Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Perjuangan Kaum Minoritas di Lapangan Hijau

Otoritas terus mengkampanyekan dukungan terhadap LGBT dalam sepak bola. Faktanya, pemain dan fan masih menyuarakan makian homofobia, termasuk saat Iker Casillas mengaku sebagai gay.

11 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Iker Casillas (kanan) dan Sara Carbonero saat Piala Dunia 2010 di stadion Ellis Park, Johannesburg, Afrika Selatan, 21 Juni 2010. REUTERS/Marcelo Del Pozo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekilas, dunia sepak bola terlihat merangkul kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LBGT). Kampanye ramah LGBT, misalnya, berkumandang dalam Liga Premier Inggris, yang dianggap liga paling populer sedunia. Musim lalu, ban kapten Manchester City dan 17 klub lainnya berupa pita pelangi, simbol LGBT. Intinya, lapangan hijau berikut tribunnya digambarkan terbuka untuk semua golongan, termasuk kaum LGBT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemudian, datanglah cuitan Iker Casillas pada Ahad, 9 Oktober 2022. "Saya harap kalian menghormati saya: saya gay."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Casillas, 41 tahun, merupakan satu dari kiper terbaik yang pernah berlaga di lapangan hijau. Dia merupakan kapten tim nasional saat Spanyol menjadi juara dunia di Afrika Selatan pada 2010. Dia juga memimpin La Furia Roja—julukan timnas Spanyol—ketika menjadi kampiun Eropa pada 2012. Di level klub, dia ikut membawa Real Madrid lima kali menjuarai La Liga Spanyol dan tiga kali Liga Champions Eropa. Wajar saja pendukung Spanyol dan Real Madrid menjulukinya sebagai Santo Iker.

Cuitan yang disematkan tanda pagar #felizdomingo atau selamat hari Minggu oleh Casillas itu membawanya turun kasta, dari orang suci menjadi pendosa. Setidaknya di mata warganet. Dia dihujat dengan berbagai ejekan homofobia. Carles Puyol ikut menanggapi lewat cuitan. "Ini waktunya menceritakan kisah kita, Iker," ujar rekan di tim nasional sekaligus rival Casillas dari klub Barcelona itu. Cacian pun makin menjadi-jadi.

Iker Casillas (kiri) dan Carles Puyol di pertandingan sepak bola eksibisi di Taman Sepak Bola Piala Dunia di Lapangan Merah di Moskow, Rusia 28 Juni 2018. REUTERS/Sergei Karpukhin

Pada hari yang sama, Casillas menghapus cuitan kontroversial itu. Dia menyatakan akun Twitter-nya kena hack dan meminta maaf kepada 9,7 juta pengikutnya, khususnya mereka yang LGBT. Dia disebut bergurau setelah kerap kena sindir akibat terus bergonta-ganti pacar setelah bercerai dari istrinya, Sara Carbonero, pada Maret tahun lalu.

Insiden itu menunjukkan bahwa sepak bola masih merupakan ranah yang tidak ramah terhadap kelompok LGBT. Pada 1990, Justin Fashanu, penyerang berkebangsaan Inggris, menjadi pemain sepak bola profesional pertama yang menyatakan dirinya gay. Seperti dituliskan Attitude, situs majalah LGBT Inggris, Fashanu, saat itu berusia 29 tahun, tak ingin hidup dalam kebohongan. Dia mengatakan saat itu ada selusin pemain sepak bola Liga Premier lain yang juga gay atau biseksual. Namun tak ada yang mengikuti jejaknya menyatakan diri sebagai homoseksual.

Amal Fashanu, keponakan Justin, yang mendirikan Justin Fashanu Foundation, mengatakan menjadi pemain sepak bola gay dalam liga elite masih merupakan isu sensitif. "Banyak orang memandang gay sebagai orang lemah. Tidak ada tempat bagi orang lemah di sepak bola," ujarnya seperti ditulis BBC. "Ini bukan salah orang per orang, tapi memang begitu iklim sepak bola."

Fashanu ditemukan gantung diri di sauna gay di London pada 3 Mei 1998, di tengah tuduhan serangan seksual di Maryland, Amerika Serikat. Usianya waktu itu 37 tahun.

Pemain dalam turnamen sepak bola gay, Champions LiGay, di Sao Paulo, Brasil, 2 November 2018. REUTERS/Paulo Whitaker

Inggris merupakan rumah bagi 4.000 pemain sepak bola profesional. Sebanyak 500 di antaranya berlaga di Liga Premier. Di antara kumpulan laki-laki itu, hanya satu yang saat ini mengaku gay. Dia adalah Jake Daniels, penyerang Blackpool, yang berlaga di liga lapis kedua di Inggris. "Tentu saya sadar penyataan ini bakal memancing reaksi, yang sebagian merupakan homofobia, baik di stadion maupun media sosial," kata Daniels, 17 tahun, seperti ditulis VOI.

Tak lama setelah pernyataan Daniels yang bersinggungan dengan Hari Internasional melawan Homofobia, Transfobia, dan Bifobia, pada Mei lalu itu, muncul kontroversi di Liga Prancis. Tepatnya di PSG, tim elite yang diperkuat Lionel Messi, Neymar, dan Kylian Mbappe.

Idrissa Gueye, gelandang asal Senegal, menolak bermain melawan Montpellier. Alasannya, seperti dituliskan BBC, ia emoh mengenakan seragam bercorak pelangi—simbol dukungan terhadap kelompok LGBT. Cheikhou Kouyate, rekan senegaranya yang membela Crystal Palace di Inggris, mengunggah foto bersama Gueye di Instagram dan menyebut Gueye sebagai "pria sejati".

Di Senegal, laku homoseksual merupakan tindakan ilegal dan pelakunya bisa dituntut hingga 5 tahun penjara. Homoseksual juga dilarang di Qatar, negara asal pemilik PSG sekaligus penyelenggara Piala Dunia 2022. Larangan bagi homoseksualitas terpampang secara eksplisit, bersama konsumsi alkohol, mempertontonkan aurat, berkata-kata kasar, dan bermesraan di tempat umum.

Meski demikian, otoritas dan pengurus klub tetap merangkul pemain sepak bola LGBT. Mei lalu, Boris Johnson—saat itu masih menjabat Perdana Menteri Inggris—mengagumi keberanian Jake Daniels mengungkap preferensi seksualnya. "Anda akan menjadi inspirasi di dalam dan luar lapangan," kata Johnson, seperti dilaporkan BBC. Tiga klub elite Liga Inggris juga menyuarakan dukungan serupa. Lewat akun media sosial, mereka menyatakan, "Dunia sepak bola berada di sisi Anda."

REZA MAULANA | DAFFA SIDQI (MAGANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mohammad Reza Maulana

Mohammad Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus