LAGU Indonesa Raya sudah sering dimainkan. Bendera merah putih
sudah berkali-kali pula dikibarkan untuk pemenang. Dan target
Indonesia untuk juara umum pesta olahraga Asia Tenggara (SEA
Games) XI di Manila tercapai. Sampai berita ini diturunkan Senin
malam, jumlah medali yang direbut sejak pembukaan 6 Desember
adalah 84 emas, 71 perak dan 56 perunggu.
Kemudian menyusul Thailand (60-4542), Filipina (53-55-74),
Malaysia (16-26-31), Burma (15-18-27) dan Singapura (12-25-33).
Cuma Brunai yang tidak memperoleh medali. Hari terakhir (15
Desember), tiga medali emas lagi yang masih diperebutkan, yakni
dari sepakbola (Thailand vs Malaysia), volley putra (Indonesia
vs Burma) dan volley putri (Indonesia vs Filipina).
Secara umum kontingen Indonesia yang dipimpin salah satu Ketua
KONI Pusat, Gatot Suwagyo, tidak mengecewakan. Jumlah medali
yang diraih Indonesia tahun ini sedikit merosot dari pengumpulan
tahun 1979 di Jakarta (92-77-52) tapi jauh lebih baik
dibandingkan prestasi Indonesia mulai ikut SEA Games 1977 di
Kualalumpur (62-41-34) Sukses paling menonjol kali ini ialah di
tangan manusia "Hercules" PABBSI.
Para atlet angkat besi yang telah dipelatnaskan setahun bersama
pelatih impor dari Polandia, Waldemar Bazanowski itu merebut 19
dari 30 medali emas yang diperebutkan. Di SEA Games Jakarta,
angkat besi Indonesia "cuma" merebut 11 emas. Bersamaan dengan
dijatuhkannya barbel ratusan kilogram di arena Nichols Air Base
Manila itu, beberaparekor SEA Games tumbang, bahkan angkatan 105
kg untuk match oleh Maman Suryaman (Indonesia) di kelas 52 kg
sama dengan rekor Asian Games.
Seperti di tahun 1979, Indonesia kali ini juga unggul di kolam
renang. Atlet-atlet PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia)
mengumpulkan 16 emas, 9 perak dan 10 perunggu, disusul Singapura
(7-7-8), Filipina (4-7-10) dan Malaysia (2-6-1). Tampak Filipina
dan Singapura yang telah meniru sistem pembinaan PRSI--mengirim
atlet berlatih ke luar negeri. Bahkan emas Indonesa mulai
beralih ke tangan William Wilson (Filipina) dan Junie Sng
(Singapura). Toh Ketua PRSI, M.F. Siregar masih puas atas
prestasi Naniek (Suwadji) Suryaatmadja, Jerry (Gerald) HP Item
dan kawan-kawan.
Di gelanggang bulutangkis belum tampak saingan berat bagi
Indonesia. Namun Liem Swie King sempat dikalahkan rubber set
oleh Misbun Sidek dari Malaysia di nomor beregu. Semua medali
ernas bulutangkis disapu bersih Indonesia.
Di arena tennis meja, Indonesia juga mempunyai pemain kaliber
internasional, tapi tantangan datang dari Thailand. Walaupun
tidak segemilang prestasinya di Kualalumpur 1977 (6 emas),
tennis meja Indonesia kali ini (5 emas, 6 perak, dan 1 perunggu)
lebih baik dari pada tahn 1979 (4 emas, 3 perak, 2 perunggu).
"Mestinya regu putri kita bisa rebut emas lagi. Kita gagal
karena salah pasang pemain," kata Willy Warokka, Sekjen PTMSI.
Pemain-pemaln Thailand sempat berguru ke Cina, negeri juara
dunia pingpong.
Dari lautan medali atletik yang mempertandingkan 42 nomor, PASI
(Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) seolah menemui padang
tandus. Kali ini jumlah medali (3 emas, 8 perak dan 9 perunggu)
yang diraih Indonesia dalam atletik hampir sama dengan di SEA
Games Jakarta (3-5-15). Pelatih atletik, Awang Papilaya,
menargetkan 4 emas yakni dari lari 100 m putri (Henny
Maspaitella), lompat jauh dan lompat jangkit (M. Muchtar) dan
lontar martil (Ir. Budi Dharma).
Maspaitella semula difavoritkan sebagai "ratu tercepat Asia
Tenggara". Di stadion Rizal Memorial itu ia memang mencatat
waktu 0,11 detik lebih cepat dari rekor yang sudah bertahan 12
tahun dari Khin Fu (12.01). Namun di sini pelari asal Ja-Tim dan
juara Snga Beer Bangkok bulan lalu itu (12.00 detik) kalah 0.06
detik dari pelari Malaysia, Mumtaz Jaffar yang menciptakan rekor
baru 11.84 detik. Kejutan toh datang dari kaki pelompat jangkit
PASI, Hoo Yong Chong, dan Suhadi (lempar cakram). Dari 30 atlet
PASI yang sempat berlatih tiga bulan di Jerman Barat, cuma
mereka berdua yang menghasilkan emas. Dan cuma Ir. Budhi Dharma
(lonear martil) yang dapat emas sesuai dengan harapan Papilaya.
Dikalahkan Wasit
Kemerosotan medali terjadi di cabang panahan Indonesia. Si
"Robinhood" Donald Pandiangan memang merebut 6 emas (termasuk 1
beregu), tapi tim putri--yang tidak diperkuat srikandi senior
seperti Murniningsih dan Leanne Manurung -- cuma mendapatkan 1
emas yang dibidik Ny. Sevilia.
Peristiwa paling tragis dialami para petinju Indonesia. "Kita
dikalahkan wasit," kata Ketua Pertina, Marsekal Saleh Basarah.
Ketua Komite Olahraga Nasional Filipina, Michel Keon, tak mau
kehilangan muka dari tinju yang diprioritaskannya bersama
atletik dalam proyek Cintong Alay (mempersembahkan emas).
Pengurus Pertina mensinyalir wasit Thailand telah "didekati"
ofisial Filipina sehingga dari lima petinju Indonesia yang lolos
ke final, dua yang melawan petinju tuan rumah kalah angka.
Petinju Filipina yang babak belur dijotos Adi Swandana
mengalungi emas ke-6 untuk regu Filipina.
Tampaknya tim Indonesia di cabang olahraga -- seperti softball,
basket, sepak takraw, meski sudah menyewa pelatih impor -- belum
bisa dibanggakan. Tim (sepakbola) PSSI Utama -- yang sempat
dibina 18 bulan dan menghabiskan ratusan juta rupiah, terakhir
di bawah coach dari Jerman Barat, Bernd Fischer, dengan minuman
elektrolitnya -- gagal memenuhi target minimum medali perak.
Tapi masih lumayan kesebelasan Indonesia itu bisa merebut
paunggu dari Singapura. Cuma di cabang bola volley, berkat
bimbingan pelatih Yasuaki Mitsumori dari Jepang, regu putra
maupun putri Indonesia bisa masuk final.
Tantangan dan ancaman terhadap Indonesia di SEA Games berikut
(1983, Singapura) tampaknya akan lebih berat. Antara lain "kita
akan kehilangan perenang senior", kata Gatot Suwagyo. Maksudnya
Naniek Suwadji, penyumbang 5 emas, 2 perak dan 1 perunggu.
Prestasi Naniek ini berkat pengertian Suryaatmadja, pelatih yang
menikahinya sejak Juni 1980, untuk menunda berputra sampai usai
SEA Games.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini