YUSTEDJO Tarik, yang dihukum tak boleh main dan melatih sampai akhir tahun ini, tampaknya akan mendapat pengampunan. Ini tecermin dari pertemuan "empat mata" pemain nasional itu dengan bos Pelti, Jonosewojo, Selasa pekan lalu. Yustedjo datang menemui Jonosewojo dan meminta maaf. "Dengan menyesal saja hukumannya akan dikurangi. Apalagi bila ia telah minta maaf menunjukkan sikap yang baik, dan berjanji untuk memperkuat tim yang akan datang. Tentunya, kita juga akan berusaha agar kegiatannya dipulihkan," kata Jonosewojo, setelah pertemuan yang berlangsung di rumahnya itu. Inisiatif pertemuan itu datang dari Yustedjo sendiri yang merasa secara pribadi berbuat kesalahan terhadap Jonosewojo, orang yang digambarkannya telah memberikan bantuan yang tak terhitung. "Sejak tahun 1971 saya dibimbingnya. Ada rasa keterikatan untuk membalas kebaikan-kebaikannya. Pokoknya, kebaikannya sukar saya lupakan," ucap Yustedjo. Pemain jangkung itu menceritakan bagaimana besarnya perhatian Jonosewojo terhadap kepentingannya. Waktu dia menikah, katanya, ketua umum Pelti itu membantu pestanya. "Begitu pula ketika saya menempati rumah baru, Pak Jono ikut selamatan dengan mengirimkan kambing guling. Sampai pada kasus senjata, ia juga yang menyelesaikannya," kata petenis yang pernah terlibat pembelian senjata beberapa waktu yang lampau itu. Walaupun surat keputusan pengampunan untuk Yustedjo belum dikeluarkan sampai awal pekan ini, hubungan Yustedjo-Jonosewojo itu sudah mekar lagi. Mereka berdua malahan muncul dalam sebuah iklan Bir Bintang yang disiarkan Sinar Harapan Senin pekan ini. Dua-duanya mengangkat bir dan tersenyum damai. Tetapi tampaknya itu tak berarti bahwa Yustedjo telah surut dari sikap yang telah diambilnya ketika melawan keputusan Pelti 20 Februari, yang melarangnya main dan melatih. Termasuk mengadukan Pelti ke pengadilan. Sebab, sebagaimana yang diutarakan dalam surat yang dilayangkannya kepada Jonosewojo sehari setelah minta maaf itu, Yustedjo menyebutkan bahwa tindak-tanduknya "sebenarnya didorong oleh keinginan untuk berbicara soal hak dan masalah pembina/pelatih." Dia mengharapkan, pertemuan itu tidak hanya sekadar minta maaf. Kalau hanya itu tujuannya, menurut Yustedjo, berarti tak ada langkah kemajuan. "Bagaimana pun saya tetap pada pendirian saya, agar penyelesaian kasus saya harus menyeluruh," katanya. Pertama, dia menuntut supaya Pelatih Mien Gondowijoyo dan Soedjono (Ketua Bidang Pembinaan Pelti) mundur. Kedua penyegaran pelatih. Ketiga, dia dimasukkan kembali ke dalam pemusatan latihan jangka panjang untuk SEA Games 1985 dan Asian Games 1986. "Kalau Pelti tetap bersikeras memakai Mien dan Soedjono, lebi baik saya mundur," katanya, mengancam. Kedudukan Yustedjo kelihatannya cukup kuat. Terutama setelah kekalahan tim Piala Davis Indonesia dari Pakistan, awal bulan ini, di Rawalpindi. Menurut cerita Jonosewojo yang menyaksikan pertandingan itu, sebagai Ketua Federasi Tenis Asia, banyak orang yang bertanya-tanya kepadanya mengapa Yustedjo tidak turut. Yang dijawabnya, "Yustedjo sedang tak enak badan." Jonosewojo mengakui, tidak ada pemain lain yang bisa menyamai potensi Yustedjo. Kendati demikian, dia tidak mau tunduk seratus persen terhadap tuntutan pemain yang sering tampil berangasan di lapangan itu. Dia akan tetap mempertahankan Mien dan Soedjono, orang yang dianggapnya loyal. Menurut kabar yang beredar awal pekan ini, PB Pelti akan merombak susunan pengurusnya. Kalau ini memang benar terjadi, akan timbul pula masalah baru. Sebab, sebagaimana dikatakan Soemardi, ketua Pengda Pelti Jawa Timur, "perubahan pengurus harus melalui kongres."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini