Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kuda hitam dari Eropa Timur

Tim underdog dari Eropa Timur kini layak diperhitungkan. Swedia akan mengulang sukses piala dunia 1958?

20 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN meremehkan Denmark. Jangan menganggap enteng Swedia. Dan jangan menyepelekan CIS. Itulah kenyataan dari gelanggang putaran final Piala Eropa yang dimulai Rabu pekan lalu di Swedia. Bersama Skotlandia, ketiga tim itu dianggap kuda hitam. Memang, Denmark mampu menahan Inggris 00. Swedia berbagi angka 11 dengan Prancis, dan CIS menahan Jerman 11. Tidak salah jika "kaisar" sepak bola dari Jerman, Franz Beckenbauer, sulit menilai siapa yang bakal juara. Sebab, kesenjangan teknis delapan tim yang beradu di putaran final, yang sebelumnya masih lebar, semakin sempit. "Dalam situasi seperti ini, meramalkan siapa yang juara sama sulitnya dengan memenangkan lotere hadiah pertama," katanya. Tim Eropa Timur memang menyimpan kekuatan tersembunyi. Bubarnya Uni Soviet dan munculnya CIS (Negara Persemakmuran Merdeka) tak memelempemkan sepak bola di negeri yang sedang dilanda kesulitan pangan itu. Pelatih Anatoly Byshovets dengan cepat merekrut pemainpemain yang bertebaran dari Rusia sampai Portugal. Misalnya Igor Kolyvanov (Foggia, Italia), Sergey Yuran (Benfica, Portugal), Andrei Kanchelskis (Manchester United, Inggris), dan Igor Dobrovolsky (Bordeaux, Prancis). Selain mempercayai "produk" luar, Byshovets juga mempercayai centre back Kakhaber Tskhadadze, dan sweeper Andrei Chernissov, yang keduanya dari klub Spartax Moskow. Mereka itulah yang diandalkan sebagai penyapu ranjau. Dan Byshovets tetap memainkan pola tradisional 442 dengan sedikit modifikasi, yaitu tak lagi menggunakan double stopper. Adalah Alexei Michailichenko asal klub Glasgow Rangers, Skotlandia, yang dijadikan ujung tombak tim. "Gerakannya sulit diduga dan sering membuat pemain belakang lawan keteter," Byshovets memuji. Pemain tipikal menyerang ini punya akselerasi tinggi. Usianya sudah 30 tahun, tapi dialah yang memborong tiga gol dari 13 gol yang dipetik CIS di babak penyisihan. Dengan materi semua itu, CIS bisa menahan Jerman 11. Soviet sebagai cikal bakal CIS memang pernah menjadi finalis Piala Eropa 1988. Dalam babak penyisihan Piala Eropa '92 ini, CIS menggusur Italia dengan meraih angka 13, hasil lima kali menang dan seri tiga kali. Kehadiran CIS di putaran final ini merupakan putusan UEFA (Persatuan Sepak Bola Eropa), Januari lalu. Dan ini merupakan penampilan CIS yang pertama dan terakhir. Sebab, setelah itu, mereka harus tampil membawa bendera negaranya masing-masing. Pada mulanya, kekukuhan CIS disangsikan para pengamat bola di Eropa. Itu berkat hasil uji coba tim CIS yang belum menggigit. Negeri beruang merah itu bermain imbang 22 melawan Inggris April lalu, dan sama kuat 11 melawan Spanyol. "Kami memang underdog," kata Byshovets merendah. Tapi, menurut pelatih Jerman Berti Vogts, CIS adalah tim yang kuat, terutama di lapangan tengah, dan memiliki fisik prima. Tim Swedia juga layak diwaspadai. Bermain di kandang sendiri, di hadapan sekitar 15 ribu pendukungnya, Swedia mampu menahan Prancis 11. Kerja keras manajer tim Tommy Svensson selama dua tahun agaknya mulai berubah, dan masih bisa berkembang pesat pada tahun 1992 ini. Bahwa dalam sembilan kali pertandingan yang lalu Swedia mencetak 24 gol dan kemasukan 16 gol, itu terjadi karena, "Sering berawal dari kesalahan perorangan yang membiarkan lawan mencetak gol," kata Svensson. Ia mengaku belum menemukan pemain yang pas untuk sistem defensif. Swedia memang nyaris mempermalukan Prancis, Kamis dini hari pekan lalu. Waktu itu, di babak pertama Prancis langsung menggebrak. Si hitam Basile Boli, bertugas mematikan gerakan pemain Swedia, Tomas Brolin. Akibatnya, motor Swedia itu praktis tumpul. Lalu, peran itu diambil alih oleh Anders Limpar. Maka, bertubi-tubi kubu Prancis dibombardir. Dan tendangan sudut di menit ke25 oleh Limpar langsung disambut sundulan kepala Jan Eriksson, hingga mengoyak jaring penjaga gawang Bruno Martini, 10. Postur pemain Swedia yang tinggi memang sangat mendukung perebutan bola atas. Berbeda dengan pemain Prancis, seperti Christian Perez, misalnya, cuma setinggi 163 sentimeter. Tiga ujung tombak andalan Prancis Papin, Eric Cantona, dan Pascals Vahirua sulit menembus jantung pertahanan. Tak lain karena di tengah ada Jones Thern, 25 tahun, pemain klub Benfica, Portugal yang akan pindah ke Napoli, Italia. Pendukung Prancis pun sudah sempat panasdingin melihat Papin tak bisa berkutik. Untunglah, pada menit ke59, Papin menunjukkan kelasnya. Umpan silang dari Christian Perez ditahan dengan sundulan kepalanya. Lalu bola itu dibawa sekitar 15 meter, dan mendekati kotak penalti dieksekusi dengan kaki kanan. Bola itu langsung menyilang ke kanan gawang, tak terjangkau kiper Thomas Revelli. Masuk. "Sama sekali tak menyangka, umpan yang begitu panjang bisa langsung mematahkan pertahanan kami," kata Eriksson. Gol indah Papin itu akhirnya membuat para kolomnis sepak bola internasional sepakat menetapkannya sebagai yang terbaik. Untuk itu, Papin berhak menerima bonus dari Mastercard sebesar Rp 1,5 juta. Uang itu oleh Papin, pemain yang akan memperkuat AC Milan Italia dengan transfer 12,5 juta itu, disumbangkan ke korban robohnya stadion di Prancis belum lama ini. Hasil imbang itu memang tak membuat kecewa Svensson. Tapi, "Tim kami kurang mujur," katanya. Soalnya, Swedia sudah mengendalikan permainan. Beberapa kali mereka memiliki peluang menciptakan gol, tapi hanya satu yang tercipta. "Setelah mencetak gol, pemain kami semakin yakin bisa menang. Mereka terlalu asyik menyerang dan lupa bertahan," katanya. Hasil ini membuktikan bahwa Swedia harus diperhitungkan. Swedia, Prancis, Inggris, dan Denmark berada dalam Grup A. Dan posisi keempat tim masih belum ada yang kukuh. Partai PrancisInggris yang dipertandingkan Minggu malam membuahkan angka 00. Sebelumnya, si kuda hitam Denmark mampu menahan Inggris 00. Pahlawan Denmark kali ini adalah kiper Peter Schmeichel, 28 tahun, yang berkali-kali menghalau serangan Gary Lineker, David Platt, dan kawankawan. Denmark yang dijuluki tim "dinamit" tak lain karena pernah mempertontonkan pola permainan 352 yang meledakledak di final Piala Dunia 1986 memang terlihat solid dalam bertahan maupun menyerang. Pengamat sepak bola Sinyo Aliandoe menulis, "Kalau tim ini lagi mood, tidak akan satu pun tim kuat di Eropa yang mampu menghadangnya." Tim yang dilatih oleh Richard Moeller Nielson ini mempunyai variasi penyerangan yang mampu merepotkan lawan. Pemainnya yang bermental kuat sangat teruji untuk tak terpancing dalam permainanpermainan keras. Tak heran jika sewaktu melawan Inggris, justru Inggris yang terjebak brutal. Buntutnya, empat pemain Inggris mendapat kartu kuning. "Kami ingin membuktikan bahwa Denmark memang pantas menggantikan Yugoslavia," kata kiper Schemichel. Seperti diketahui, Yugoslavia tak berhak main di putaran final karena kena sanksi PBB, dan digantikan Denmark. Sementara itu, Belanda yang berada dalam Grup B bersama Jerman, CIS, dan Skotlandia, agak berada di atas angin berkat kemenangannya 10 atas Skotlandia. Sedangkan Jerman, yang ditahan 11 oleh CIS, telah membuat pelatihnya, Berti Vogts, tampak tegang. Sejak semula Vogts memang stres. Ia, misalnya, melarang pemainnya bermain seks selama bertanding. "Tidak ada malammalam bermain cinta di Swedia," kata Vogts. Sikap ini jelas berbeda dengan sikap Franz Beckenbauer ketika membawa tim Jerman ke Piala Dunia di Italia, 1990. Tapi, Vogts tak sudi diperbandingkan begitu. Soalnya, di Italia selang pertandingan bisa lima atau tujuh hari. "Di Swedia mereka harus bertanding setiap tiga hari," kata Vogts. Widi Yarmanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus