DI beberapa kota kini seperti ada lomba mengadakan pertandingan tinju bayaran, tapi di ibu kota Sulawesi Selatan tinju pro tak bisa berlangsung. Minggu malam pekan lalu, suatu rangkaian pertandingan tinju bayaran yang sedianya diselenggarakan di Gedung Olah Raga Mattoangin, Ujungpandang, dibatalkan. Gara-gara ada larangan lewat surat KONI Sulawesi Selatan tertanggal 21 Oktober. Ditanda-tangani Ketua Umum Mayjen (pur.) Andi Mattalata, lembaga olah raga tertinggi amatir di daerah itu terang-terangan menyatakan "keberatan" terhadap rencana pertandingan tinju yang, antara lain, akan menghadapkan bekas penantang juara dunia kelas welter ringan WBC, Thomas Americo, melawan petinju peringkat tiga OPBF asal Muangthai, Suracharen. Alasan Mattalata dan staf KONI Sulawesi Selatan itu ringkas saja: khawatir tinju pro itu mengganggu pembinaan tinju amatir "Petinju amatir di sini rata-rata dari keluarga tak punya. Kalau ada tinju bayaran, mereka bisa silau dengan iming-iming uang. Dan kalau mereka ramai-ramai masuk tinju pro, hanya karena terpancing imbalan uang, 'kan kita rusak semua," kata Andi Mattalata, sehari setelah gagalnya rencana pertandingan tinju pro itu. Alasan Mattalata itu bisa dimengerti. Tapi, ternyata tak langsung bisa di setujui. Baik oleh KTI (Komisi Tinju Indonesia) dan Bapopi (Badan Pengembangan Olah Raga Profesional Indonesia) - dua wadah yang sekarang ini tengah menyiapkan pedoman penyempurnaan kegiatan tinju bayaran Indonesia - maupun oleh Menpora Abdul Gafur. Gafur sendiri kepada TEMPO menilai, tindakan KONI Sulawesi Selatan itu tak tepat. "Ini terjadi mungkin karena Pak Andi tak begitu jelas memahami struktur baru pembinaan amatir dan profesional." katanya. Dia tak merinci keterangannya. Namun, sejak 1970, pemerintah sebenarnya sudah menggariskan penanganan semua cabang olah raga amatir di bawah KONI, dan penanganan olah raga profesional, sejak 1971, di bawah Bapopi. KONI, misalnya, tak dibolehkan mengurus kegiatan olah raga pro, demikian juga sebaliknya Bapopi. KONI antara lain membawahkan Pertina dan Bapopi membawahkan KTI. Dalam kasus tinju bayaran di Ujungpandang, Promotor Eddy Rumpoko, yang mensponsori pertandingan tinju yang batal main itu, sebenarnya sudah mengantungi izin dari KTI. "Saya pun tahu, menurut prosedur, KONI Sulawesi Selatan tak berhak melarang. Tapi, karena yang meneken surat keberatan itu Pak Andi Mattalata, saya tak berani melanggarnya," ujar Eddy, yang mengaku menderita kerugian sekitar Rp 10 juta karena pembatalan tersebut. Putra sulung Wagub Irian Jaya, Soegijono, yang baru beberapa bulan terjun ke bisnis tinju pro, itu mengatakan, kerugian itu, antara lain, karena ia sudah mengeluarkan biaya: panjar buat petinju (tujuh petinju dengan tarif Rp 1 juta hingga Rp 3 juta), untuk membeli tiket pesawat mereka dari tempat masing-masing ke Ujungpandang, cetak karas masuk dan promosi-promosi. Program pertandingan tinju di Ujungpandang itu sebenarnya satu dari rangkaian paket program pertandingan tinju mereka ke wilayah Indonesia Timur. Mencakup kotakota Manado, Ujungpandang, Balikpapan, Jayapura dan kembali lagi ke Manado, paket program itu, mereka sebut dengan nama Surya Rally Boxing Tour. "Terus terang saja, kami dapat bantuan sponsor, salah satu di antaranya rokok Gudang Garam," kata Eddy. Sampai Senin pekan ini, Andi Mattalata, yang ditemui TEMPO, mengatakan belum akan mencabut larangan itu. "Keberatan itu bukan dari saya tapi keputusan KONI."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini