Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Langkah Pertama Menuju Formula I

Pembangunan sirkuit citeureup dimulai pertengahan tahun 1989 dengan biaya Rp 31 milyar. dengan luas 141 hektar & desainnya sudah disetujui fisa. Akan menjadi sirkuit termegah di Asia Tenggara.

28 Januari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH helikopter jenis BO 105 berputar-putar di udara kawasan Citeureup, Bogor, Sabtu siang pekan lalu. Berulang kali heli warna putih milik perusahaan penerbangan Gatari itu melakukan manuver terbang rendah di atas sebidang tanah. Ternyata, pesawat kecil itu mengangkut seorang penumpang yang terhitung istimewa di kalangan elite dunia balap. Namanya: John Corsmit. Jabatannya: Ketua Komisi Keselamatan Federasi Olahraga Balap Mobil Internasional (FISA). Pejabat teras FISA itu memang sedang melakukan peninjauan terhadap persiapan pembangunan Sirkult bertaraf internasional di Citeureup. "Kami sudah menyetujui soal desain sirkuitnya saja," tutur Corsmit kepada TEMPO. Meski langkah pertama ini sudah oke, belum berarti rencana pembangunan sirkuit bertaraf internasional itu sudah beres. Belum. Malah menurut Corsmit, ia juga harus meneliti detail draqin -- desain yang lebih terinci -- tentang pembangunan keseluruhan sirkuit itu. Seperti lebar jalan, fasilitas klinik, tribun penonton yang aman, sarana pendaratan helikopter, dan sederet kriteria lainnya yang ditentukan oleh FISA. Semua itu harus dipenuhi oleh pelaksana pembangunan dan pengelola sirkuit Citeureup, PT Sarana Sirkuitindo Utama (SSU). Kalau pembangunan itu berakhir, barulah FISA melakukan pemeriksaan secara formal atas fisik sirkuit itu. Pemeriksaan akhir inilah yang menentukan apakah sirkuit itu memenuhi persyaratan FISA. "Jika semuanya beres, FISA akan menobatkan Citeureup sebagai sirkuit Formula I," kata Corsmit. Kenapa harus lewat FISA? SSU rupanya mengambil hikmah kegagalan pembangunan sirkuit Suzuka di Jepang. Sirkuit yang disebut-sebut paling modern di Asia itu ternyata tak memenuhi persyaratan FISA. Desain jalur balapnya dianggap membahayakan keselamatan pembalap untuk jenis Formula I, yang bisa mengembangkan kecepatan lebih dari 300 km/jam. Akibatnya sirkuit Suzuka tak masuk dalam kalender balap tahunan yang diakui FISA. Melihat pengalaman itulah SSU kemudian melibatkan FISA mulai dari pembuatan desain hingga pengawasan pembangunan sirkuit Citeureup. "Tanpa approval dari FISA, percuma saja membangun sirkuit Citeureup, karena tak akan bisa mengadakan balap mobil Formula I," ujar Hutomo Mandala Putra, Ketua Umum IMI-DKI Jaya, yang juga menjabat Presiden Komisaris SSU. Ternyata, tak mudah untuk mendapatkan restu FISA. Juni tahun lalu, gambar rencana sirkuit yang dibawa Direktur Utama SSU, Tinton Suprapto, ke markas besar FISA di Paris, ditolak. Empat bulan kemudian Suparto Soejatmo -- kakak kandung Tinton yang bekerja di SSU -- yang maju menghadap Corsmit. Desain yang dibawanya juga tak digubris. "Keselamatan adalah faktor utama untuk membuat sebuah sirkuit. Kalau toh ada risiko, risiko itu harus ditekan sekecil mungkin," komentar Corsmit. Suparto kemudian mengubah desainnya seperti yang diinginkan FISA. Tikungan tajam yang berbahaya dan kemudian diikuti dengan tikungan berikutnya dikurangi. Sesudah tikungan tajam, harus ada jalan lurus yang memungkinkan kendaraan kembali keseimbangannya. Setelah itu, barulah diperkenankan ada tikungan lagi. Lebar lintasan juga harus terpenuhi minimal 12 meter (rencana sirkuit Citeureup lebarnya sekitar 15 meter). Ini pun harus ditambah lagi 5 meter di sisi kiri dan kanan lintasan sebagai jalur bebas untuk area servis. Kemudian di tikungan harus disediakan gravel area selebar 7 meter untuk meredam kecepatan mobil yang nyelonong ke luar jalur. FISA memang teliti. Kelengkapan lainnya juga ikut diperiksa. Seperti permukaan lintasan harus beraspal mantap. Artinya, tak boleh ada kerikil yang mencelat ke atas karena perputaran roda yang begitu cepat. Persyaratan lainnya, sirkuit Citeureup harus dilengkapi dengan 10 mobil ambulans dan 2 helikopter. Di klinik darurat tersedia dokter umum, ahli bedah, dan ahli tulang. Akhirnya, setelah mengalami perombakan di sana-sini, Desember lalu FISA secara resmi menyetujui desain itu. Harus diakui memang, berkat kegigihan Corsmit melobi sejumlah pejabat di organisasi balap mobil itu pula yang membuat FISA menyetujui desain sirkuit Citeureup itu. Maklum, pria gaek yang berusia 74 tahun itu kelahiran Bandung. Ia sempat menetap di Indonesia sampai tahun 1950, sebelum hijrah ke Belanda. "Saya malah orang pertama yang membuat reli mobil Jakarta-Surabaya tahun 1936," tuturnya. Tak heran kalau Corsmit menganggap sirkuit Citeureup seperti "Anak saya sendiri." Itu sebabnya ia bersedia untuk terlibat banyak. "Kalau sampai salah, biayanya besar untuk memperbaikinya kembali," katanya wanti-wanti. Rencananya, pembangunan sirkuit itu dimulai pertengahan tahun ini dan bakal menghabiskan ongkos sekitar Rp 31 milyar. Luas kompleks sirkuit Citeureup seluruhnya 141 hektar. Untuk jalur balap menghabiskan 65 hektar. Di lahan sisanya akan dibangun lapangan golf, tenis, kolam renang, dan sejumlah rumah peristirahatan. "Pokoknya, Citeureup akan menjadi kawasan olahraga," kata Tinton. Nanti kalau sirkuit itu sudah jadi, menurut Corsmit, yang perlu diperhitungkan oleh SSU adalah tak mudah menjadi penyelenggara balapan Formula I. Di dunia kini ada puluhan sirkuit Formula I. Namun, hanya ada 16 sirkuit yang masuk kalender FISA. Boleh-boleh saja gembar-gembor ingin menjadi penyelenggara, tapi awas, jangan-jangan tak ada pembalap top yang datang. Persoalan pokoknya adalah masalah dana dan sponsor. Penyelenggaraan sebuah balapan formula pasti melibatkan jutaan dolar. Belum lagi soal start fee -- uang tampil untuk para pembalap top yang dihalalkan dalam dunia balap. Kesiapan personel yang menjadi panitia penyelenggara juga termasuk hal yang ikut menentukan suksesnya suatu balapan bertaraf internasional.Ahmed Kurnia Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus