Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kalkulasi 1981 Dari Manila

Hasil-hasil Sea Games XI di Manila, target Indonesia untuk juara umum tercapai. (or)

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGU Indonesa Raya sudah sering dimainkan. Bendera merah putih sudah berkali-kali pula dikibarkan untuk pemenang. Dan target Indonesia untuk juara umum pesta olahraga Asia Tenggara (SEA Games) XI di Manila tercapai. Sampai berita ini diturunkan Senin malam, jumlah medali yang direbut sejak pembukaan 6 Desember adalah 84 emas, 71 perak dan 56 perunggu. Kemudian menyusul Thailand (60-4542), Filipina (53-55-74), Malaysia (16-26-31), Burma (15-18-27) dan Singapura (12-25-33). Cuma Brunai yang tidak memperoleh medali. Hari terakhir (15 Desember), tiga medali emas lagi yang masih diperebutkan, yakni dari sepakbola (Thailand vs Malaysia), volley putra (Indonesia vs Burma) dan volley putri (Indonesia vs Filipina). Secara umum kontingen Indonesia yang dipimpin salah satu Ketua KONI Pusat, Gatot Suwagyo, tidak mengecewakan. Jumlah medali yang diraih Indonesia tahun ini sedikit merosot dari pengumpulan tahun 1979 di Jakarta (92-77-52) tapi jauh lebih baik dibandingkan prestasi Indonesia mulai ikut SEA Games 1977 di Kualalumpur (62-41-34) Sukses paling menonjol kali ini ialah di tangan manusia "Hercules" PABBSI. Para atlet angkat besi yang telah dipelatnaskan setahun bersama pelatih impor dari Polandia, Waldemar Bazanowski itu merebut 19 dari 30 medali emas yang diperebutkan. Di SEA Games Jakarta, angkat besi Indonesia "cuma" merebut 11 emas. Bersamaan dengan dijatuhkannya barbel ratusan kilogram di arena Nichols Air Base Manila itu, beberaparekor SEA Games tumbang, bahkan angkatan 105 kg untuk match oleh Maman Suryaman (Indonesia) di kelas 52 kg sama dengan rekor Asian Games. Seperti di tahun 1979, Indonesia kali ini juga unggul di kolam renang. Atlet-atlet PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) mengumpulkan 16 emas, 9 perak dan 10 perunggu, disusul Singapura (7-7-8), Filipina (4-7-10) dan Malaysia (2-6-1). Tampak Filipina dan Singapura yang telah meniru sistem pembinaan PRSI--mengirim atlet berlatih ke luar negeri. Bahkan emas Indonesa mulai beralih ke tangan William Wilson (Filipina) dan Junie Sng (Singapura). Toh Ketua PRSI, M.F. Siregar masih puas atas prestasi Naniek (Suwadji) Suryaatmadja, Jerry (Gerald) HP Item dan kawan-kawan. Di gelanggang bulutangkis belum tampak saingan berat bagi Indonesia. Namun Liem Swie King sempat dikalahkan rubber set oleh Misbun Sidek dari Malaysia di nomor beregu. Semua medali ernas bulutangkis disapu bersih Indonesia. Di arena tennis meja, Indonesia juga mempunyai pemain kaliber internasional, tapi tantangan datang dari Thailand. Walaupun tidak segemilang prestasinya di Kualalumpur 1977 (6 emas), tennis meja Indonesia kali ini (5 emas, 6 perak, dan 1 perunggu) lebih baik dari pada tahn 1979 (4 emas, 3 perak, 2 perunggu). "Mestinya regu putri kita bisa rebut emas lagi. Kita gagal karena salah pasang pemain," kata Willy Warokka, Sekjen PTMSI. Pemain-pemaln Thailand sempat berguru ke Cina, negeri juara dunia pingpong. Dari lautan medali atletik yang mempertandingkan 42 nomor, PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) seolah menemui padang tandus. Kali ini jumlah medali (3 emas, 8 perak dan 9 perunggu) yang diraih Indonesia dalam atletik hampir sama dengan di SEA Games Jakarta (3-5-15). Pelatih atletik, Awang Papilaya, menargetkan 4 emas yakni dari lari 100 m putri (Henny Maspaitella), lompat jauh dan lompat jangkit (M. Muchtar) dan lontar martil (Ir. Budi Dharma). Maspaitella semula difavoritkan sebagai "ratu tercepat Asia Tenggara". Di stadion Rizal Memorial itu ia memang mencatat waktu 0,11 detik lebih cepat dari rekor yang sudah bertahan 12 tahun dari Khin Fu (12.01). Namun di sini pelari asal Ja-Tim dan juara Snga Beer Bangkok bulan lalu itu (12.00 detik) kalah 0.06 detik dari pelari Malaysia, Mumtaz Jaffar yang menciptakan rekor baru 11.84 detik. Kejutan toh datang dari kaki pelompat jangkit PASI, Hoo Yong Chong, dan Suhadi (lempar cakram). Dari 30 atlet PASI yang sempat berlatih tiga bulan di Jerman Barat, cuma mereka berdua yang menghasilkan emas. Dan cuma Ir. Budhi Dharma (lonear martil) yang dapat emas sesuai dengan harapan Papilaya. Dikalahkan Wasit Kemerosotan medali terjadi di cabang panahan Indonesia. Si "Robinhood" Donald Pandiangan memang merebut 6 emas (termasuk 1 beregu), tapi tim putri--yang tidak diperkuat srikandi senior seperti Murniningsih dan Leanne Manurung -- cuma mendapatkan 1 emas yang dibidik Ny. Sevilia. Peristiwa paling tragis dialami para petinju Indonesia. "Kita dikalahkan wasit," kata Ketua Pertina, Marsekal Saleh Basarah. Ketua Komite Olahraga Nasional Filipina, Michel Keon, tak mau kehilangan muka dari tinju yang diprioritaskannya bersama atletik dalam proyek Cintong Alay (mempersembahkan emas). Pengurus Pertina mensinyalir wasit Thailand telah "didekati" ofisial Filipina sehingga dari lima petinju Indonesia yang lolos ke final, dua yang melawan petinju tuan rumah kalah angka. Petinju Filipina yang babak belur dijotos Adi Swandana mengalungi emas ke-6 untuk regu Filipina. Tampaknya tim Indonesia di cabang olahraga -- seperti softball, basket, sepak takraw, meski sudah menyewa pelatih impor -- belum bisa dibanggakan. Tim (sepakbola) PSSI Utama -- yang sempat dibina 18 bulan dan menghabiskan ratusan juta rupiah, terakhir di bawah coach dari Jerman Barat, Bernd Fischer, dengan minuman elektrolitnya -- gagal memenuhi target minimum medali perak. Tapi masih lumayan kesebelasan Indonesia itu bisa merebut paunggu dari Singapura. Cuma di cabang bola volley, berkat bimbingan pelatih Yasuaki Mitsumori dari Jepang, regu putra maupun putri Indonesia bisa masuk final. Tantangan dan ancaman terhadap Indonesia di SEA Games berikut (1983, Singapura) tampaknya akan lebih berat. Antara lain "kita akan kehilangan perenang senior", kata Gatot Suwagyo. Maksudnya Naniek Suwadji, penyumbang 5 emas, 2 perak dan 1 perunggu. Prestasi Naniek ini berkat pengertian Suryaatmadja, pelatih yang menikahinya sejak Juni 1980, untuk menunda berputra sampai usai SEA Games.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus