KLUB Warna Agung sempat 'mati klinis' setelah digerayangi bandar
suap. Dalam putaran pertama kompetisi ( 13 kali pertandingan)
mereka cuma mampu mencapai urutan keempat. Klub ini-semula
diunggulkan bakal selalu memimpin --menjadi patah kaki sewaktu
lua pemain intinya, Robby Binur dan Marsely Tambayong, diskors
PSSI. "Waktu itu kami tak berpikir lagi untuk menjadi juara
Galatama," kenang Benny Mulyono, ketua Klub Warna Agung.
Ternyata kompetisi lanjutan menggulir di luar dugaan. Klub
Jayakarta -juara dan tak pernah kalah dalam putaran pertama
--akhirnya kesandung juga (1-2) melawan Perkesa 78. Kekalahan
itu sekaligus membuka peluang bagi Warna Agung untuk menguber
Jayakarta dalam posisi angka. Sewaktu Jayakarta masih memainkan
dua pertandingan sisa dan Warna Agung sekali, keterpautan nilai
mereka tinggal dua. Kapten Warna Agung, Ronny Pattinasarany,
menyebut pertandingan terakhir ini sangat menentukan. Untuk jadi
juara, hasilnya tak boleh seri.
Di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 30 April malam Warna Agung
memang beruntung dalam menghadapi Jayakarta. Gol tunggal dari
Victor Turangan terjadi (0-1) yang menempatkan Warna Agung di
urutan teratas, dan lenyaplah peluang bagi Jayakarta untuk
mengejar. Karena gol rata-rata mereka berselisih 10.
Memang tak dapat dikejarnya. Dalam penutupan kompetisi Galatama
di Senayan pekan lalu, Jayakarra cuma mampu bermain seri ( 1-1 )
melawan Indonesia Muda. Dengan hasil itu Jayakarta tergeser ke
urutan ke-2, sedang lndonesia Muda ke-3.
Warna Agung pantas menjadi kampiun. Dari 25 kali pertandingan,
diraihnya 17 kemenangan, 4 seri dan 4 kalah. Ia menyarangkan 62
gol dan kebobolan 24. Diperolehnya 38 angka, dibanding Jayakarta
37 dan Indonesia Muda 36.
warna Agung merupakan tim paling kompak di antara 13 klub
Galatama yang aktif dalam kompetisi lanjutan. Di sini berkumpul
nama-nama beken seperti Risdianto, Simson Rumahpasal, Marsely
Tambayong, Rully Nere, serta Endang Tirtana.
Klub juara ini dibiayai oleh perusahaan cat yang bernama serupa
sekitar Rp 8 juta sampai Rp 9 juta perbulan. Imbalannya? "Jika
kesebelasan Warna Agung menang, terutama di daerah, maka
penjualan cat di situ ikut naik," kata Ir. Emon Sayidiman,
Direktur PT Warna Agung.
Jayakarta -- dibiayai oleh Yayasan Jayaraya dengan dana Rp 4
juta perbulan -- dinilai orang agak merosot di putaran ke-2.
Betulkah? "Orang boleh bilang begitu," kata kapten Iswadi yang
merangkap pelatih di sana. "Tapi saya tahu mutu pemain-pemain
kami tidak merosot." Bahwa kebobolan dengan Warna Agung, itu
dianggapnya sebagai nasib buruk saja.
Tapi dari 25 pertandingan yang dimainkan, Jayakarta memang
kurang produktif mencetak gol. Dengan 14 kali menang, 9 seri
dan 2 kalah, klub ini cuma membobolkan 36 gol dan kecolongan 8
gol. Iswadi menyadari kelemahan tersebut. Ia mencoba tapi gagal
untuk memasukkan Usman Alatas dan Jayadi, dua pemain amatir
Jayakarta, untuk memperkokoh barisan depan.
Irwin saharuddin, ketua KONI Jakarta menghalangi usaha Iswadi
itu. "Kalau kedua pemain itu masuk Galatama, mereka tak mungkin
kembali ke amatir. Sedang tenaga mereka dibutuhkan untuk
memperkuat Persija dalam 6 Besar PSSI, Oktober nanti," kata
Erwin. "Jayakarta, toh tidak kekurangan pemain." Kedua pemain
itu diminta Erwin Eebruari lalu dan dikabulkan oleh atasan'
Iswadi.
Musim kompetisi Galatama berikutnya akan dimulai September.
Sementara itu santer terdengar keinginan orang untuk membentuk
divisi. Pihak yang nlenentang antara lain manajer tim
Pardedetex, Kamaruddin Panggabean mengemukakan alasan bahwa
divisi itu akan menciut kompetisi. "Yang harus dipikirkan adalah
bagaimana meningkatkan frekuensi pertandingan," kata Kamaruddin.
"Biarkan klub-klub yang ada berkembang sampai dua tahun. Setelah
itu barulah dipikirkan soal divisi."
Dali Tahir, manajer tim Perkesa 78, berharap jumlah klub
bertambah sampai sekitar 20 supaya banyak terjadi pertandingan.
Tapi angka itu masih jauh. Tambahan klub Galatama masih
disangsikan.
Ketua Klub suana Putra, Sk. H. Wibowo berpendapat pembagian
divisi akan mematikan klub papan bawah lantaran kehilangan
penonton. "Bukan ini 'kan yang dimaui PSSI," katanya. Sekarang
ini klub-klub papan bawah lebih banyak menombok ketimbang
mendapat pemasukan dari pertandingan. Buana Putra, misalnya,
tiap bulan mengeluarkan biaya Rp 3 juta. Sebagai tuan rumah pun
ia sering rugi. suana Putra, setelah dua putaran, jadi
jurukunci.
Menurut Ketua Bidang Lembaga-Lembaga Sepakbola PSSI, H. Syarnubi
Said, semenara ini tak akan ada pembagian divisi tapi akan
dipakai cara Timur untuk menyeleksi mereka. Yakni melalui
pendaftaran kembali. Klub yang merasa mampu tentu akan
mendaftarkan diri lagi. Kalau sesuatu klub akan merugi, "tentu
lebih baik mengundurkan diri," katanya.
Menjadi persoalan berat selama ini ialah jadwal pertandingan
yang disusun PSSI yang tidak pasti. "Jika teraturnya jadwal
kompetisi itu, selain mempengaruhi mutu, juga merepotkan
pembiayaan," sambung Benny Mulyono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini