ANAK yang hilang yang kini telah bergelimang uang -- itu pulang. Mengenakan training suit merah hati, jaket parasut kuning, Ellyas Pical tampak canggung memasuki Sasana Garuda Jaya di Pancoran, Jakarta Selatan. Agaknya, kejadian pada Maret 1986 silam, tatkala setelah serangkaian pertikaian dengan pelatih Simson Tambunan membuatnya minggat, masih kuat membayang. Tapi begitu memasuki pintu gerbang, keraguannya hilang. Senyumnya mengembang. Ia segera mendatangi Simson yang tengah melatih petinju kelas bantam Margo Sitompul. "Hallo, anak muda," sapa Simson ramah. Elly lalu menyalami tangan Simson yang masih terbungkus punching pad. Tak ada peluk, tak ada haru. Elly segera membuka jaket dan menimbang badan. Kamis sore pekan lalu itu beratnya 53,5 kg -- lebih satu kilo dari batas kelas superterbang. Ia menyalami beberapa sobat lamanya yang lagi berlatih. Seperti ingin melepas rindu, bekas juara dunia ini lalu memukuli tiap sansak yang ada. Simson -- yang seperti biasa bertelanjang dada, berpantalon putih, dan bersepatu hitam -- seperti tak acuh, terus sibuk melatih. "Kalau beta sudah mulai sparring, semua beres, Bos," ujar Elly pada Melky Goeslaw, penyanyi yang kini menjadi manajernya. Sang manajer tersenyum. Tampaknya, ia lega karena masalah latihan buat petinjunya seperti telah terpecahkan. Sebelumnya, Elly membuat geger lagi karena menolak berlatih. Ia menganggap porsi yang diberikan pelatih sebelumnya -- bekas petinju Wiem Gomies dan Kuntadi Djajalana terlalu berat. Kedua pelatih itu diminta menyiapkan Elly buat pertarungan menghadapi juara dunia IBF, Tae Il Chang, dari Korea Selatan pada 17 Oktober mendatang. "Beta bosan," kata Elly singkat. Melky Goeslaw juga menganggap latihan di Cibubur itu monoton. "Tak ada waktu untuk rekreasi sedikit pun. Teknik apa yang akan diberikan kepada Elly juga belum jelas," ujar Melky. Akibat "pemberontakan" Pical itu, keadaan runyam. Wiem dan Kuntadi akhirnya undur diri. "Saya telah gagal membina Pical," ujar Kuntadi Djajalana -- pelatih nasional yang sudah 18 cahun menggeluti tinju -- pada TEMPO pekan lalu. Menurut Kuntadi, program yang disusunnya bersama Wiem dan dr. James Tangkudung dari Pusat Kesehatan Olah Raga (PKO) lebih banyak ditekankan pada peningkatan kesegaran jasmani. Itu sebabnya, latihan daya tahan (endurance) menempati porsi terbanyak, 35%. Pical hampir tiap hari harus berlari selama 5 menit. Pada pagi hari Pical berlatih tak lebih dari satu jam, sedangkan pada sore hari sekitar 2-2 1/2 jam. Kecuali pada Rabu dan Jumat yang merupakan puncak latihan, Pical masih menambah latihan siang hari selama satu jam dan latihan sparring sore hari. Artinya, pada hari biasa Pical berlatih 3-3 1/2 jam, dan 4-4 1/2 jam pada hari puncak latihan. "Saya heran mengapa dengan program seperti ini Pical mengeluh terlampau berat," ujar Kuntadi. M.F. Siregar, Asisten II Menpora, yang ikut diajak diskusi dalam menyusun program itu, tak menyalahkan si pelatih. "Latihan Pical itu belum apa-apa. Atlet renang saja berlatih enam jam sehari," kata Ketua Umum Persatuan Renang Seluruh Indonesia ini. Kalau soal berat latihan, ia yakin program Wiem dan Kuntadi sudah benar. Yang baru dalam program Kuntadi adalah Super-Circuit Training. Ini merupakan satu paket bentuk latihan -- terdiri dari 9-10 gerakan -- yang harus diselesaikan dalam 30 menit dengan istirahat cuma 20-30 detik. Misalnya gerakan memukul jab dan straight dengan beban 3 kg, hook kanan kiri, terus upper cut. Hasilnya? "Bayangkan, sejak awal Mei sampai Agustus, V02 Max Pical sudah mencapai 68 dan Hb-nya 15," tutur Kuntadi. Target yang akan dicapai: VO2 Max sekitar 75 dan Hb antara 15 dan 16. Menurut Ketua Umum KTI, Solihin G.P. faktor stamina inilah yang merupakan titik lemah Pical ketika menghadapi Khaosai Galaxy. "Sesudah ronde kedelapan, stamina Elly jelas merosot tutur Mang Ihin. Saat itu V02 Max Elly cuma sekitar 50 dan Hb-nya malah hanya sekitar 13. Persoalannya sekarang, akankah Simson melatih Pical kcmbali. "Dari dulu saya tak ada masalah dengan Pical pribadi. Dia 'kan anak saya. Kapan saja dia mau berlatih di sini silakan. Garuda Jaya terbuka," katanya pada TEMPO. Cuma, insinyur sipil ITB ini melihat gelagat tak sehat di antara para pendukung pertandingan 17 Oktober nanti. "Saya melihat, mereka cuma mau memanfaatkan nama Garuda Jaya untuk kepentingan bisnis mereka. Ini yang saya nggak suka. Garuda Jaya adalah perkumpulan olah raga. Tak ada urusan bisnis di sini. Tapi kalau mereka datang sebagai profesional, 'kan lain lagi urusannya. Saya tak pernah dihubungi sebelumnya. Masa, tanpa ba-bi-bu mereka terus saja masuk di sini. Masa, semua orang datang kemari. Emangnya Garuda Jaya ini MCK, mandi-cuci-kakus. Terus terang, saya terganggu, kasihan petinju saya," ujar Ketua Perkumpulan Olah Raga Garuda Jaya ini. Jumat lalu, Garuda Jaya mendapat tamu istimewa: Ketua Umum KTI, Solihin G.P. Ia meminta Simson bersedia melatih Pical. "Bagaimana kalau kita membicarakan kemungkinan kamu melatih Elly?" tanya Solihin. Simson tersenyum. "Apa harus saya jawab sekarang, Pak? Bagaimana kalau besok saya datang ke kantor Bapak?" katanya berkelit. "Mengapa harus menunggu ?" tanya Solihin. Akhirnya, Elly dipanggil dan ditanya apakah mau dilatih Simson. Anak Saparua itu mengangguk. Bertepuklah Solihin "Pokoknya, kalau kamu nanti juara, kau mau istirahat dua atau tiga bulan silakan, Elly," katanya ringan. Simson sendiri jelas tampak ragu. Tampaknya, ia merasa dipojokkan. Maklum, waktu pertandingan tinggal satu setengah bulan saja. Bila Elly nantinya kalah, bisa jadi ia yang dijadikan kambing hitam. "Apa pertandingan itu tak bisa mundur?" tanya Simson. "Tidak," tukas Anton Sihotang, sang promotor. Batas mandatory fight Il Chang memang jatuh pada Oktober itu. Saat ini Garuda Jaya tampaknya memang merupakan satu-satunya sasana alternatif buat Elly. Itu kalau Simson menerimanya. Apakah Elly akan rewel lagi? Padahal, seperti dikatakan Solihin, "Kalau KTI melihat kondisi fisik Elly tak siap menjelang 17 Oktober nanti, no fight". Toriq hadad Laporan Rudy Novrianto & Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini