SUTIONO dan tiga pembalap Indonesia lainnya melambaikan tangan
menyambut sorakan penonton difinish. Mereka tak kelihatan begitu
letih setelah mengayuh sepeda dengan waktu 2 jam 15 menit 20,18
detik untuk nomor 100 km team time trial. Suatu rekor baru SEA
Games mereka ciptakan di Manila ini sekaligus medali emas
pertama untuk Indonesia.
Panas terik yang membakar jalan raya Romulo tak mengganggu
mereka, sementara peserta negara Asia Tenggara lain sudah
kehabisan tenaga seperti padi matang yang merunduk lemah di kiri
kanan jalan itu. Tim Thailand, pemegang rekor 6 menit lebih lama
yang diunggulkan, start pukul 9.00 dengan muka-muka baru,
kecuali Roshsaiaki disusul selang-selang 3 menit oleh Malaysia,
Filipina, Indonesia dan Singapura. Thailand mula-mula ngebut
dengan kecepatan 50 km per jam. Tapi tim Sutiono, Joseph Lomena,
Das Rizal dan Yusuf bisa menyalib mereka 16 km menjelang finis
di Kota Santa Ignatia, sebuah kota provinsi, 126 km di utara
Manila.
Tim Filipina yang sudah menguasai medan yang rata itu
mengecewakan supporternya. Belum separuh jalan sudah kehilangan
satu pembalap. Mereka gagal memenuhi proyek gintong alay
(mempersembahkan emas) negara tuan rumah SEA Games 1981 ini.
Tapi Filipina masih dapat medali perunggu.
Trairat Seree, Ketua Persatuan Balap Sepeda Thailand, menutup
kelemahan timnya dengan berkata, "Kami kekurangan biaya sehingga
persiapan cuma sebulan " Sedangkan Malaysia yang biasa merajai
turnamen balap sepeda diIndonesia melihat tim Indonesia
dipersiapkan secara baik. "Indonesia datang ke sini dua minggu
sebelumnya, sedang pasukan kami baru dua hari," kata manajer
Malaysia, Syarif Hamzah kepada wartawan TEMPO, Amran Nasution di
Santa Ignatia. Tentu saja atlet dan ofisial Indonesia sangat
bangga. "Tak sia-sia kami berlatih setiap hari, meski ada
taifun," kata manajer Harry Sapto.
Medali emas untuk Indonesia masih diharapkan dari cabang nomor
perorangan. Indonesia sejak ikut SEA Games 1977 selalu keluar
sebagai juara umum. Terakhir di SEA Games (Jakarta) 1979,
Indonesia mengumpulkan 92 emas, 78 perak dan 51 perunggu. Semua
koran di negara Asia Tenggara memperhitungkan dominasi Indonesia
belum akan tergeser. Nama-nama atlet seperti Liem Swie King,
Verawaty (bulutangkis), Donald Pandiangan (panahan), Gerald P.
Item, Naniek Soewadji (renang) sering disebut koran setempat.
"Kami belum mampu mengatasi Indonesia, tapi target kami jadi
runnerup," kata Michael Keon (29 tahun), Ketua Komite Olahraga
Nasional Filipina. Sejak ditunjuk sebagai tuan rumah oleh
Kongres SEA Games 1979, Keon memang telah berusaha keras
meningkatkan kemampuan para atletnya. Bantuan menyolok dari
pamannya, Presiden Marcos, sempat menimbulkan kecaman Komite
Olahraga Internasional (IOC) terhadap Keon bahwa pemerintah
Filipina sudah terlalu mencampuri urusan olahraga yang
seharusnya bersifat swasta amatir.
Keon melancarkan program gintong alay untuk SEA Games ini dengan
biaya 121 juta pesos (Rp 9,6 milyar) seluruhnya dari pemerintah.
Antara lain ia mengirim beberapa perenang berlatih di AS,
melancarkan kompetisi nasional berbagai olahraga. Paling
menonjol tampil muka baru Lydia de Vega yang ditunjuk sebagai
wakil Asia untuk lari 200 m dalam Kejuaraan Dunia di Roma
September lalu.
Paha-paha
Cuma penyediaan sarana saja yang tidak siap. Sarana lama, yang
pernah dipakai Asian Games 1954, sudah terasa tak mencukupi.
Sampai hari pembukaan, 6 Desember, banyak sarana dan fasilitas
belum beres. Lampu stadion di University of Life, salah satu
sarana pertandingan, belum menyala. Lapangan masih
benjol-benjol, tidak qualied untuk pertandingan internasional
sehingga sepakbola hampir dibatalkan.
Kekecewaan bertubi-tubi menimpa semua kontingen. Jadwal latihan
dan bertanding sering diubah. Tim loncat indah Indonesia yang
datang "pagi" ke Manila sempat diusir dari kolam University of
Life. Akrobat dan paha-paha para peloncat indah yang berlatih
itu memukau pekerja bangunan yang sedang memasang atap. Olahraga
ini memang belum ada di negeri yang memiliki juarajuara bowling
(De la Rosa, Bong Coo dan Paeng Nepomuceno) ini.
Tempat penampungan atlet juga banyak menimbulkan ketegangan.
Pemanah Donald Pandiangan tak bisa tidur karena bisingnya
pekerja bangunan yang lembur malam. Air tak mengalir rata,
sehingga ada atlet Singapura mengeluh dua hari tak bisa mandi.
Acara pertandingan tidak terpusat, tapi terserak di beberapa
tempat, ada yang 20 km jauhnya dari perkampungan atlet. Pimpinan
kontingen Indonesia, Gatot Suwagyo sampai garuk-garuk kepala.
Setiap hari ia mengeluarkan Rp 1 juta lebih khusus untuk
transpor 427 atlet. Beberapa kontingen mengizinkan atlet
beristirahat di hotel dekat tempat pertandingan. Toh seorang
penembak Malaysia yang tak puas dengan keadaan di perkampungan
lalu pindah ke hotel. Ia membuat malu tuan rumah sehingga
pimpinan kontingennya, Menteri Penerangan Dato Rachmat
memulangkannya ke Kualalumpur.
Presiden Marcos mengakui segala kekurangan itu lalu menghimbau,
"saya harap kekecewaan anda dapat diimbangi oleh keramahan
kami," katanya pada acara pengibaran bendera dan pemasangan
obor. Ia bahkan berkampanye untuk jadi tuan rumah Asian Games
1990.
Panitia penyelenggara memperhitungkan semua sarana baru
seharusnya rampung Oktober lalu. "Cuaca tak membantu kami," kata
Keon kepada Widi Yarmanto dari TEMPO di Manila. Tahun ini
Filipina sudah tujuh kali dilanda topan. Salah satu akibatnya
ialah terbangnya atap di Rizal Memorial Sport Centre, 700 m dari
bibir pantai.
Presiden Marcos yang membuka SEA Games ini mencanangkan tema
kesetiakawanan Asia Tenggara (SEA Solidarity) meski
negara-negara perintis Vietnam, Laos dan Kampuchea tidak hadir.
Kehadiran belasan ribu penonton pada pembukaan itu tidak sehebat
puluhan ribu penonton pembukaan PON di Jakarta, tapi sambutan
mereka cukup mengobati kekecewaan sekitar 2500 atlet Brunei,
Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, Birma dan Filipina.
Dominasi Indonesia sudah terbayang sejak hari Senin. Di nomor
angkat besi, Sori Enda, Maman Suryaman, Hadi Wiharja disambut
dengan papan score yang mabubay (selamat). Ketiganyamenyapu
bersih sembilan medali emas bahkan Sori Enda memecahkan rekor
SEA Games jerk kelas 60 kg (barbel 150 kg) dan Maman di snatch
kelas 52 kg (barbel 105 kg).
Hari itu juga PSSI Utama menaklukkan kesebelasan Singapura 1-0.
Pertandingannya melawan Filipina berlangsung 11 Desember, tapi
dengan menang seri saja sudah pasti Indonesia masuk semi-final.
PSSI Utama dipersiapkan sejak Juni 1980.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini