Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mengkomersilkan Mayat

Pengalaman nardi tentang pantai ngliyep. disimpulkan bahwa pantai itu tak dilengkapi dengan alat-alat penolong. Maut seolah-olah dijadikan obyek petugas-petugas setempat. (or)

25 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANTAI Ngliyep, yang bakal dikembangkan jadi daerah pariwisata, nampaknya sama sekali tak dilengkapi dengan alat-alat penolong: tali panjang, atau pelampung. Tapi, barangkali itu tak terlalu disesali. Yang nampaknya banyak disesali adalah kurangnya perhatian petugas-petugas setempat terhadap pertolongan kecelakaan. Meskipun kecelakaan itu berulang-ulang tiap tahun. "Seolah-olah maut di pantai Ngliyep dijadikan obyek", tutur Nardi. Ketika Nardi meminta regu Hansip sebagai peronda, maka mereka memang meminta fasilitas: makan, minum, rokok dan sebagainya. Itu belum seberapa."Soal jenazahpun tak mampu menggugah perasaan mereka", keluh Nardi. Menurut ceritanya, ketika Nardi meminta pertolongan petugas-petugas plus Hansip setempat, mereka mengajukan tarif Rp 25.000 per mayat. "Baik akan saya bayar jika jenazah itu diserahkan", kaa Nardi kepada mereka. Ketika beberapa penduduk sekitar 5 km di sebelah barat mengusung mayat dibawa ke tempat Nardi tinggal, para petugas juga menuntut bayaran. Padahal yang bersusah payah penduduk itu. Dan kata Nardi, penduduk yang repot-repot datang dan tak menuntut imbalan itu hanya menerima bagian yang teramat kecil. Habis penemuan ke-3 mayat, petugas itu menemui Nardi lagi, dan meminta "ongkos" dinaikkan jadi Rp 35 ribu per mayat. Tak ada jalan lain kecuali menganggukkan kepalanya. Tapi, mayat memang tak ditemukan. Pengalaman ini jadi pelajaran bagi Nardi rupanya. Ia berjanji, bila masalahnya selesai, ia bakal memberikan sumbangan berupa peralatan pertolongan di Ngliyep. Sementara ini ia harus memikirkan keluarga korban. Sebab, 3 di antara korban ada yang telah berkeluarga, dan keadaannya tak cukup mampu. Maka, pengeluaran untuk menebus mayat sampai pemakamannya tentu saja harus menjadi tanggungan perguruan Kyokushinkai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus