Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kampiun Sepatu Butut

Regu marathon indonesia yang mengikuti hang ten marathon di bangkok berhasil mendapatkan 3 gelar, ali sofyan siregar menjadi juara.

17 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA musim lalu ia masih menenakan sepatu bola untuk kanan luar PS Sinar di Jakarta Timur. Minatnya beralih sewaktu ikut lomba lari tingkat Rukun warga (RW) pada perayaan 17 Agustus, dan menang. Ia mulai aktif mengikuti acara rutin Lari Gembira di Jalan Silang Monas. Itulah Ali Sofyan Siregar, kampiun lomba maraton di Jakarta, pertengahan Maret. Mengikuti Hang Ten Marathon di Bangkok, 4 Mei, Ali semula dianggap sepi. Koran Bangkok Post yang terbit sebelum perlombaan itu sama sekali tak menyebut namanya. Diperkirakannya calon pemenang adalah Kenji Takami atau Terumi Kawasaki -- keduanya dari Jepang -- atau Khin Soe dari Birma. Perkiraan itu berdasarkan rekor mereka. Takami, misalnya, pernah membetot waktu 2 jam 17 menit 6 detik. Di belakangnya menyusul Kawasaki dengan selisih 1,4 detik. Tapi pada hari Minggu itu matahari menyengat dan suhu udara di Bangkok sekitar 35 - 36 derajat Celcius, sedang debu bercampur dengan asap knalpot mobil di jalan. Semua itu telah mematahkan perlawanan mereka yang diunggulkan. Takami dan Kawasaki menyerah sebelum mencapai finish. Sedang Khin Soe pada jarak 17 km sudah naik mobil ambulans. Sebaliknya, Ali dan pelari Indonesia lainnya -- Jacob Attarury dan Phing Tjung Lie -- melaju terus. "Banyak peserta yang memancing untuk berpacu, namun saya tetap menjaga kecepatan yang diberikan pelatih," kata Ali. Menurut pelatih Asro, kecepatan rata-rata pelari kita sekitar 40 - 42 menit untuk jarak 10 km. Ternyata petunjuk itu tidak sia-sia. Ali, Jacob, dan Phing memasuki finish berurutall. Waktu tempuh Ali, sang juara, tercatat 2 jam 56 menit 4,02 detik. Untuk prestasi itu Ali mendapat piala Federasi Atletik Muangthai (AAAT), dan uang tunai sebanyak Rp 450.000. Tapi uang itu, menurut Ali, akan dibagi oleh PASI kepada anggota tim. Ia tidak keberatan. "Dapat tiket ke sangkok saja sudah merupakan hadiah besar buat saya," kata Ali. Apa rahasia sukses tim Indonesia? Menjelang bertolak ke Bangkok, manajer tim Jootje E.W. Gosal terlebih dulu menguping kiri-kanan. Dari pemanah Donald Pandiangan yang baru pulang dari sana, ia mendapat data mengenai temperatur di sangkok yang tinggi itu. Bcrdasarkan bahan tersebut ia lalu mengambil kepunlsan untuk melatil kesebelas atlet terpilih (seorang tak jadi berangkat karena alasan paspor) pada siang bolon. Tenggorokan Gatal Berlatih dibawah terik matahari Jakarta, temperaturnya masih lebih rendah 2 derajat Celcius dibandingkan Bangkok. Tapi bagi pelari yang biasa berlatih di sore hari, hal itu sudah merupakan siksaan berat. "Mereka hampir putus asa," cerita Soeherman. Program running interval yang disusun para pelatih, antara lain, lari 20 x 800 m, 25 x 800 m, dan 30 x 800 tak sanggup mereka selesaikan. Selama latihan seminggu di pelatnas kapasitas para pelari ini cuma 18 x 800 m. Mereka tiba di Bangkok 4 hari sebelum perlombaan. Para pelari Indonesia ini di sana tiap hari melakukan jogging selama « jam di tengah panas. Dan latihan ini nyaris membuat mereka kelabakan. Sehabis latihan mereka memerlukan minuman hangat yang cukup mahal. "Satu termos teh hangat saja harganya sudah 40 Baht (sekitar Rp 1.200)," kata Soeherman. "Sedang air dingin yang disediakan di Hotel Florida membuat tenggorokan mereka gatal." Gara-gara ini konon pelari maraton putri, Starlet, terserang flu dan tak jadi berlomba. Makanan juga merepotkan. Masakan Muangthai yang bercampur merica ternyata tak bisa diterima oleh semua perut Sudibyo dan Sunardi paling parah terkena. Pada saat terjun ke perlombaan mereka masih sakit perut. Akibatnya, keduanya tak sampai ke finish. Ali -- kini bergabung dengan klub Indonesia Muda -- tak terserang sakit perut, tapi repot dengan soal sepatu. Ia paksa memakai sepatu bututnya merk Panther, gara-gara Adidas yang dibelikan PASI tak cukup waktu untuk disesuaikan dengan kaki. "Cuma saya saja yang memakai sepatu baru," kata Gatot Soedarsono. Sepatu tersebut terpaksa dicopotnya juga 3 km menjelang finish lantaran kepanasan. Dalam Hang Ten Marathon ini rerdapat 8 pos dan 10 tempat penyiraman. Dan Gatot selalu lupa untuk membasahi sepatunya. Tim Indonesia selain menyaber 3 gelar juara di tingkar senior, juga menyapu 4 urutan di junior. Kampiun junior itu adalah Gatot Soedarsono (1 jam 54 menit 12,93 detikJ, Hadi Sugiyono, Syafei Hawi Irianto, serta Dibyo Riadi Jarak tempuh buat mereka adalah 30 km. "Kejutan sedaap," kata Ketua Umum PASI, Bob Hasan, tentang kemenangan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus