Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Rok Juga Naik-Sampai Lutut

Pameran bersama dari federasi perancang busana prancis di jakarta yang diselenggarakan perusahaan penerbangan uta, lembaga kanker indonesia & hotel borobudur, menampilkan ciptaan dari 14 perancang.(ils)

17 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI harga BBM, ukuran rol kini naik. Sampai di lutut. Dan rok mini dirampilkan lagi sebagai salah situ mode pakaian 1980. Tapi para penggemar mode di Indonesia tidak hanya berpikir tentang pantas tidaknya mode-mode itu -- juga harganya "hampir tak masuk akal." Itulah yang terlihat pada saat sebelas orang peragawati dari Federasi Perancang Mode & Busana Jadi Prancis selama 4s menit di Hotel Borobudur 2 & 3 Mei lalu. Mereka memperagakan 107 potong pakaian pagi, pakaian petang dan malam hari ciptaan 14 perancang di Paris. Suatu pertunjukan menarik hasil kerjasama perusahaan penerbangan Prancis UTA, Lembaga Kanker Indonesia dan Hotel Borobudur Inter-Continental. Rumah-rumah mode di Paris seperti Christian Dior, Pierre salmain atau Lanin, biasa merahasiakan busana apa saja yang sedang mereka rancangkan setiap menjelang pergantian musim. Tapi dalam waktu yang bersamaan, biasanya mereka menyelenggarakan pameran di rumah mode masing-masing. Lewat federasi resmi ini, para perancang busana juga bersatu untuk memamerkan rancangannya terutarna untuk konsumsi luar negeri seperti di Hotel Borobudur itu. Dengan tema. Spring in Paris, rombongan dari Paris ini berpameran di Tokyo, Manila, Bangkok, Jakarta dan Singapura. Segala sesuatunya tampak direncanakan dengan rapi. Misalnya kepada setiap hotel yang akan menyelenggarakan pameran ini jauh hari sebelumnya diminta agar panjang alur panggung (catwalk) yang akan dipakai para peragawati memamerkan pakaian dibuat sama. Dengan demikian langkahlangkah peragawati akan menyatu dengan irama musik yang telah terekam. Koleksi busana musim semi ini bisa bertahan lebih lama untuk kawasan yang beriklim tropis. Modelnya cukup sederhana tetapi anggun. Selain itu, ada beberapa perubahan dalam hal model untuk tahun ini. Seperti panjang rok kini tidak lagi penyapu betis cukup sampai di lutut saja. Rok mini bahkan telah mulai disajikan lagi, walaupun tampaknya di Indonesia kurang mendapat sambutan. Bukan Pasaran Perancang Nina Ricci dan Emanuel Ungaro mencoba mengembalikan model yang pernah populer sekitar 20 tahun yang lalu sackdress alias baju model karung. Sedangkan ban pinggang yang besar (dan mengkilat itu) tidak terlihat lagi. Dior melengkapi busana paginya dengan topi model pet pelaut. Tapi rok model pleats rupanya masih dipertahankan. Ini terdapat pada deux-piecenya Chanel, Balmain atau Ricci. Givenchy bahkan tetap gemar akan rumbai-rumbai di ujung rok atau seputar leher. Cardin telah mengkombinasikan bentuk leher gaya Mao dengan leher bulat yang saling bisa dicopot. Bagi mereka yang menggemari celana, modelnya tidak banyak berubah. Ujung celana tetap menciut, sedangkan bagian pinggul tidak lagi longgar atau diperlonggar. Warna yang cukup dominan ialah putih dan hitam meskipun terdapat pula biru tua, jingga atau warna lembut seperti abu-abu. Dior dan Balmain bahkan mengkombinasikan warna hitam dengan hijau atau hitam dengan merah darah. Sementara itu, kain dengan pola kembang tampaknya kurang mendapat perhatian. Pasang Merk Bagaimana kemungkinan pasaran busana itu di Indonesia? "Jakarta atau Indonesia, memang bukan arena pasaran mereka," kata Nyonya Atina Norman Sasono yang atas nama Lembaga Kanker Indonesia menyelenggarakan malam dana dengan harga karcis Rp 50.000/orang. "Betul, Indonesia belum jadi pasaran kami," ujar Denise Dubois, koordinator federasi perancang mode itu, "tapi kami merasa berkepentingan untuk pasang merk di kawasan ini." Tambahnya lagi "Juga agar kawasan ini tidak dikuasai busana-busana bikinan Hanae Mori." Perancang Jepang seperti Kenzo dan Mori memang telah berhasil merebut pasaran mereka di Eropa. Secara resmi, di Jakarta belum ada toko yang mengageni hasil dari salah satu perancang terkenal Paris itu. Kalau toh ada -- dan itu bisa didapat di toko mewah -- cuma sekedar barang titipan. Atau barang palsu -- misalnya Cardin jahitan Singapura atau buatan Kebayoran Lama. Jangan tanya harga busana asli bikinan Dior, Balmain atau sebangsanya ini. Dalam pameran ini, harga terendah untuk sehelai busana, bisa mencapai 5.000 francs, sekitar 3/4 juta rupiah. "Di samping tak semua mode pantas untuk Indonesia, juga harganya hampir tak masuk akal," komentar seorang nyonya yang menyaksikan pertunjukan malam itu. Lembaga Kanker Indonesia malam itu berhasil mengumpulkan sumbangan uang kontan sejumlah Rp 40.800.000, termasuk hasil penjualan barang-barang kristal asal Austria. Uang itu menurut Nyonya Umar Wirahadikusuma, Ketua Lembaga Kanker Indonesia, sebagian akan disumbangkan kembali ke Yayasan Penderita Anak-anak Cacat (YPAC) Cabang Jakarta dan Bank Mata. Paling tidak untuk sekedar menaikkan anggaran uang makan anak-anak cacat asuhan YPAC yang selama ini hanya Rp 125 tiap anak per hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus