ORANG di Jawa Tengah tampaknya lebih khawatir akan mandeknya prestasi atlet mereka ketimbang meluasnya gelala perjudian di tengah masyarakatnya. Di daerah itu kini beredar kupon berhadiah untuk menghimpunkan dana olah raga, yang sebetulnya bisa menggoda orang kembali mengadu nasib dengan taruhan model judi buntut tempo hari. Kupon berhadiah itu akan muncul dalam dua seri: A dengan harga Rp 500 per lembar dan B yang cuma Rp 100. Seri A, konon, belum rampung dicetak. Tapi seri B sudah "masuk pasar". Penjualan kupon ini membuat kesibukan kantor Yayasan Dana Olah Raga (Yadora) Jawa Tengah, Jalan Cipto 230, Semarang, agak meningkat belakangan ini. Hingga Rabu pekan lampau, ia sudah memasukkan dana Rp 30 juta ke kas KONI Jawa Tengah. Kekurangan dana tetap dilihat sebagai salah satu penyebab sulitnya meningkatkan prestasi atlet Jawa Tengah. Dengan dana dari Yadora ini, sebetulnya, Jawa Tengah memendam ambisi: minimum naik dua kelas dalam prestasi nasional. Dalam PON 1981, Jawa Tengah cuma menduduki urutan kelima, di bawah Sulawesi Selatan. "Yadora akan mewujudkan keinginan kami masuk jadi tiga besar dalam PON 1985 nanti," kata Ketua KONI Jawa Tengah, Hadijanto, 60, Senin pekan ini kepada TEMPO di Semarang. Sebelum ada Yadora, KONI Jawa Tengah memang tak memiliki sumber dana pembinaan olah raga selain dari APBD, yang untuk 1984/1985 hanya Rp 350 juta. Padahal, kebutuhan dalam setahun, menurut Hadijanto, mencapai Rp 1 milyar. Ketua Harian KONI Pusat, D. Suprayogi, mengakui adanya masalah kesulitan dana itu. Dulu, katanya, sumbangan Toto KONI besar sekali bagi dunia olah raga. "Dana KONI Yogyakarta dan KONI DKI dulu bahkan hampir l00% diperoleh dari situ," ujar Suprayogi lagi. Karena itulah KONI Pusat meminta kepada menteri dalam negeri agar KONI daerah memperoleh anggaran dari APBD. Untuk mendapat bantuan biaya itu pula gubernur Jawa Tengah, Ismail, tahun lalu mencanangkan sistem "bapak angkat" untuk beberapa cabang olah raga. Tapi sistem itu ternyata belum mengatasi semua kesulitan. Maka, dalam pertemuan Gubernur Ismail dengan pengurus KONI Jawa Tengah dan beberapa pengusaha daerah, pertengahan Oktober silam, lahirlah gagasan membentuk Yadora. Desember lalu yayasan pencari dana - dengan target Rp 1 milyar per tahun - itu diresmikan. Kemudian, dari 64 pengusaha Jawa Tengah diperoleh sumbangan Rp 157,6 juta yang dijadikan modal buat menyelenggarakan kupon berhadiah ini. Kupon seri B, yang kini sudah beredar dicetak berukir bagaikan uang kertas. Ukurannya hampir sama dengan pecahan Rp 5.000, dan diundi sekali dua bulan. Jika seri A beredar nanti, ia diundi sekali empat bulan. Kedua-keduanya menjanjikan hadiah yang tidak kecil, mulai dari rumah seharga Rp 35 juta, mobil, sampai kepada lemari es. Kupon seri A dan B yang masing-masing dicetak sejuta lembar itu dijual kepada para pedagang. Yadora mengharapkan kupon tadi dijadikan alat promosi, misalnya dihadiahkan kepada konsumen yang berbelanja lebih dari jumlah tertentu. Tetapi karena pengedarannya tak terkontrol, timbullah kekhawatiran akan berjangkitnya kembali judi buntut seperti yang dilarang dulu. Ketua DPKD Jawa Tengah, Ir. Suko Rahardjo, juga mengakui adanya kemungkinan ini. "Tapi kami akan berusaha menghilangkan ekses negatif itu," katanya, agak yakin. Yadora mengedarkan undian berhadiah itu tanpa izin menteri sosial. Direktur Bantuan Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, Drs. Mohamad Widodo, mengatakan bahwa dia pernah menyarankan agar terlebih dulu Yadora minta izin menteri sosial. Sedangkan Dirjen Bina Bantuan Sosial, Jusuf Talib, S.H., berkata, "Kalau di Jawa Tengah kini ada undian yang beredar, jelas ia belum memperoleh izin yang sah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini