NASIB Junaidi Abdillah menggelinding ibarat bola. Jumat, 3
September siang, perjalanan karirnya sebagai pemain gelandang
nasional telah digadskan lain oleh Ketua Umum PSSI, Bardosono.
Ia diskors untuk jangka waktu 2 tahun tidak jelas terhitung
mulai tanggal berapa. Surat Keputusannya belum dikeluarkan
secara resmi. Lantaran keberangkatannya ke Eropa guna mencoba
mengadu peruntungan dalam salah satu klub prof di sana dilakukan
tanpa seizin Ketua Umum PSSI (TEMPO, 11 September 1976).
Keputusan 'lisan' Ketua Umum PSSI itu dengan cepat mencuri
perhatian publik sepakbola. Mengingat karir yang dirintis
Junaidi telah ditempuh dalam masa yang panjang. Ia dilahirkan di
Ampenan, 21 Pebruari 194B. Menginjak usia 16 tahun, ia telah
terpilih untuk memasuki Pelatnas Salatiga. Tiga tahun kemudian
sudah memperkuat barisan pemain Persebaya dan PSSI. Terpilih
sebagai pemain Pre Olimpik 1972 di Rangoon. Tapi ia tak
beruntung memperlihatkan ketrampilan dirinya. Karena waktu itu
lutut kanannya mendapat cedera.
Lama tak menunjukkan keahlian dalam menggocek bola, tahun 1974
Junaidi yang menjadi karyawan Pertamina bergabung dengan klub
Indonesia Muda. Sekaligus bermain untuk Persija. Ketika pelatih
Wiel Coerver tiba di Jakarta, pertengahan 1975 untuk mengawali
kontrak melatih team PSSI ke turnamen Pre Olimpik 1976, ia
dengan cepat terpukau oleh permainan Junaidi. Lantas ia
meluncurkan janji pada Junaidi, untuk mengembangkan ketrampilan
sebagai pemain di salah satu klub di Spanyol atau Perancis.
Janji menambah pengalaman itu dengan cepat menggiurkan Junaidi.
Dan waktu keberangkatanpun sudah ditetapkan: selepas turnamen
Pre Olimpik. Jumlah kontrak pun sudah diancar-ancar: 100.000
Gulden per tahun.
Akhir Juni lalu, kesempatan yang dinanti Junaidi pun datang.
Asisten pelatih, Wiem Hendriks mengirimkan tiket KLM untuk
dirinya. Dan pesan telepon: segera berangkat.
Minggu, 4 Juli 1976 Junaidi pun terbang ke Amsterdam menemui
Hendriks dan makelar Hunseigh. Kesuntukan waktu itulah yang
menyebabkan Junaidi tak sempat menemui Ketua Umum PSSI.
"Bagaimana mungkin saya menemui Pak Bardosono. Karena beliau
waktu itu berada di Yogya", cerita Junaidi. Ia mungkin benar.
Sebab waktu itu Bardosono tengah dirundung musibah. Puteranya
meninggal dalam suatu kecelakaan lalulintas di Jawa Tengah.
Hingga ia lama tak menampakkan diri di Jakarta.
Atas pertimbangan itu, Sekretaris Umum PSSI, Yumarsono lalu
membuatkan 'surat pengantar' buat Junaidi. Agar dirinya tidak
sampai terlantar di negeri orang. Dan atas dasar 'surat
pengantar' itu pula, pejabat DKI dan tokoh sepakbola Jayakarta,
drs F.H. Hutasoit mengulurkan tangan dalam menjamin
keberangkatannya -- jaminan ini diperlukan oleh Jawatan Imigrasi
bagi pegawai yang hendak ke luar negeri.
Kedatangan Junaidi yang tiba-tiba di Amsterdam cukup mengagetkan
Coerver. Ia mengharapkan Junaidi datang bersama PSSI Harimau
yang melawat ke Eropa. Karena dengan demikian, lebih mudah
baginya untuk menawarkan Junaidi kepada klub-klub di sana. "Di
situlah kekeliruan saya", kata Junaidi. "Saya kira Coerver yang
menyuruh saya supaya cepat datang. Sebab tiket pesawat
dikirimkan oleh asistennya, Hendriks".
Karena Junaidi sudah berada di Belanda, di sini ia tidak mungkin
main dalam salah satu klub mengingat ada pembicaraan telepon
antara Muelleman, Ketua KNVB dengan Bardosono mengenai
keberangkatan Junaidi yang tanpa izin Ketua Umum PSSI. Bardosono
minta agar Junaidi tidak diterima di sana. Lalu oleh Hunseigh,
bintang PSSI ini diperkenalkan dengan klub Hokkeren di Belgia.
Setelah melalui 2 kali test -- 1 kali dalam pertandingan -- dan
penurunan tarif dari 100.000 Gulden menjadi 70.000 Gulden,
pimpinan Lokkeren tak menunjukkan keberatan atas Junaidi.
"Mereka dengan positif menerima saya", tutur Junaidi setelah di
sana menunjukkan kebolehan bersama pemain Polandia, Lubanski
yang dikontrak sebesar 500.000 Gulden. "Hanya saja karena di
Lokkeren sudah ada 3 pemain asing (jumlah yang ditetapkan
peraturan), maka saya diminta untuk menunggu. Sementara mereka
menjual salah seorang dari 3 pemain asing tersebut".
Dalam proses menanti itu (sekalipun Hunseigh tetap mau
mengeluarkan biaya bagi dirinya), Junaidi selalu dihubungi per-
telepon oleh pacarnya. Yang meminta kalau ia sudah tak berhasil
di sana agar pulang saja ke Indonesia. "Kalau tidak karena dia
(Junaidi keberatan menyebutkan nama pacarnya), saya tidak
bakalan kembali", lanjut Junaidi yang akan mengakhiri masa
lajangnya sebelum 31 Desember depan. Pertengahan Agustus lalu,
ia memang kembali. Dan tetap bkerja di bagian Aviasi Pertamina
di Halim Perdanakusuma setelah meninggalkan pekerjaan 1 bulan
-- terhitung masa cutinya selama 2 minggu.
Junaidi yang jatuh di kaki 'SK' Ketua Umum PSSI itu, kini tampak
tengah bersiap untuk menyambut masa depannya di Pertamina.
Pilihannya memang tepat. Sebab selama karirnya sebagai pemain
nasional PSSI, ia tak mengantongi apa-apa -- kecuali uang Rp
1.000.000 dari turnamen Pre Olimpik. Dan uang itu pun dikasihkan
kepada neneknya untuk biaya naik haji.
Adakah pengakuan terbuka Junaidi -- selama ini ia tak pernah
mendapat tegoran di PSSI -- akan melunakkan hati Bardosono?
Bukan Minta Maaf
Ia kemudian memang jadi lunak. Rabu, 15 September malam ia minta
Junaidi datang ke rumahnya untuk menjelaskan duduk perkara,
disertai ketua IM Jakarta Pusat, Charlie Pelupessy. Ketua Umum
PSSI itu berkata, "kalau Junaidi menyatakan maaf, ia akan
direhabilitir". Jika tidak, "ia akan tetap diskors". Kecuali
untuk klub IM dan Pertamina. Tapi Junaidi tetap pada pendirian.
Ia merasa tidak bersalah dengan kepergiannya ke Eropa.
Sementara itu Sinar Harapan 17 September memberitakan bahwa
pemecatan Junaidi sebagai pemain nasional telah dibatalkan oleh
Ketua Umum PSSI, Bardosono. Alasan Bardosono: Junaidi telah
datang untuk minta maaf. Tapi pada TEMPO, Junaidi menyanggah.
"Saya datang ke rumah pak Bardosono hanya untuk menjelaskan
duduk persoalan. Itu pun karena diminta. Bukan untuk minta
maaf", kata Junaidi.
Berita- rehabilitasi dirinya itu ternyata tidak mengagetkan
Junaidi. Karena tekadnya padu sudah. "Saya tidak akan mau main
lagi untuk team nasional, selama pak Bardosono masih jadi
pimpinan PSSI", kata Junaidi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini