Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mabuhay Marcos, Derita Atlet

Sea Games XI di Manila, Filipina. Banyak sarana & fasilitas belum beres. Atlet tamu menderita. Sutiono dari Indonesia meraih medali emas pertama untuk Indonesia dalam cabang olahraga balap sepeda.

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUTIONO dan tiga pembalap Indonesia lainnya melambaikan tangan menyambut sorakan penonton difinish. Mereka tak kelihatan begitu letih setelah mengayuh sepeda dengan waktu 2 jam 15 menit 20,18 detik untuk nomor 100 km team time trial. Suatu rekor baru SEA Games mereka ciptakan di Manila ini sekaligus medali emas pertama untuk Indonesia. Panas terik yang membakar jalan raya Romulo tak mengganggu mereka, sementara peserta negara Asia Tenggara lain sudah kehabisan tenaga seperti padi matang yang merunduk lemah di kiri kanan jalan itu. Tim Thailand, pemegang rekor 6 menit lebih lama yang diunggulkan, start pukul 9.00 dengan muka-muka baru, kecuali Roshsaiaki disusul selang-selang 3 menit oleh Malaysia, Filipina, Indonesia dan Singapura. Thailand mula-mula ngebut dengan kecepatan 50 km per jam. Tapi tim Sutiono, Joseph Lomena, Das Rizal dan Yusuf bisa menyalib mereka 16 km menjelang finis di Kota Santa Ignatia, sebuah kota provinsi, 126 km di utara Manila. Tim Filipina yang sudah menguasai medan yang rata itu mengecewakan supporternya. Belum separuh jalan sudah kehilangan satu pembalap. Mereka gagal memenuhi proyek gintong alay (mempersembahkan emas) negara tuan rumah SEA Games 1981 ini. Tapi Filipina masih dapat medali perunggu. Trairat Seree, Ketua Persatuan Balap Sepeda Thailand, menutup kelemahan timnya dengan berkata, "Kami kekurangan biaya sehingga persiapan cuma sebulan " Sedangkan Malaysia yang biasa merajai turnamen balap sepeda diIndonesia melihat tim Indonesia dipersiapkan secara baik. "Indonesia datang ke sini dua minggu sebelumnya, sedang pasukan kami baru dua hari," kata manajer Malaysia, Syarif Hamzah kepada wartawan TEMPO, Amran Nasution di Santa Ignatia. Tentu saja atlet dan ofisial Indonesia sangat bangga. "Tak sia-sia kami berlatih setiap hari, meski ada taifun," kata manajer Harry Sapto. Medali emas untuk Indonesia masih diharapkan dari cabang nomor perorangan. Indonesia sejak ikut SEA Games 1977 selalu keluar sebagai juara umum. Terakhir di SEA Games (Jakarta) 1979, Indonesia mengumpulkan 92 emas, 78 perak dan 51 perunggu. Semua koran di negara Asia Tenggara memperhitungkan dominasi Indonesia belum akan tergeser. Nama-nama atlet seperti Liem Swie King, Verawaty (bulutangkis), Donald Pandiangan (panahan), Gerald P. Item, Naniek Soewadji (renang) sering disebut koran setempat. "Kami belum mampu mengatasi Indonesia, tapi target kami jadi runnerup," kata Michael Keon (29 tahun), Ketua Komite Olahraga Nasional Filipina. Sejak ditunjuk sebagai tuan rumah oleh Kongres SEA Games 1979, Keon memang telah berusaha keras meningkatkan kemampuan para atletnya. Bantuan menyolok dari pamannya, Presiden Marcos, sempat menimbulkan kecaman Komite Olahraga Internasional (IOC) terhadap Keon bahwa pemerintah Filipina sudah terlalu mencampuri urusan olahraga yang seharusnya bersifat swasta amatir. Keon melancarkan program gintong alay untuk SEA Games ini dengan biaya 121 juta pesos (Rp 9,6 milyar) seluruhnya dari pemerintah. Antara lain ia mengirim beberapa perenang berlatih di AS, melancarkan kompetisi nasional berbagai olahraga. Paling menonjol tampil muka baru Lydia de Vega yang ditunjuk sebagai wakil Asia untuk lari 200 m dalam Kejuaraan Dunia di Roma September lalu. Paha-paha Cuma penyediaan sarana saja yang tidak siap. Sarana lama, yang pernah dipakai Asian Games 1954, sudah terasa tak mencukupi. Sampai hari pembukaan, 6 Desember, banyak sarana dan fasilitas belum beres. Lampu stadion di University of Life, salah satu sarana pertandingan, belum menyala. Lapangan masih benjol-benjol, tidak qualied untuk pertandingan internasional sehingga sepakbola hampir dibatalkan. Kekecewaan bertubi-tubi menimpa semua kontingen. Jadwal latihan dan bertanding sering diubah. Tim loncat indah Indonesia yang datang "pagi" ke Manila sempat diusir dari kolam University of Life. Akrobat dan paha-paha para peloncat indah yang berlatih itu memukau pekerja bangunan yang sedang memasang atap. Olahraga ini memang belum ada di negeri yang memiliki juarajuara bowling (De la Rosa, Bong Coo dan Paeng Nepomuceno) ini. Tempat penampungan atlet juga banyak menimbulkan ketegangan. Pemanah Donald Pandiangan tak bisa tidur karena bisingnya pekerja bangunan yang lembur malam. Air tak mengalir rata, sehingga ada atlet Singapura mengeluh dua hari tak bisa mandi. Acara pertandingan tidak terpusat, tapi terserak di beberapa tempat, ada yang 20 km jauhnya dari perkampungan atlet. Pimpinan kontingen Indonesia, Gatot Suwagyo sampai garuk-garuk kepala. Setiap hari ia mengeluarkan Rp 1 juta lebih khusus untuk transpor 427 atlet. Beberapa kontingen mengizinkan atlet beristirahat di hotel dekat tempat pertandingan. Toh seorang penembak Malaysia yang tak puas dengan keadaan di perkampungan lalu pindah ke hotel. Ia membuat malu tuan rumah sehingga pimpinan kontingennya, Menteri Penerangan Dato Rachmat memulangkannya ke Kualalumpur. Presiden Marcos mengakui segala kekurangan itu lalu menghimbau, "saya harap kekecewaan anda dapat diimbangi oleh keramahan kami," katanya pada acara pengibaran bendera dan pemasangan obor. Ia bahkan berkampanye untuk jadi tuan rumah Asian Games 1990. Panitia penyelenggara memperhitungkan semua sarana baru seharusnya rampung Oktober lalu. "Cuaca tak membantu kami," kata Keon kepada Widi Yarmanto dari TEMPO di Manila. Tahun ini Filipina sudah tujuh kali dilanda topan. Salah satu akibatnya ialah terbangnya atap di Rizal Memorial Sport Centre, 700 m dari bibir pantai. Presiden Marcos yang membuka SEA Games ini mencanangkan tema kesetiakawanan Asia Tenggara (SEA Solidarity) meski negara-negara perintis Vietnam, Laos dan Kampuchea tidak hadir. Kehadiran belasan ribu penonton pada pembukaan itu tidak sehebat puluhan ribu penonton pembukaan PON di Jakarta, tapi sambutan mereka cukup mengobati kekecewaan sekitar 2500 atlet Brunei, Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, Birma dan Filipina. Dominasi Indonesia sudah terbayang sejak hari Senin. Di nomor angkat besi, Sori Enda, Maman Suryaman, Hadi Wiharja disambut dengan papan score yang mabubay (selamat). Ketiganyamenyapu bersih sembilan medali emas bahkan Sori Enda memecahkan rekor SEA Games jerk kelas 60 kg (barbel 150 kg) dan Maman di snatch kelas 52 kg (barbel 105 kg). Hari itu juga PSSI Utama menaklukkan kesebelasan Singapura 1-0. Pertandingannya melawan Filipina berlangsung 11 Desember, tapi dengan menang seri saja sudah pasti Indonesia masuk semi-final. PSSI Utama dipersiapkan sejak Juni 1980.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus