SEMENTARA pertandingan semakin ramai di beberapa kota, sembilan
pemain dan seorang pelatih sepakbola dihadapkan ke depan
pengadilan Surabaya. Mereka berasal dari PS Angkasa, anggota
Bond Persebaya divisi I. Diperiksa sejak pekan lalu, kasus ini
berdasarkan pengaduan M. Sawirik, wasit nasional yang jadi
korban pengeroyokan.
September lalu, Sawirik, 41 tahun, memimpin pertandingan PS
Angkasa melawan PS Assyabab dalam kompetisi Persebaya, di Gelora
10 November. Seorang pemain Angkasa -- di babak II pada menit ke
5 -- menendang bola yang mengenai pemain Assyabab di daerah
penaltinya. Wasit tidak meniup peluit padahal pemain Angkasa
jelas melihat hand ball. Kapten Angkasa, Buang, bersama kawannya
memprotes dan mengerumuni wasit. Andi Slamet, pelatih Angkasa,
masuk ke lapangan dan langsung memukul wasit. Sembilan pemain
Angkasa pun ikut ramai-ramai mengeroyok wasit.
Akibatnya, Sawirik, yang sudah memiliki sertifikat CI (wasit
nasional) itu rubuh tak berdaya. Mata kiri, rahang kiri, kening
dan lidahnya bengkak. Darah juga keluar dari sekujur tubuhnya.
"Selama seminggu saya menderita," kata Sawirik, bekas pemain
PSMS Medan. Belum jelas duduk persoalannya. Di pengadilan, kedua
pihak saling berdebat. Tertuduh Andi Slamet, 40 tahun, bersama
pemain asuhannya menolak tuduhan. Malah ia menuduh wasit sering
merugikan Angkasa.
Waktu keributan itu, kata Slamet, ia memasuki lapangan untuk
melerai perkelahian. Tapi setelah mendengar pemainnya dipukul
wasit, katanya lagi, ia membalas memukul. Begitu juga Buang
mengaku ia memukul setelah wasit itu meninju pemain Angkasa,
Supit Tambakari. Apa kata Sawirik? "Jangankan meninju, melawan
pun tidak," katanya.
Sebenarnya, Sawirik tak hendak meneruskan pengaduannya ke
Kejaksaan. Adalah Ketua Persebaya, Djoko Soetopo, yang lebih
gesit mendesak pergaduan itu -- "biar jadi pelajaran," katanya.
Malah, Persebaya sudah menjatuhkan skorsing 5 tahun untuk
pelatih Slamet dan setahun untuk para pemain Angkasa.
Pemeriksaan di pengadilan, kata Ketua Soetopo, masih perlu.
"Kami ingin menjelaskan bahwa pemukulan wasit bukan termasuk
permainan olahraga, tapi kriminal biasa. Tanpa diadukan pun,
tetap dapat dituntut."
Pemeriksaan perkara ini mungkin agak lama di pengadilan Surabaya
karena tertuduh dan saksi saling bersitegang. Tidak demikian
halnya dalam kasus serupa di pengadilan Samarinda awal April
ini. Hakim B. Polinus SH dalam sidang kilat menjatuhkan hukuman
seminggu dengan masa percobaan dua bulan kepada Zulkifli Yunus,
22 tahun, pemain Persatuan Sepak Bola Imam Bonjol (Persib).
Pemain itu dipersalahkan memukul wasit Djumadri dalam suatu
perkelahian massal ketika Persib bertanding lawan Herkules
memperebutkan Piala Walikota, 11 Februari. Wasit Djumadri
mengadu ke Kejaksaan Samarinda, dan Zulkifli terbukti melanggar
pasal 351 (1), KUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini