Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kisah Kapal Tanki Dan LNG Kisah LNG: Setelah Tanker, Apa Lagi ?

General dynamic tak mampu memenuhi kontrak penjualan tanker lng sesuai jadwal. burman oil dituduh melakukan penyuapan. kontrak penjualan lng masih di lakukan secara bilateral, perlu opec gas alam. (eb)

25 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUT-RIBUT soal tanker LNG -- yang bakal mengangkut gas alam cair dari Bontang ke Jepang bulan Maret tahun depan -- untuk sementara sudah reda. Dalam perundingan antara Indonesia sebagai produsen, gabungan lima konsumen Jepang (Jilco -- Japan Indonesia LGN Company), dan Burmah Oil sebagai pelaksana angkutan di Tokyo 1 September lalu, dicapai kata sepakat menaikkan onkos transpor sebanyak 20%, dari $AS 0,30 per juta BTU, menjadi $AS 0,35 Itu pertama. Pokok kedua, adalah kepastian jaminan Burmah Oil bahwa "gasnya ke luar, kapalrnya siap" seperti kata Radius Prawiro, Menteri Pertambangan ad interim yang memimpin delegasi Indonesia. Karena itu, untuk menjaga kemungkinan belum rampungnya tanker yang dipesan anak perusahaan Burmah Oil dari dok General Dynamics AS, Burmah akan mencarter 2 kapai tangki LNG dari maskapai Norwegia Gotaas-Larsen dan maskapai Jerman Barat Leif- Hoegh. Siapa yang akan menanggung biaya carter itu? "Ya fihak Burmah ", kata Dirut Pertamina menjawab pertanyaan TEMPO. Dengan catatan: "kalau biaya carter itu nantinya terbukti lebih rendah dari yang sudah disetujui itu, maka kita akan minta pada Burmah aar biaya angkutan yang sudah disetujui di Tokyo itu juga diturunkan. Tapi kalau ternyata lebih tinggi, kita akan tetap bertahan pada biaya angkutan yang berlaku sekarang", katanya. Tapi tak kalah pentingnya adalah berita bahwa nama Burmast East Shipping -- anak perusahaan Burmah Oil yang memesan tanker itu tak disebut-sebut lagi. Rupanya oleh Burmah Oil sebagai perusahaan induk, perjanjian carter angkutan LNG dari Bontang ke Jepang yang disepakati oleh dirut Pertamina waktu itu (Ibnu Sutowo) dan direktur Burmast East E.J. Kulukundis bulan September 1973, dianggap tidak berlaku lagi. Kontrak itu kini dialihkan ke anak perusahaan, Burmah Gas Transport Ltd. (BGT). Berbeda dengan BGT yang 100% sahamnya dipunyai Burmah Oil, maka Burmast East hanya 57,5% sahamnya milik Burmah Oil. Sedang sisanya (42,570), menurut spekulasi di kalangan pengusaha tanker -- seperti dikutip majalah Forbes -- "adalah punya nama Ibnu Sutowo dan Kulukundis". Soal tanker-tarker General Dynamics yang dipesan Burmah Oil itu telah menyita halaman pers di Amerika Jepang, Inggeris dan Indonesia sendiri sejak Agustus lalu. Pangkal perkaranya karena General Dynamics menyatakan tidak sanggup menyelesaikan semua kapal yang dipesan Burmah menurut jadwal, kalau mau berpegang pada harga yang disepakati tahun 1973. Khususnya untuk tanker ke-6 dan ke-7 yang dibuat paling belakangan. Kenaikan harga tanker yarrg dituntutnya tidak tanggung-tanggung: dari $AS 90 juta menjadi $AS 150 juta untuk sebuah tanker berdaya angkut 125 juta liter LNG. Tanker LNC berkapasitas sama buatan galangan-kapal Stavanger, Norwegia, baru tahun lalu naik harganya dari $ 85 juta menjadi $AS 100 juta. Besar kemungkinan, mahalnya tanker buatan General Dynamics di dok Quincy itu karena kurang cakapnya perusahaan itu (lihat: SiPembuat Tanker) Apapun sebabnya, desakan General Dynamics yang tampaknya mau diajak kerja sama oleh Burmah Oil tak diabaikan oleh Burmah. Malah mulanya Burmah mendesak Jilco dan Pertamina untuk menaikkan ongkos angkut dari $AS 0,30 per juta BTU itu sebanyak 60%. Sementara itu, kenaikan harga tanker itu karena General Dynamics mau berjaga-jaga kalau Badan Maritim Federal AS (FMA) mencabut jaminan yang diberikannya pada bank-bank AS yang membiayai produksi tanker-tanker itu. Soalnya, di AS sorotan sedang memanas ke arah General Dynamics karena sementara anggota Kongres memprotes jaminan FMA itu. Alasan: order buat General Dynamics datangnya dari perusahaan asing (Burmah). Juga karena kapal-kapal yang sedang diprodusir Quincy itu, nantinya tidak digunakan untuk lalulintas perdagangan dengan AS. Dengan demikian General Dynamics dapat dituduh melanggar UU Maritim Federal AS (1946) yang memprioritaskan jaminan kredit FMA untuk kapal-kapal yang bakal digunakan oleh warga negara AS dalam perdagangan dengan negerinya sendiri. Bukan orang asing. Sorotan terhadap General Dynamics dan Burmah Oil di Amerika itu makin memanas, karena tuduhan bahwa Burmah Oil menyuap pejabat-pejabat di Jepang dan Indonesia untuk mendapat order tanker-tanker LNG itu. Pejabat-pejabat Indonesia kabarnya disogok lewat perusahaan-perusahaan Astrofino Delmar dari Panama dan Edna di Hongkong milik pengusaha Singapura Robin Loh yang tempo hari banyak mendapat order dari Pertamina. Agen Edna di Jakarta dipimpin Tika Djoemana, terakhir berkantor di jalan K.H. Mas Mansyur. Sedang para pejabat maritim di Jepang kabarnya disogok sebanyak $AS 3 juta melalui Sumio Higashi, direktur maskapai Far East Oil Trading Co. yang dikenal sebagai importir minyak Minas dari Dumai. Kebetulan pula, ke-5 perusahaan pendiri dan pemegang saham Far East Oil adalah juga ke-5 perusahaan pengimpor LNG Indonesia (Jilco), yakni Kansai Electric, Chubu Electric, Kyushu Electric, Osaka Gas dan Nippon Steel. Sebelumnya, 11 Maret lalu kantor berita, 4P memberitakan dari Tokyo bahwa atase maritim AS di sana, Michael Somack, dicoba disogok $AS 5 juta oleh 5 pedagang berkewarganegaraan AS dan Taiwan. Ke-5 pedagang itu, oleh pengadilan di AS dituduh merugikan negara $AS 2,7 juta karena menarik untung secara tak sah dari penjualan 7 kapal bikinan AS pada warga negara asing. Ketika Michael Somack mencium penipuan itu, dan bermaksud melaporkannya pada atasannya di Washington, D.C, dia dicoba disogok oleh 5 orang Cina itu. Tapi repotnya, pengadilan di New Jersey tidak dapat menindak ke-5 orang itu, sebab 3 orang di antaranya tinggal di Taipeh dan seorang -- Adam K. Wen -- disebut berdiam di Jakarta. Antara AS dengan Taiwan dan Indonesia belum ada perjanjian ekstradisi. Perkara 5 orang Taiwan dan AS itu kembali hangat setelab mingguan berwibawa The Economist 3 September lalu memberitakan terlibatnya seorang warga negara AS, C.Y. Chen dalam masalah Burmah-General Dynamics itu. Chen ini, kabarnya bertindak sebagai perantara dalam pembelian kapal-kapal General Dynamics dengan membentuk perusahaan bernama 'Energy Transportation Corporation'. Perusahaan ini menyewa ke-7 kapal itu dari tiga bankir AS yang membiayai pembuatan kapal-kapal itu, yakni Continental Illinois, Bankers Trust dan Chemical Bank. ETC kemudian menyewakannya lagi kepada Burmast East, yang selanjutnya menyewakannya lagi pada Pertamina dan Jilco. Menteri Pertambangan Dr Sadli memberikan penjelasan di depan Komisi VI DPR-RI pertengahan September lalu. Sadli membenarkan, pada 23 September 1973, telah ditandatangani persetujuan pengangkutan LNG antara Pertamina dengan Burmast East Shipping Company yang terdaftar di Liberia. Bentuk persetujuan adalah sewajasa angkutan ruang-kapal, dalam dollar AS per meter kubik muatan. Berdasarkan perkiraan volume penjualan sebanyak 7,5 juta metric ton LNG setahun, Burmast memesan 7 tanker LNG dengan daya angkut 125 juta liter gas alam cair pada galangan kapal General Dynamics di Quincy AS. Tujuh kapal itu harus selesai sesuai dengan jadwal pengapalan gas alam cair itu dari Bontang dan Arun ke Jepang. Kontrak antara Pertamina dan Burmast East itu, yang mendahului kontrak penjualan 7,5 juta ton LNG setahun pada Jilco, dilengkapi beberapa syarat pengaman. Pertama, kontrak itu masih dapat dibatalkan bila kemudian ternyata Pertamina tidak mencapai kata sepakat dengan calon langganannya di Jepang. Kedua, penyewaan kapal yang ke-7 dapat dibatalkan kalau ternyata volume penjualan gas alam cair itu tidak membutuhkan 7 kapal. Tapi sebaliknya jika diperlukan, Burmast akan menyediakan kapal yang ke-8. Untuk memperoleh pinjaman ringan, Burmast East dan Burmah Oil Tankers yang terdaftar di Bermuda mengadakan kerjasama dengan satu perusahaan AS, yakni Energy Transportation Corporation (ETC) itu. Maksudnya agar perusahaan ETC itulah yang minta fasilitas Mortgage Insurance Guarantee alias Title XI pada US Federal Maritime Administration (MarAd), yakni suatu sistim pembiayaan jangka panjang dengan bunga rendah. Pengajuan permohonan jaminan MarAd serta kontrak penjualan LNG ke Jepang itu telah mendapat persetujuan Dewan Komisaris Pertamina 23 Maret 1974. Jadi berbulan-bulan kemudian setelah MarAd menyetujui jaminan Title XI bagi ETC, untuk 4 tanker yang pertama (7 Nopember 1973). Sedang tanker yang ke-5, baru mendapat jaminan MarAd 21 Mei 1974. Untuk ke-2 tanker yang terakhir, sampai sekarang jaminan MarAd belum diberikan. Mungkin itu sebabnya, Bummast East -- melalui ETC itu -- terlambat mengorder pembuatan kedua tanker yang terakhir itu pada General Dynamics. Sebab order pembuatan 5 tanker yang pertama -- dinamakan Cherokee I s/d V --sudah diajukan jauh-jauh hari pada tahun 1973 itu juga. Nah, keterlambatan pengorderan tanker ke-6 dan ke-7 itulah yang menyebabkan General Dynamics kemudian pasang tarif lebih tinggi bagi kedua tanker terakhir. Akibatnya lahirlah revisi ongkos angkut menjadi ASS 0,35 per juta BTU serta kesanggupan kelompok Burmah --d alam hal ini BGT - untuk mencarter 2 tanker LNG dari perusahaan lain (Gotaas-Larsen dan Leif-Hough). Keterangan Sadli ini, rupanya diterima begitu saja oleh para wakil rakyat di Senayan sembari manggut-manggut. Mereka tidak bertanya seberapa jauh kontrak berlapis-3 itu menaikkan harga tanker General Dynamics itu. Dan kalau toh untuk berjaga-jaga perlu dicarter 2 tanker lagi dari Eropa Barat, mengapa harus diperantarai oleh kelompok Burmah lagi? Dan mengapa Pertamina justru begitu asyik bekerjasama dengan kelompok Burmah Oil dan dok General Dynamics yang pernah nyaris bankrut itu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus