JUMLAH menteri yang turun mengurus olah raga bertambah lagi. Dan pendatang terbaru: Menteri Sekretaris Kabinet Moerdiono. Ahad minggu lalu dia terpilih sebagai Ketua Umum Pelti (Persatuan Lawn Tennis Indonesia) di Musyawarah Besar XXII organisasi tenis itu di Surabaya. Moerdiono, 52, menggantikan K.R.M.H. Jonosewojo, 65, yang sudah menjabat ketua umum sejak 1963. Pak Moer, begitu ketua umum baru itu biasa dipanggil, dengan demikian menjadi anggota kabinet keenam yang kini aktif sebagai ketua umum pelbagai cabang olah raga. Masing-masing Menaker Sudomo (golf), Menkes Suwardjono Surjaningrat (softball), Menparpostel (boling), Menpen Harmoko (basket), dan Menlu Mochtar Kusumaatmadja (catur). Dan seperti pendahulunya, pemilihan menteri yang suka menonton tinju dan bulu tangkis ini pun berjalan lancar. Beberapa hari sebelum Mubes Pelti, Moerdiono memang sudah terdengar menyatakan kesediaannya untuk jabatan itu Pelti. Lalu dukungan pun datang. Dari beberapa tokoh mulai Probosutedjo, Ketua Pelti DKI Jakarta, Iwan Sjarief, Ketua Pelti Ja-Bar, Pontjo Sutowo, Tanri Abeng, hingga pemain kawakan Yustedjo Tarik. Segalanya menjadi makin jelas ketika, Sabtu sore pekan lalu, Moerdiono terbang ke Surabaya. Sekitar 150 peserta Mubes serempak menyatakan setuju, ketika pimpinan sidang pemilihan Samsi Ridwan dari Pelti Jawa Timur menyebut nama Moerdiono. Lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, Moerdiono mengaku sejak sekolah menengah memang suka main tenis. Dia tak pernah jadi juara, dan juga tak pernah jadi pengurus. Namun, bapak empat anak ini dikenal suka olah raga. Tak hcran kalau dia pernah disebut-sebut bakal menjadi Ketua Umum PBSI atau KTI. Sebagai Ketua Umum Pelti sudah sejak setahun lalu, katanya, dia dihubungi dan diminta. "Baru sekarang saya bersedia setelah mempelajari serta bertanya ke sana kemari," ujar Moerdiono. Ia mengatakan sebelumnya sudah wanti-wanti pihak yang menghubunginya agar tak memilih dia karena ia pejabat. Yang penting, "Pak Moer menguasai manajemen dan gila tenis. Itu modal kuat untuk bisa dipilih sebagai Ketua Umum Pelti," kata Pontjo Sutowo, salah satu bekas pengurus lama yang aktif mencalonkan Moerdiono. Dia berulang menyebut, "Pak Jono sebenarnya tak jelek. Dia itu bagus untuk zamannya." Tapi, karena tantangan sekarang lebih berat, PB Pelti memerlukan banyak staf dengan pelbagai latar belakang disiplin pengetahuan. Dana juga perlu besar. Dan karena dana itu sebagian besar datang dari pengusaha, kerja sama yang nyaman antara PB dan para pengusaha itu amat diperlukan. "PB, karenanya, harus dipimpin orang yang bisa menggabungkan kepentingan: dunia usaha dan olah raga. Nah, untuk itu, Pak Moer-lah yang cocok," kata Pontjo. Sang ketua baru, ketika ditemui TEMPO, belum mau banyak memberi komentar. "Beri saya waktu," katanya. Namun, ada gambaran, pengurus baru Pelti itu nanti akan banyak mengonsentrasikan diri pada masalah pengelolaan dana, pengaturan pembagian pekerjaan dan penjalinan kerja sama yang lebih harmonis antara sesama pengurus serta antara pengurus dan pemain. Sebab, dari pelbagai wawancara TEMPO dengan peserta Mubes, itulah beberapa soal yang banyak dikeluhkan sebagai kelemahan pengurus lama. Tapi, seperti apa persisnya kelemahan pengurus lama itu, tak seorang pun mau membeberkannya secara terus terang. Yang sudah pasti, kendati pernah ribut dengan pemain eksentrik Yustedjo Tarik dan kemudian berdamai -- bekas ketua yang kini masih menjabat Presiden Federasi Tenis Asia (ATF), itu rupanya memang tetap dianggap para tokoh tenis sekarang telah berjasa membangun tenis Indonesia. Lelaki bertubuh gemuk kelahiran Surabaya ini mengaku sudah menggeluti tenis sejak usia 14 tahun. Ia dikenal aktif di Pelti sejak organisasi ini berdiri 1948 silam. Namun, baru 15 tahun kemudian ia terpilih jadi ketua umum. Dan setelah itu ia seperti habis-habisan buat tenis. "Rumah dan juga jam Rolex saya pernah saya jual demi tenis Indonesia," ujarnya, bersemangat. Itulah sebabnya, penerima penghargaan award for service to the game dari Federasi Tenis Internasional (ITF) ini -- hanya 18 orang yang sudah menerima anugerah seperti itu dari ITF dan Jono adalah satu-satunya dari Asia diusulkan diberi penghargaan atas jasa-jasanya di tenis. Jono sendiri tak meminta itu. Yang terang-terangan dimintanya adalah agar ia bisa dipilih kembali. Alasannya? Kepada Jalil Hakim dari TEMPO, ia mengatakan, ia baru beberapa bulan lalu terpilih sebagai Presiden Federasi Tenis Asia (ATF). Dan itu bisa dipertahankannya jika tetap menjadi Ketua Umum Pelti. "Sebab, jika saya tak lagi jadi Ketua Umum Pelti, otomatis jabatan itu gugur. Dan ini berarti juga kehilangan buat Indonesia, kata bekas pengusaha kayu gelondongan yang biasa dipanggil Mas Piet itu, serius. Padahal, dengan jabatan itu, katanya, dia paling tidak bisa bicara di forum Asia untuk pelbagai kepentingan Indonesia. "Kalau untuk kepentingan pribadi, sudahlah, saya sudah puas. Sudah dapat penghargaan ITF, dan juga telah pula menghasilkan beberapa pemain top," kata Mas Pice lagi. Pelbagai alasan bisa dikemukakan. Tapi, keputusan akhir tetap ada pada peserta Mubes. Mereka, rupanya, memang ingin pimpinan baru. Moerdiono-lah orangnya. Menteri yang lebih suka bermain ganda dan tak suka serve itu termasuk pemain tenis jagoan di kalangan pejabat yang menggemari olah raga itu. Marah Sakti Laporan Biro Jawa Timur & Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini