Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Nardi Dan Karateka Yang Hilang

63 karateka dari kyokushinkai cabang surabaya pik-nik ke ngliyep, pantai selatan malang. 8 orang teng gelam. 3 jenazah dapat diketemukan. 5 orang raib. ban tuan team sar sia-sia.(or)

25 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENAIKI 2 bus plus 2 VW dan 2 sedan, awal September yang lalu 63 karateka dari Kyokushinkai cabang Surabaya berpiknik ke Ngliyep di pantai Selatan Malang. Kata Nardi T. Nirwanto, pimpinan tertinggi perguruan karate itu, rombongan ini tujuannya semata-mata piknik, sembari mencari dana buat Kyokushinkai Club yang ingin didirikan. Klab yang mau didirikan itu, rencananya disediakan buat simpatisan perguruan ini, tapi yang tak aktif dalam Karate. Untuk tujuan yang sama, beberapa bulan sebelum itu, ratusan karateka dari beberapa cabang di cabang Jawa Timur, juga berpiknik ke tempat ini. Malam Minggu Nardi pulang ke Batu, dan paginya baru bawa mobil sendiri ke Ngliyep. Ia tiba lebih dulu dan duduk-duduk di pesanggrahan. Tak lama kemudian rombongan dari Surabaya tiba. Hermawan, pimpinan rombongan menemui Nardi dan bilang: "Mari shensei, saya antar ke tempat kawan-kawan". Nardi yang sejak kecil cuma mengenal pantai Ngliyep di depan pesanggrahan itu kaget. "Lho di mana", tanya Nardi. Tahunya, mereka memilih tempat berkumpul di pantai Pasir Panjang 2 bukit di sebelah baratnya. Agar Bagus Meskipun piknik, tapi menurut "tradisi perguruan". tutur Nardi, "sebelumnya latihan sedikit". 63 karateka itu nampak telah siap dengan karategi-nya dan berjajar di atas pasir. Nardi tak mau ikut campur soal latihan. "Biar dilakukan sendiri oleh asisten pelatih", katanya. Yakni oleh Rudy Sono plus R.A. Waliwangko. "Seperti firasat", kata Nardi sembari terisak-isak menangis,"saya tak banyak memperhatikan latihan mereka", katanya. Dengan kamera movienya ia pun asyik mengambil gambar mereka -- wajah demi wajah. Agar dapat gambar yang bagus, Nardi meminta karateka-karateka itu turun ke air laut setinggi hampir ke lutut. "Biar latar belakangnya bagus", alasan Nardi. 10 menit kemudian mereka disuruh naik. Sementara Nardi berbincang-bincang dengan Rudy Sono dan Waliwangko, para karateka yunior bermain-main. Dan nampak Hongky Louis dengan Kwok Djien bersimbur-simburan air di pinggir laut . Nardi berteriak: "Ayo naik, jangan bermain di situ". Rudy Sono pun sembari melambaikan tangannya menyuruh kedua anak buahnya naik. Segera Kwok Djien naik. Tapi, begitu Hongky Louis mau melangkah ke tepi, ia terjatuh dan terseret oleh arus bawah sampai ke batas palung laut -- sekitar 20 m dari tepian air. Mulanya mereka tak menyadari, bahwa hanya 20 m dari tepi pantai yang dangkal itu, terdapat palung laut yang amat dalam dan arusnya keras. Bahkan ombak yang bergulung-gulung dari tengah ke tepi, tak bisa melewati palung itu. Seluruh rombongan bingung dan kesana-kemari mencari regu penolong. Tak ada. Kemudian berusaha mencari tali, tapi hasilnya tetap nol. Selama 40 menit Hongky antara timbul dan tenggelam, sembari menggapai-gapai minta tolong. Kepada warga yang di pantai juga pengunjung lainnya yang gelisah dan menjerit-jerit Nardi bilang: "Marilah kita berusaha menolongnya, setidak-tidaknya dengan doa". Tapi, nampaknya dengan tenang sekali ada petugas pantai yang nyeletuk bilang: "Biar saja, barangkali itu sudah nasibnya", katanya. Barangkali karena kepercayaan masyarakat setempat bahwa tiap tahun Ngliyep selalu minta tumbal nyawa -- "dipanggil" oleh Nyai Loro Kidul, Ratu Peri Laut Selatan itu. Sebagai jalan terakhir, Nardi memerintahkan anak buahnya melepas sabuk karatenya dan menyambung. 40 karateka berderet sambil memegangi sabuk itu menuju ke tengah, tempat Hongky Louis timbul tenggelam. Akhirnya ujung dari regu penolong berhasil menarik tangan Hongky. Tapi bersamaan itu ombak besar datang. Hongky terdampar ke sebelah kiri palung dan untungnya bisa jatuh di atas karang. Ombak besar itu menerjang regu penolong hingga sabuk putus di antara penolong ke 10 dan 11 dari ujung. Bagian penolong terdepan yang 10 orang tersebut panik, dan kehilangan keseimbangan, sementara regu belakang tak bisa berbuat apa-apa. Ombak makin besar dan menyeret ke 10 penolong itu masuk palung dan hanyut. Regu penolong yang di belakang dengan susah payah berhasil kembali ke pantai. Untungnya 2 di antaranya terlempar oleh ombak ke sebelah kanan palung dan terdampar di karang. Keduanya adalah Kwok Djien -- yang ketika bersama bermain-main dengan Hongky berhasil naik, dan Ong Poo Han. Ke 8 lainnya tak lebih dari 10 menit mampu bertahan, kemudian hilang tak nampak lagi. Mereka adalah: Rudy Sono, asisten pelatih, Yoo Tjie Tjoen (Kyu I), Yuli S. (Kyu I), Thio Pao Leh (Kyu I), Poo Tjien Kiong (Kyu II), Tan Yoo Tong (Kyu IV), Bambang Winarto (Kyu V), Bambang Widjaja (Kyu VIII). Dengan hancurnya sabuk itu, Nardi dan senior-senior lainnya putus asa. Sementara itu, ke 3 karateka yang selamat dan terdampar di karang masih dibiarkan. Malahan, sambil teriak Nardi mengharap agar mereka bertahan dulu dan berpepang kuat-kuat ke karang. "Beberapa menit setelah hilangnya 8 anak itu, datang bantuan dari Markas AURI yang terletak beberapa kilometer di atas Ngliyep, berupa 2 gelondong tali nylon. Waliwangko, asisten pelatih, diperintak oleh Nardi untuk mengambil mereka yang terdampar itu. Dengan tali diikatkan di perut, berturut-turut Waliwangko menolong Hongky, Kwok Djien dan Poo Han. Kwok Djien masih nampak segar, tapi Poo Han keadaannya cukup parah. Kulitnya sudah matang biru dan sulit bernafas. Air banyak masuk ke perut dan paru-parunya. Segera dikirim ke RS Kepanjen untuk mendapatkan pertolongan pertama dan diteruskan ke RSUP Malang. Barulah kemudian oleh Nardi rombongan diperintahkan untuk apel dan absensi. Baru di situ jelas diketahui berapa korbannya: seorang asisten pelatih, plus 7 anggota. Meskipun rombongan lainnya diperintahkan pulang, Nardi tetap tinggal di situ. Nardi interlokal Ketua Umum Forki Letjen Widjojo Sujono, serta minta bantuan penduduk setempat. Hari Senin, Nardi mendaki bukit Kumbang dan melihat 4 jenazah anak buahnya terapung-apung. Seperti terpaku selama 2 jam ia melihat jenazah itu. Hatinya sedih, lantaran tak bisa berbuat apa-apa. Ketika hal itu diberitahukan kepada petugas-petugas setempat hanya dijawab: "Ah, itu hanya daun". Malamnya Nardi dipanggil Komsek setempat, dengan alasan harap istirahat di Komsek, lantaran dikhawatirkan ada reaksi dari keluarganya. Tapi Nardi cuma menjawab: "Terima kasih, saya akan tetap di pinggir pantai dan saya akan hadapi setiap kemungkinannya". Nampaknya, kemungkinan itu bisa terjadi lantaran di Surabaya ada dugaan timbul bahwa karateka-karateka itu disuruh berlatih melawan ombak. 7 September 1976 adalah hari ulang tahun Nardi ke 37. Tapi, ia tak berpesta. Ketika itu ia berada di bukit bersama warga Kyokushinkai cabang Sidoarjo, melihat mayat Rudy Sono terapung-apung sejauh 20 m dari pantai. Mereka terpukau, beberapa saat Nardi menangis melihat itu: "Saya tak berdaya, meskipun mayat di depan mata". Dan kemudian, mereka melihat mayat Rudy Sono hanyut lagi ke tengah. Begitu menerima interlokal Nardi Widjojo Sujono memerintahkan Nardi untuk menghadap ke jalan Darmo 61, Surabaya. Tapi Nardi tak mau meninggalkan pantai Ngliyep, sampai kemungkinan diketemukan semakin kecil. Hari Rabu, mayat Rudy Sono muncul lagi dan berhasil diselamatkan pada dua bukit sebelah utara pesanggarahan. Kamisnya, mayat Yoo Tjien Tjoen dan Yuli S diketemukan pula. "Aneh", kata Nardi pula, "ketemunya seperti berurutan tingkat", tambahnya. Malahan habis itu muncul kepercayaan: sisa yang 5 orang itu "Pandawa". Kalau 1 ketemu, lainnya bakal ketemu. Kamis pagi Widjojo Sujono datang ke Ngliyep bersama Bupati Malang Suwignyo. Widjojo Soejono menjanjikan bantuan berupa Team SAR. Sorenya, sebuah pesawat Nomad dari Satuan Armada Udara PUAL Juanda plus helikopter bantuan dari Pelita Air Service. Tapi, Team SAR ini kembali dengan tangan hampa. Meski helikopter itu terbang berputar-putar sekitar 1 jam, tak menemukan sesosok mayat. Jumatnya Nardi dapat laporan dari seorang penduduk yang tinggal sekitar 7 km dari tempat kejadian dan melaporkan melihat mayat terapung, tapi tak bisa diambil. "Beberapa kali kesempatan melihat mayat timbul, tapi terlepas lagi", tutur Nardi sembari kembali terisak lagi. Sabtu pagi seorang nelayan atas permintaan Nardi mencoba berputar-putar dengan perahunya. Tapi sia-sia juga, sampai sore korban tak berhasil diketemukan. Sampai kini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus