan penyidik Polri. "Gak ada itu," katanya.
Bukan hanya di tingkat penyidik, pimpinan penindakan juga berlatar belakang polisi aktif. Awal April lalu, KPK melantik Brigadir Jenderal Firli menjadi Deputi Penindakan menggantikan Inspektur Jenderal Heru Winarko, yang terpilih menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional. Adapun Direktur Penyidikan masih dijabat Brigadir Jenderal Aris Budiman, yang belum kunjung kembali ke kepolisian karena KPK masih mencari penggantinya.
Selama duet Aris dan Heru ini, KPK nyaris tidak menyentuh bahkan beberapa kali tidak bisa memeriksa polisi. Ini, misalnya, terjadi pada kasus suap Lippo Group kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, yang menyeret Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. KPK belum pernah memeriksa empat ajudan polisi Nurhadi yang diduga menjadi kunci aliran suap kepada Nurhadi. Komisi juga tak memeriksa nama-nama perwira polisi yang disebut dalam kasus suap Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan.
Linda Trianita
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo: Mereka Akan Kami Seleksi Lagi
PADA tahun pertamanya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo beberapa kali mengungkapkan komitmen memprioritaskan rekrutmen penyidik independen atau dari kalangan internal. Ia bahkan mengatakan akan menjaring ratusan penyidik independen untuk memperkuat komisi antikorupsi. Selama memimpin KPK, Agus kerap menghadapi perseteruan internal antara penyidik independen dan polisi. Beberapa penyebab perseteruan itu adalah tidak transparannya pimpinan merekrut penyidik polisi. Keputusan pimpinan merekrut puluhan penyidik polisi belakangan ini juga membuahkan kegaduhan di kalangan internal. Berikut ini wawancara Agus dengan Linda Trianita dalam beberapa kesempatan.
Kami mendapat informasi bahwa KPK mengirimkan surat yang diteken Direktur Pencegahan Pahala Nainggolan kepada Kepolisian untuk meminta tambahan penyidik.
Iya. Pak Pahala yang meneken surat tersebut.
Anda pernah menyatakan akan memprioritaskan penyidik independen. Kenapa sekarang mau merekrut puluhan penyidik polisi?
Rekrutmen ini akan kami gabung dengan pegawai-pegawai KPK yang mau beralih tugas menjadi penyidik. Untuk seleksi penyidik dari Polri itu memang yang dites jumlahnya ratusan. Tapi yang lolos kadang tak sampai sepuluh.
Kenapa jumlah yang diminta sampai mencapai 60 penyidik?
Enam puluh orang itu belum tentu masuk semua. Pengalaman kami, yang masuk justru sedikit.
Dalam surat yang dikirimkan ke Kepolisian tidak disebutkan bahwa polisi itu nantinya akan diseleksi kembali oleh KPK.
Setelah nama-nama itu lolos dari saringan Kepolisian, kami akan menyeleksi ulang. Mereka akan menjalani tes lagi di KPK.
Untuk penyidik independen, berapa banyak yang akan dijaring KPK?
Kami membuka seleksinya secara sukarela. Siapa yang berminat, silakan mengikuti seleksi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo