Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

olahraga

Hilang Juara demi Saudara

Brownlee bersaudara mendominasi olahraga triatlon dunia. Sang kakak melupakan ambisi menjadi juara demi menolong sang adik.

3 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GARIS finis tinggal 1.000 meter lagi. Alistair Brownlee, 28 tahun, melihat peluang emas dalam lomba pamungkas seri dunia triatlon—meliputi 1,5 kilometer lomba renang, 40 kilometer lomba balap sepeda, dan 10 kilometer lomba lari—di Cozumel, Meksiko, dua pekan lalu. Di bawah terpaan panas matahari yang menyengat, ia bersiap memacu diri mengejar dua atlet di depannya. Bila berhasil, Alistair merebut gelar juara yang ketiga kalinya dalam sembilan seri dunia tahun ini sekaligus menyempurnakan raihan medali emas yang baru diraihnya di Olimpiade Rio de Janeiro, dua pekan sebelumnya.

Tapi, 700 meter menjelang garis akhir, ia melihat adiknya, Jonathan Brownlee, 26 tahun, yang berada di depannya, mengalami masalah. Jonny—panggilan adiknya itu—limbung, bahkan akhirnya tersungkur di lintasan. Alistair langsung bisa menduga apa yang terjadi. Pada 2010, dalam lomba di London, ia juga mengalami nasib sama: tumbang karena sengatan panas (heat stroke). Selain gagal finis, saat itu ia harus dirawat cukup lama di rumah sakit.

Seketika Alistair melupakan hasratnya menjadi juara. Ia segera membangunkan adiknya, menuntunnya—lebih tepat setengah menyeretnya—menuju garis finis. Di ujung lintasan, ia mendorong sang adik agar melewati garis finis lebih dulu. Jonny langsung tersungkur tak berdaya dan segera diserbu petugas medis. Alistair hanya finis di urutan ketiga. Gelar juara direbut Henri Schoeman, atlet Afrika Selatan, yang di Olimpiade lalu dikalahkan dua bersaudara ini.

Alistair dan Jonny juga harus melihat gelar juara dunia direbut Mario Mola, yang mencapai finis kelima dalam lomba di Meksiko itu. Tapi aksi menjelang garis finis itu membuat keduanya lebih dielu-elukan ketimbang sang juara dunia asal Spanyol tersebut. Mereka dianggap mampu menunjukkan semangat persaudaraan sejati. "Luar biasa! Hormat saya untuk mereka," kata Jessica Ennis-Hill, atlet kondang asal Inggris, lewat akun Twitternya.

Alistair menyebut aksinya itu semata karena naluri. Ia tahu betapa berbahayanya heat stroke bila tak segera mendapat perawatan medis. "Itu bisa dikatakan kondisi paling dekat dengan kematian dalam olahraga," ucapnya. Alistair bisa saja terus melewati adiknya dan berusaha menjadi juara, tapi ia tak tega. "Lagi pula ibu saya tak akan bahagia dengan itu," ujarnya.

Saat lomba berlangsung, di Yorkshire, Inggris, ayah dan ibu mereka, Keith dan Kathy, menyaksikan peristiwa itu lewat siaran langsung televisi. Sempat terus didera cemas luar biasa, mereka akhirnya lega setelah mendengar kondisi putra tengah mereka itu berangsur membaik dan akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit sehari kemudian.

Tiga hari setelah lomba, Alistair dan Jonny membagikan kisahnya kepada pemirsa ITV dalam acara This Morning. Jonny bertutur bahwa ia merasa kondisinya memburuk 1,5 kilometer menjelang finis. "Saya ingat Alistair mendekat dan berkata, ’Ayo, kamu bisa melakukannya.’ Lantas segalanya menjadi kabur. Saya akhirnya hanya ingat terjatuh di garis finis dan dibawa petugas medis."

Dalam acara itu ia juga ditanya apakah akan melakukan hal yang sama bila Alistair terjatuh menjelang finis. Pada 2010, ia tak melakukannya dan terus berlari melewatinya saat sang kakak jatuh. Jonny beralasan saat itu ia baru terjun di lomba profesional dan belum tahu betapa berbahayanya heat stroke. Kini ia pasti akan memilih menolong saudaranya, dengan hanya satu perkecualian. "Kecuali itu Olimpiade dan saya bisa meraih emas," ucapnya.

Jonny memang masih sangat penasaran merebut emas Olimpiade. Kakaknya sudah meraihnya dua kali secara beruntun, termasuk di Brasil, Agustus lalu. Dalam dua kejuaraan bergengsi itu, Jonny hanya meraih perunggu dan perak. "Saya sudah menjadi adik yang terus mengikuti dia. Semoga akhirnya saya bisa berada di depannya," katanya sebelum berlomba di Olimpiade lalu.

Persaingan di antara kedua bersaudara itu sudah mendarah daging sejak belia. Mereka sama-sama tak pernah mau kalah. "Bermain golf mini, misalnya, kami selalu bertengkar tentang siapa yang menang dan siapa yang curang dan akhirnya kami saling lempar tongkat golf," ujar Jonny. Alistair membenarkan. "Bahkan, dalam merapikan tempat tidur, kami selalu bersaing agar bisa selesai lebih dulu," katanya seperti dikutip CNN, Maret lalu.

Keduanya lahir dari keluarga olahraga. Keith, yang berprofesi dokter, adalah penggemar lari. Sedangkan Kathy, yang juga seorang dokter, pernah menekuni renang. Sejak belia, Alistair dan Jonny sudah dibiasakan menggeluti aktivitas luar. "Kami belajar di sekolah yang memiliki reputasi bagus dalam olahraga lari, berlatih renang di klub, dan bersepeda ke sekolah setiap hari," ujar Jonny. "Kini kami menggeluti hal yang sama, hanya melakukannya dengan lebih cepat."

Saat Alistair berusia delapan dan Jonny enam tahun, mereka diajak berlatih triatlon oleh pamannya. Kathy mengenang, dalam lomba pertama, hanya Alistair yang ikut dan ia akhirnya finis paling buncit. Namun seorang pelatih justru memuji anaknya dan menyebutnya akan jadi atlet fantastis. "Saya saat itu tak percaya, tapi kini saya sering bertanya-tanya siapa gerangan orang tersebut," katanya.

Alistair dan Jonny menekuni triatlon dengan serius meski tak meninggalkan studi mereka. Keduanya kini mengantongi gelar sarjana dari Leeds University; Alistair di bidang ilmu olahraga dan psikologi, sedangkan Jonny dalam sejarah. Meski selalu bersaing dan punya kepribadian berbeda—Jonny serius, sedangkan Alistair lebih rileks—mereka kini lebih rukun ketimbang saat bocah. Mereka pun selalu berlatih bersama, meski kini sudah tinggal di rumah berbeda. Pemandangan itu melegakan ayahnya. "Olahraga yang kompetitif justru menyatukan ketimbang memisahkan mereka," ucap pria 55 tahun itu.

Alistair dan Jonny, yang sama-sama masih melajang, berlatih 35 jam seminggu, 20 jam di antaranya berlatih sepeda. Latihan bareng seperti itu mampu membuat mereka lebih terpacu. Ketika merasa malas, Alistair mengaku akan tergerak untuk berlatih setelah melihat adiknya tetap bersemangat.

Dalam berlomba, mereka juga akan saling membantu sejak garis start, terutama dalam lomba renang dan sepeda. "Kami saling menolong secara taktik. Baru saat lomba lari, kami mengerahkan kemampuan untuk saling mengalahkan," kata Jonny. "Bila ada orang yang saya harapkan bisa mengalahkan saya, itulah Alistair."

Alistair sejauh ini masih lebih unggul di lintasan. Selain mengumpulkan dua emas Olimpiade, ia mampu tiga kali menjadi juara Eropa dan dua kali menjadi juara dunia. Jonny kerap finis di belakang kakaknya, tapi ia juga pernah meraih sejumlah trofi: di kejuaraan dunia 2012, Commonwealth Games 2014, dan kejuaraan Eropa pada 2016.

Sepak terjang hebat keduanya di arena triatlon tak diikuti adik mereka, Edward, 21 tahun. Menyebut triatlon untuk orang lunak, ia memilih menekuni rugbi. Bagi Jonny, kehadiran Edward, dengan kesinisannya, justru memberi warna tersendiri. "Ia membuat kami tetap membumi. Setelah akhir minggu itu (lomba di Meksiko), ia mengirim teks mengatakan, ’Jadi kamu nyaris mati… itu bodoh sekali.’"

Bagi Edward, Alistair dan Jonny tak lebih dari kakak yang kerap menggoda dan mengerjainya. Candaan soal pilihan studi kedokteran hewan yang digelutinya bahkan dilemparkan Alistair dalam wawancara setelah ia meraih emas di Olimpiade lalu. "Saya pikir dia sedang memerah sapi, yang lebih menarik perhatiannya daripada menonton kami," kata Alistair saat ditanya tentang adik terkecilnya itu.

Setelah peristiwa di Meksiko itu, Alistair pun dengan bercanda akan selalu mengingatkan Jonny tentang pengorbanannya tersebut. "Tiap kali kami ke luar dan seseorang harus membeli makanan, maka orang itu adalah Jonny. Saya akan selalu mengingatkan bahwa dia berutang kepada saya. Saya bukanlah kakak yang benar-benar manis!"

Sedangkan Jonny menjawabnya dengan serius. "Alistair punya kesempatan menjadi juara, tapi melepasnya karena menolong saya. Saya akan selalu berterima kasih seumur hidup saya." NURDIN SALEH (BBC, GUARDIAN, DAILY MAIL, REUTERS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus