IVANNA, 19 tahun, pernah memperkua tim Piala Uber dalam
pertarungan di Auckland, Selandia Baru, 1978. Juga sempat ia
mempecundangi Gillian Gilks, juara All England 1976 dari
Inggeris alam Kejuaraan Bulutangkis Dunia di Tokyo, Januari
lalu, dan meraih medali perunggu. Gilks adalah pemain yang
disebut punya peluang menjuarai All England, minggu ini.
Kordinator Komisi Teknik PBSI Jakarta, Syamsul Alam punya
harapan atas Ivanna mengulangi prestasinya. Tapi ia tidak
terpilih memperkuat regu Indonesia yang berangkat pekan lalu ke
All England. "Sayang, ia tak berhasil dalam seleksi," ujar
Syamsul Alam.
Mengapa? "Saya tidak fit waktu itu," kata Ivanna. "Persis saat
seleksi diadakan, saya baru saja sembuh setelah seminggu
terserang flu."
Pelatih tim puteri, Minarni, menginginkan supaya Ivanna bisa
dibawa serta. "Ia punya masa depan yang panjang" dalih
Minarni.
Tapi Ivanna sendiri sudah meraukan ketrampilannya. Di All
England, ia memperkirakan dirinya cuma mampu melewati ronde
penyisihan saja. "Kalau Ivanna tidak punya fikiran begitu,
mungkin dia akan kita bawa juga," kata Minarni.
Bagaimana peluang tim puteri Indonesia kali ini? Minarni
mengelak untuk memberikan komentar. Gilks bersama uara Denmark,
Lene Koppen masih diunggulkan. Dalam sejarah All England, pemain
wanita Indonesia baru menjadi juara sekali tahun 1968.
Kampiunnya adalah pasangan ganda Minarni/Retno Kustiyah.
Tapi Verawaty kelihatan agak optimis. "Kaiau tidak di nomor
tunggal, mudah-mudahan bisa mengambil partai ganda," katanya.
Dalam partai ganda, Verawaty berpasangan dengan Imelda Wiguna.
Mereka adalah juara nomor perorangan dalam Asian Games 1978 di
Bangkok. Di kertas, memang ganda inilah yang bisa diharapkan
pemain puteri Indonesia. Dari tangan Tjan So Gwan Ruth
Damayanti, Theresia Widyastuti masih sulit diharapkan kejutan.
Tak Banyak Harapan
Regu putera? Juara All England 1978, Liem Swie King,
memperhitungkan jago Denmark, Fleming Delfs sebagai batu
sandungan. Keduanya diperkirakan akan bertemu di final.
"Mempertahankan gelar selalu lebih berat daripada merebutnya,"
kata King. Dalam final All England 1977 King kalah di tangan
Delfs.
Pada pemain tunggal lainnya -- Dhany Sartika, Heryanto Saputra,
Kartono, dan Lius Pongoh -- harapan memang tak banyak. Svend
Pri, Morten Frost Hansen, atau Prakash Padukone adalah saingan
berat. Tapi, "saya akan berjuang sebaik mungkin," kata Lius
Pottgoh yang diperhitungkan akan bertemu Padukone, juara India.
Yang menguntungkan tim Indonesia kali ini adalah bahwa Afrika
Selatan tak mengirimkan pemain. Tahun lalu, Kartono dan Yuniarto
Suhandinata tak Sempat memperlihatkan kebolehan, gara-gara
sesuai dengan sikap pemerintah RI yang tak mengakui Afrika
Selatan.
"Pokoknya, kita akan bikin kejutan di All England," tambah Dhany
Sartika. Ia dan Tjan So Gwan belum menyelesaikan status
kewarga-negaraan, hingga nyaris tak berangkat lantaran kesulitan
mendapatkan paspor. Ini tidak berarti status mereka telah beres.
Di partai ganda putera Indonesia menurunkan 3 pasangan kuat:
Tjuntjun/Johan Wahyudi, Christian Hadinata/Ade Chandra, dan
Kartono/Heryanto Saputra. Bukan mustahil akan terjadi All
Indonesian Final. "Memang itulah yang kita harapkan," kata
Christian tanpa mempersoalkan pasangan mana yang akan jadi
juara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini