Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kejayaan malaysia, kejayaan sidek

Malaysia memboyong piala thomas setelah menunggu hampir seperempat abad. piala uber tetap di tangan cina. apa kelemahan tim indonesia?

23 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IDAMAN memboyong Piala Thomas ke tanah air, dan diarak di Jakarta, buyar. Puncak perjuangan itu terhenti ketika smas tajam Cheah Soon Kit/Soo Beng Kiang tak bisa diselamatkan Ricky Subagja/Rexy Mainaky. Ganda Malaysia itu pun meloncat kegirangan, sementara Ricky/Rexy tertunduk lesu. Set ketiga pada partai keempat itu, ditutup dengan skor 15-8. Satu partai tersisa antara Joko Supriyanto dan Kwan Yoke Meng dimenangkan Joko. Namun, itu partai yang tak ada artinya. Pun buat Malaysia yang sudah berpesta begitu posisi 3-1 dicapainya untuk memboyong Piala Thomas. Maka, Sabtu tengah malam pekan lalu, Stadium Negara Kuala Lumpur yang berkapasitas 12.000 penonton, tapi dijejali 14.000 orang itu, seakan meledak oleh kemenangan. Seluruh pemain, ofisial, dan suporter Malaysia berbaur menyerbu ke lapangan. Mereka berbagi suka cita dengan saling peluk dan saling gendong. Maklum, Malaysia terakhir memboyong Piala Thomas tahun 1967 dan setelah itu selalu diempaskan Cina atau dijegal Indonesia. Kini Malaysia seakan bangkit dari tidur. Adalah tiga bersaudara Sidek (Rashid, Razif, dan Jalani) yang menjadi tulang punggung. Merekalah yang menyapu kerikil tajam sebelum juara. Dorongan semangat orangtua mereka juga besar. "Inilah masanya kalau mau membalas budi ayah. Inilah peluang terbaik membawa Piala Thomas yang sudah lama di rantau," kata Haji Sidek, perantau asal Brebes, Jawa Tengah, kepada anak-anaknya. Petuah ayah, bertuah. Trio Sidek bermain seperti kesetanan. Di semifinal, Malaysia mampu meredam "Naga" Cina, 3-2. Padahal, Cina hampir delapan tahun ini menyapu bersih musuhmusuhnya di Piala Thomas. Kehebatan Zhao Jianhua seakan apes ditelan Rashid Sidek. "Rashid itu serangannya fantastik," puji pelatih Malaysia, Yang Yang, asal Cina. Presiden Persatuan Bulu Tangkis Malaysia (BAM), Tan Sri Elyas Omar, pada saat Malaysia memboyong Piala Thomas, mengatakan, "Kejayaan malam ini adalah kejayaan semua rakyat negara ini." Semua itu, katanya, tak lain berkat polesan tiga pelatih asal Cina, Yang Yang, Han Jian, dan Chen Chenjie. Mereka akan dipertahankan menangani Tim Malaysia, baik untuk Olimpiade maupun Thomas Cup yang akan datang. Bagi Indonesia, kehebatan Malaysia memang sudah terbukti sebelumnya. Dalam lima kali pertemuan belakangan ini (dua kali di Piala Thomas, dua kali di SEA Games, dan sekali di Asian Games) Indonesia selalu kalah. Sebab itu, pada pertandingan untuk menjadi juara grup A, Indonesia mengalah dengan Cina agar bisa ketemu Korea Selatan dengan menurunkan pemain kelas dua yang sempat menimbulkan kasus. (Lihat: Tak Ada Sanksi). Celakanya, Cina dibabat Malaysia sehingga tak terhindarkan pertemuan Indonesia-Malaysia di final. "Ayo, Indonesia menghindar ke mana lagi," kata Manajer Tim Malaysia, Punch Gunalan, seakan mau cepat "menelan" Indonesia. Keyakinan akan menang memang kuat di kubu Malaysia. Apalagi, sudah lima kali ketemu, Malaysia selalu unggul. Lagi pula, mereka bermain di kandang sendiri. Dua bekas pemain Malaysia, Tak Aik Huang dan Ng Boon Bee sejak awal meramal, timnya akan menang 3-2. "Semangat tim sedang meninggi, mutu meningkat, ditambah support penonton," kata Aik Huang. Kubu Indonesia tak kalah gertak. "Inilah tim yang paling kompak yang kami miliki sejak tahun 1986," kata Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI M.F. Siregar. Dari mulai mengatur strategi sampai ke makan dilakukan bersama. Aturan pertandingan yang berselang-seling tunggal dan ganda dianggap tambah mengukuhkan kekompakan. "Kami tak lagi membebani tunggal ini atau itu harus menang," kata Siregar. Siregar pun tak mengenal istilah trauma. Lima kali kekalahan atas Malaysia bukan ganjalan. Secara santai dan agak berbau guyonan, Siregar bilang: "Kalah 5 kali, ya tak apa, belum kalah 20 kali. Di final kami akan bertarung all out." Pelatih tunggal, Indra Gunawan, tak hentihentinya memompa semangat Ardy dan Alan. Mereka diminta main tajam dan agresif. "Kalau perlu kamu pingsan di lapangan. Belum pernah kan pingsan di lapangan," kata Indra kepada Alan Budi Kusuma. Kenyataannya, Indra banyak menemukan kelemahan pada kedua anak asuhnya. Ardy yang bertarung rubber set dengan Rashid, lebih banyak didikte lawan. Buntutnya, ia harus jatuh bangun sebelum menyerah 4-15 waktu 25 menit di set ketiga. "Saya tak menyangka di set ketiga Rashid bisa bermain cepat," kata Ardy. Penampilan Alan menghadapi Foo Kok Keong malah lebih buruk. Pacarnya, yang pemain Piala Uber, Susi Susanti, ikut-ikutan stres. "Aduh, gimana sih, Alan," teriaknya tanpa sadar. Berkali-kali Alan membiarkan bolabola di dalam tidak dipukul karena mengira out. Pukulannya pun sering nyangkut net. "Banyak bolanya yang mati sendiri," kata Indra Gunawan. Faktor penonton yang sering meneriakkan "Huuuu..." mengejek Alan, juga sangat meneror. Alan kalah di set pertama 15-6. Set kedua, selagi kedua pemain berbagai angka 12-12, Kok Keong tampak kepayahan. Berkali-kali ia menekan perutnya. Dan di pinggir kanan lapangan ia muntah. Sayang, Alan yang sudah sembilan kali ketemu Keong dengan tiga kali pertemuan terakhir dimenangkan Kok Keong, kurang bisa memanfaatkan situasi. Alan pun kalah 15-12. Perjuangan ganda Eddy Hartono/Rudy Gunawan paling seru. Pasangan si tukang gebuk ini menaklukkan ganda terkuat Malaysia, Razif/Jalani Sidek, dengan rubber set. Dengan demikian dari 16 kali pertemuan antardua pasangan serumpun ini, skor imbang 8-8. Han Jian menilai penampilan Eddy/Rudy banyak perubahan daripada dua tahun lalu. "Mereka banyak menyerang, bukan hanya defensif. Dan staminanya juga lebih baik dibanding dengan Malaysia," katanya. Tapi, tak berarti Razif/Jalani kurang bagus. "Kekeliruan Razif/Jalani adalah, keduanya mengikuti tempo permainan Indonesia sehingga begitu sulit mendapatkan point," katanya. Sementara itu, penampilan ganda kedua Indonesia, Ricky/Rexy, yang baru dipasang tahun lalu di Kejuaraan Dunia Kopenhagen, sudah diramal kalah. Soalnya, jam terbang lawan, Soon Kit/Beng Kiang, sudah tinggi. "Ibarat pilot, pasangan kita baru menerbangkan fokker, sementara mereka sudah membawa boeing," kata pelatih ganda Chistian Hadinata. Kelemahan memang ada di sanasini. Tapi, Ketua Umum PB PBSI Try Sutrisno, yang melihat penampilan malam final itu, cukup puas. "Perjuangan anak-anak sudah maksimal, you tahu sendiri. Tapi, jangan kecewa atau putus asa dengan hasil ini. Kita harus berjuang terus," kata Try dengan muka cerah. Sepulang tim itu ke tanah air akan dilakukan konsolidasi untuk Thomas Cup mendatang. Namun, sebelum konsolidasi dilakukan, Christian sudah melihat problem klasik yang dihadapi: mencari pemain ganda. Pasalnya, tak ada pemain yang serius menjadi pemain ganda sejak awal. Mereka lebih tertarik menjadi pemain tunggal karena lebih bergengsi, dan baru setelah gagal -- biasanya sudah berumur atau mentok -- baru mencoba di ganda. "Jadi, saya ini terima yang sisa-sisa," katanya. Pihak Malaysia pun menghadapi Thomas Cup dua tahun mendatang dengan miskin jago-jago. Ganda Razif/Jalani, juara All England 1982, bakal mengundurkan diri. Dan tokoh Bulu Tangkis Malaysia, Punch Gunalan, juga berniat mengundurkan diri dari jabatannya. "Saya sudah lama berkecimpung. Saya akan berikan kepada orang-orang baru," katanya. Pesta sudah usai. Thomas Cup disimpan Malaysia, dan Uber Cup diboyong ke Cina. Tapi, Persatuan Bulu Tangkis Malaysia kini punya kesibukan baru: membagi-bagi bonus sekitar Rp 2 milyar dari pemerintah dan swasta untuk pemain dan pelatih. Menteri Urusan Negara Bagian Selangor, Mohammad Taib, juga akan menghadiahkan 10 ha tanah untuk lima pemain Selangor, termasuk Sidek bersaudara, yang ikut merebut Piala Thomas. Sementara pemain Indonesia pulang pekan ini dengan sambutan dingin. Widi Yarmanto dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus