MENAIKI 2 bus plus 2 VW dan 2 sedan, awal September yang lalu 63
karateka dari Kyokushinkai cabang Surabaya berpiknik ke Ngliyep
di pantai Selatan Malang. Kata Nardi T. Nirwanto, pimpinan
tertinggi perguruan karate itu, rombongan ini tujuannya
semata-mata piknik, sembari mencari dana buat Kyokushinkai Club
yang ingin didirikan. Klab yang mau didirikan itu, rencananya
disediakan buat simpatisan perguruan ini, tapi yang tak aktif
dalam Karate. Untuk tujuan yang sama, beberapa bulan sebelum
itu, ratusan karateka dari beberapa cabang di cabang Jawa Timur,
juga berpiknik ke tempat ini.
Malam Minggu Nardi pulang ke Batu, dan paginya baru bawa mobil
sendiri ke Ngliyep. Ia tiba lebih dulu dan duduk-duduk di
pesanggrahan. Tak lama kemudian rombongan dari Surabaya tiba.
Hermawan, pimpinan rombongan menemui Nardi dan bilang: "Mari
shensei, saya antar ke tempat kawan-kawan". Nardi yang sejak
kecil cuma mengenal pantai Ngliyep di depan pesanggrahan itu
kaget. "Lho di mana", tanya Nardi. Tahunya, mereka memilih
tempat berkumpul di pantai Pasir Panjang 2 bukit di sebelah
baratnya.
Agar Bagus
Meskipun piknik, tapi menurut "tradisi perguruan". tutur Nardi,
"sebelumnya latihan sedikit". 63 karateka itu nampak telah siap
dengan karategi-nya dan berjajar di atas pasir. Nardi tak mau
ikut campur soal latihan. "Biar dilakukan sendiri oleh asisten
pelatih", katanya. Yakni oleh Rudy Sono plus R.A. Waliwangko.
"Seperti firasat", kata Nardi sembari terisak-isak
menangis,"saya tak banyak memperhatikan latihan mereka",
katanya. Dengan kamera movienya ia pun asyik mengambil gambar
mereka -- wajah demi wajah. Agar dapat gambar yang bagus, Nardi
meminta karateka-karateka itu turun ke air laut setinggi hampir
ke lutut. "Biar latar belakangnya bagus", alasan Nardi.
10 menit kemudian mereka disuruh naik. Sementara Nardi
berbincang-bincang dengan Rudy Sono dan Waliwangko, para
karateka yunior bermain-main. Dan nampak Hongky Louis dengan
Kwok Djien bersimbur-simburan air di pinggir laut . Nardi
berteriak: "Ayo naik, jangan bermain di situ". Rudy Sono pun
sembari melambaikan tangannya menyuruh kedua anak buahnya naik.
Segera Kwok Djien naik. Tapi, begitu Hongky Louis mau melangkah
ke tepi, ia terjatuh dan terseret oleh arus bawah sampai ke
batas palung laut -- sekitar 20 m dari tepian air.
Mulanya mereka tak menyadari, bahwa hanya 20 m dari tepi pantai
yang dangkal itu, terdapat palung laut yang amat dalam dan
arusnya keras. Bahkan ombak yang bergulung-gulung dari tengah ke
tepi, tak bisa melewati palung itu. Seluruh rombongan bingung
dan kesana-kemari mencari regu penolong. Tak ada. Kemudian
berusaha mencari tali, tapi hasilnya tetap nol. Selama 40 menit
Hongky antara timbul dan tenggelam, sembari menggapai-gapai
minta tolong. Kepada warga yang di pantai juga pengunjung
lainnya yang gelisah dan menjerit-jerit Nardi bilang: "Marilah
kita berusaha menolongnya, setidak-tidaknya dengan doa". Tapi,
nampaknya dengan tenang sekali ada petugas pantai yang nyeletuk
bilang: "Biar saja, barangkali itu sudah nasibnya", katanya.
Barangkali karena kepercayaan masyarakat setempat bahwa tiap
tahun Ngliyep selalu minta tumbal nyawa -- "dipanggil" oleh Nyai
Loro Kidul, Ratu Peri Laut Selatan itu.
Sebagai jalan terakhir, Nardi memerintahkan anak buahnya melepas
sabuk karatenya dan menyambung. 40 karateka berderet sambil
memegangi sabuk itu menuju ke tengah, tempat Hongky Louis timbul
tenggelam. Akhirnya ujung dari regu penolong berhasil menarik
tangan Hongky. Tapi bersamaan itu ombak besar datang. Hongky
terdampar ke sebelah kiri palung dan untungnya bisa jatuh di
atas karang. Ombak besar itu menerjang regu penolong hingga
sabuk putus di antara penolong ke 10 dan 11 dari ujung. Bagian
penolong terdepan yang 10 orang tersebut panik, dan kehilangan
keseimbangan, sementara regu belakang tak bisa berbuat apa-apa.
Ombak makin besar dan menyeret ke 10 penolong itu masuk palung
dan hanyut. Regu penolong yang di belakang dengan susah payah
berhasil kembali ke pantai.
Untungnya 2 di antaranya terlempar oleh ombak ke sebelah kanan
palung dan terdampar di karang. Keduanya adalah Kwok Djien --
yang ketika bersama bermain-main dengan Hongky berhasil naik,
dan Ong Poo Han. Ke 8 lainnya tak lebih dari 10 menit mampu
bertahan, kemudian hilang tak nampak lagi. Mereka adalah: Rudy
Sono, asisten pelatih, Yoo Tjie Tjoen (Kyu I), Yuli S. (Kyu I),
Thio Pao Leh (Kyu I), Poo Tjien Kiong (Kyu II), Tan Yoo Tong
(Kyu IV), Bambang Winarto (Kyu V), Bambang Widjaja (Kyu VIII).
Dengan hancurnya sabuk itu, Nardi dan senior-senior lainnya
putus asa. Sementara itu, ke 3 karateka yang selamat dan
terdampar di karang masih dibiarkan. Malahan, sambil teriak
Nardi mengharap agar mereka bertahan dulu dan berpepang
kuat-kuat ke karang. "Beberapa menit setelah hilangnya 8 anak
itu, datang bantuan dari Markas AURI yang terletak beberapa
kilometer di atas Ngliyep, berupa 2 gelondong tali nylon.
Waliwangko, asisten pelatih, diperintak oleh Nardi untuk
mengambil mereka yang terdampar itu. Dengan tali diikatkan di
perut, berturut-turut Waliwangko menolong Hongky, Kwok Djien dan
Poo Han. Kwok Djien masih nampak segar, tapi Poo Han keadaannya
cukup parah. Kulitnya sudah matang biru dan sulit bernafas. Air
banyak masuk ke perut dan paru-parunya. Segera dikirim ke RS
Kepanjen untuk mendapatkan pertolongan pertama dan diteruskan ke
RSUP Malang.
Barulah kemudian oleh Nardi rombongan diperintahkan untuk apel
dan absensi. Baru di situ jelas diketahui berapa korbannya:
seorang asisten pelatih, plus 7 anggota. Meskipun rombongan
lainnya diperintahkan pulang, Nardi tetap tinggal di situ. Nardi
interlokal Ketua Umum Forki Letjen Widjojo Sujono, serta minta
bantuan penduduk setempat.
Hari Senin, Nardi mendaki bukit Kumbang dan melihat 4 jenazah
anak buahnya terapung-apung. Seperti terpaku selama 2 jam ia
melihat jenazah itu. Hatinya sedih, lantaran tak bisa berbuat
apa-apa. Ketika hal itu diberitahukan kepada petugas-petugas
setempat hanya dijawab: "Ah, itu hanya daun".
Malamnya Nardi dipanggil Komsek setempat, dengan alasan harap
istirahat di Komsek, lantaran dikhawatirkan ada reaksi dari
keluarganya. Tapi Nardi cuma menjawab: "Terima kasih, saya akan
tetap di pinggir pantai dan saya akan hadapi setiap
kemungkinannya".
Nampaknya, kemungkinan itu bisa terjadi lantaran di Surabaya ada
dugaan timbul bahwa karateka-karateka itu disuruh berlatih
melawan ombak.
7 September 1976 adalah hari ulang tahun Nardi ke 37. Tapi, ia
tak berpesta. Ketika itu ia berada di bukit bersama warga
Kyokushinkai cabang Sidoarjo, melihat mayat Rudy Sono
terapung-apung sejauh 20 m dari pantai. Mereka terpukau,
beberapa saat Nardi menangis melihat itu: "Saya tak berdaya,
meskipun mayat di depan mata". Dan kemudian, mereka melihat
mayat Rudy Sono hanyut lagi ke tengah.
Begitu menerima interlokal Nardi Widjojo Sujono memerintahkan
Nardi untuk menghadap ke jalan Darmo 61, Surabaya. Tapi Nardi
tak mau meninggalkan pantai Ngliyep, sampai kemungkinan
diketemukan semakin kecil. Hari Rabu, mayat Rudy Sono muncul
lagi dan berhasil diselamatkan pada dua bukit sebelah utara
pesanggarahan. Kamisnya, mayat Yoo Tjien Tjoen dan Yuli S
diketemukan pula. "Aneh", kata Nardi pula, "ketemunya seperti
berurutan tingkat", tambahnya. Malahan habis itu muncul
kepercayaan: sisa yang 5 orang itu "Pandawa". Kalau 1 ketemu,
lainnya bakal ketemu.
Kamis pagi Widjojo Sujono datang ke Ngliyep bersama Bupati
Malang Suwignyo. Widjojo Soejono menjanjikan bantuan berupa Team
SAR. Sorenya, sebuah pesawat Nomad dari Satuan Armada Udara PUAL
Juanda plus helikopter bantuan dari Pelita Air Service. Tapi,
Team SAR ini kembali dengan tangan hampa. Meski helikopter itu
terbang berputar-putar sekitar 1 jam, tak menemukan sesosok
mayat. Jumatnya Nardi dapat laporan dari seorang penduduk yang
tinggal sekitar 7 km dari tempat kejadian dan melaporkan melihat
mayat terapung, tapi tak bisa diambil. "Beberapa kali kesempatan
melihat mayat timbul, tapi terlepas lagi", tutur Nardi sembari
kembali terisak lagi.
Sabtu pagi seorang nelayan atas permintaan Nardi mencoba
berputar-putar dengan perahunya. Tapi sia-sia juga, sampai sore
korban tak berhasil diketemukan. Sampai kini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini